Timah

Jor-joran RKAB Timah, IUP Cuma Ratusan Hektar Bisa Ekspor Ribuan Ton

Pada Semester 1 tahun 2023, BRiNST melihat kecenderungan yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah ekspor tidak akan banyak berbeda.

Penulis: Teddy Malaka CC | Editor: Hendra
PT Timah Tbk
Timah batangan siap ekspor 

BANGKAPOS.COM, BANGKA - Kasus korupsi tambang yang menjerat mantan Pj Gubernur Bangka Belitung, Ridwan Djamaluddin dianggap jadi momentum isu untuk menata kembali pertambangan timah di Bangka Belitung. Jor-joran Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) smelter timah bakal berdampak buruk pada bisnis timah Indonesia.

"Pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan smelter timah di Indonesia. Eksploitasi yang tak bisa dikendalikan akan berdampak buruk pada bisnis pertimahan nasional," kata Direktur Babel Resources Institute (BRiNST) mengungkap hasil riset pihaknya dalam release yang dipublikasi pada Selasa (5/9/2023) lalu.

Ia menyebutkan ekspor timah Indonesia pada tahun 2022 lalu mencapai 74.408 MT, dengan rincian 19.825 MT (PT Timah Tbk) dan 54.255 MT (private smelter).

Ekspor timah yang jor-joran menjadi sorotan apalagi saat praktik penambangan timah secara ilegal dan jual beli timah di kalangan koletor atau pengepul timah ilegal masih terjadi di Bangka Belitung.

Ekspor Timah tahun 2022
Ekspor Timah tahun 2022

Ia menjelaskan, dalam catatan Babel Resource Institute (BRiNST), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BKPK) pada tahun 2022 lalu menilai perlu adanya pembenahan tata kelola industri timah dalam negeri seiring adanya potensi kerugian negara Rp2,5 Triliun dari pertambangan tanpa izin (PETI) di wilayah operasi PT Timah Tbk (TINS).

"Temuan yang didapati oleh BPKP ini seharusnya dicermati oleh pihak-pihak terkait termasuk Aparat Penegak Hukum (APH)," katanya,.

Pada Semester 1 tahun 2023, BRiNST melihat kecenderungan yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah ekspor tidak akan banyak berbeda.

Berdasarkan data hingga Juni 2023 yang diolah BRiNST dari Kementerian Perdagangan, ekspor timah dari Indonesia mencapai 31.876,56 MT, sebagian besar ekspor tersebut berasal dari smelter swasta.

Pada semester 1 tahun 2023, PT Timah Tbk selaku pemilik konsesi terbesar di Indonesia mengekspor 8.307 MT timah, sedangkan smelter swasta mengekspor 23.570 MT.

Data Ekspor Timah Semester 1
Data Ekspor Timah Semester 1 2023

Teddy Marbinanda mengatakan, dalam catatan Babel Resource Institute (BRiNST), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BKPK) pada tahun 2022 lalu menilai perlu adanya pembenahan tata kelola industri timah dalam negeri seiring adanya potensi kerugian negara Rp2,5 Triliun dari pertambangan tanpa izin (PETI) di wilayah operasi PT Timah Tbk (TINS). Temuan yang didapati oleh BPKP ini seharusnya dicermati oleh pihak-pihak terkait termasuk Aparat Penegak Hukum (APH).

Pada Semester 1 tahun 2023, BRiNST melihat kecenderungan yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah ekspor tidak akan banyak berbeda. Berdasarkan data hingga Juni 2023 yang diolah BRiNST dari Kementerian Perdagangan, ekspor timah dari Indonesia mencapai 31.876,56 MT, sebagian besar ekspor tersebut berasal dari smelter swasta.

Pada semester 1 tahun 2023, PT Timah Tbk selaku pemilik konsesi terbesar di Indonesia mengekspor 8.307 MT timah, sedangkan smelter swasta mengekspor 23.570 MT.

"Berdasarkan riset dan observasi lapangan yang dilakukan oleh BRiNST, RKAB yang dikeluarkan perlu dilakukan evaluasi. Dalam penerbitan RKAB tentunya harus berdasarkan pada tahapan eksplorasi yang benar, sehingga bisnis pertambangan yang adil dan bertanggung jawab dapat terwujud di Bangka Belitung. Dari data yang dipublis oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia, ekspor timah mengalir deras dari perusahaan smelster timah yang hanya memiliki IUP di bawah 10 ribu hektar, bahkan ada yang di bawah seribu hektar," ungkapnya.

Pada semester 1 Tahun 2023, PT Timah Tbk mencatat produksi bijih timah sebesar 7.755 ton atau tercapai 78 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 9.901 ton.

Adapun produksi logam timah sebesar 8.100 metrik ton atau tercapai 92 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 8.805 metrik ton, serta penjualan logam timah sebesar 8.307 metrik ton atau tercapai 84 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 9.942 metrik ton.

Harga jual rerata logam timah sebesar USD26.828 per metrik ton atau lebih rendah 35 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD41.110 per metrik ton.

Sampai dengan kuartal II 2023, TINS mencatatkan ekspor timah sebesar 92 persen dengan 6 besar negara tujuan ekspor meliputi Jepang 17 persen; Korea Selatan 14 persen; Belanda 11 persen; Amerika Serikat 9 persen; Taiwan 9 persen; dan India 8 persen.

Penurunan sebagian harga logam pada akhir semester 1 2023 ditengah permintaan global yang lemah dan peningkatan persediaan logam timah di gudang LME mengakibatkan harga logam timah bergerak fluktuatif cenderung menurun.

Di tengah fluktuasi harga, TINS tetap mencatatkan laba positif dengan volume penjualan sebesar 8.307 metrik ton sampai dengan semester 1-2023.

“Kondisi harga jual rerata logam timah dan cuaca yang belum mendukung sampai dengansemester 1-2023 masih menjadi penyebab penurunan produksi timah yang menggerus laba bersih Perseroan. Saat ini kepercayaan pihak kreditur atau institusi keuangan terhadap Perseroan masih kuat.” ujar Fina Eliani Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko.

Usulan RKAB Tiga Tahun

Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana mengubah aturan perihal termin pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pertambangan mineral dan batu bara (Minerba) menjadi tiga tahun dari yang saat ini berlaku secara tahunan.

Plt Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Muhammad Wafid mengatakan bahwa termin pengajuan RKAB yang saat ini dilakukan setahun sekali terlalu cepat.

Dia menilai termin pengajuan RKAB pertambangan yang dilakukan untuk 3 tahun sekali bisa diatur melalui regulasi yang ada dari yang saat ini berlaku.

Sementara Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan RKAB tersebut berlaku untuk perusahaan tambang yang memasuki fase produksi.

Dia menegaskan pemberlakuan ketentuan baru ini mulai tahun depan. "RKAB yang tadinya tiap tahun untuk produksi sekarang kita berikan 3 tahun," kata Arifin di Jakarta, Kamis (31/08/2023).

Arifin menuturkan, penataan lainnya dengan menerapkan teknologi informasi dalam proses pengesahan RKAB tersebut. Upaya ini diharapkan mampu mempercepat pengesahan RKAB serta transparan. Dia menyebut penyempurnaan teknologi informasi terus dikebut lantarn ditargetkan mulai diterapkan pada tahun depan.

Bagi BRiNST, persetujuan RKAB inilah yang menjadi persoalan. "RKAB seperti di atas kertas, penelusuran asal usul bijih barang sangat diragukan," kata Teddy Marbinanda.

Menurut dia kuota ekspor yang diberikan sangat erat kaitannya dengan persetujuan RKAB yang diberikan oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral Batubara, Kementerian ESDM. Persetujuan yang semestinya harus ditinjau ulang, melihat indikasi korupsi yang terungkap akhir-akhir ini.

Kasus korupsi pertambangan yang terjadi di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam, Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra) bisa saja terjadi di Bangka Belitung. Dalam kasus tersebut RKAB yang diberikan oleh Kementerian ESDM kepada perusahaan swasta ternyata tanpa evaluasi dan verifikasi sesuai ketentuan. Padahal, perusahaan tersebut tidak mempunyai deposit/cadangan nikel di Wilayah Izin Usaha Pertambangan tersebut. Dari kasus tersebut beberpaa perusahaan lain turut mendapatkan kekayaan negara berupa bijih nikel milik negara (PT Antam).

"Penyederhanaan aspek penilaian RKAB perusahaan pertambangan, hal itu sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor: 1806K/30/MEM/2018 tanggal 30 April 2018, rentan disalahgunakan. Belajar dari kasus tersebut, RKAB Bangka Belitung perlu dilakukan peninjauan ulang. Riset yang dilakukan oleh BRiNST, penambangan ilegal di konsesi PT Timah Tbk maupun hutan negara, dinikmati oleh perusahaan-perusahaan yang tak patut mendapatkannya. Akibat korupsi SDA tentunya akan merugikan masyarakat Bangka Belitung, tak hanya dari sisi ekonomi tetapi juga dari sisi lingkungan yang tak bisa dipertanggung jawabkan," katanya.

Dari hasil riset yang dilakukan, Teddy mengungkapkan jika BRiNST menyimpulkan harus adanya penindakan hukum untuk menghindari kerugian negara karena praktik penambangan timah secara ilegal saat ini membuat semua orang leluasa mengambil timah tanpa pertanggungjawaban yang jelas.

"Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian ESDM harus melakukan evaluasi dan mengkaji ulang RKAB perusahaan pertambangan timah di Indonesia.  Kasus dugaan korupsi pertambangan yang terjadi di wilayah Izin Usaha Pertambangan yang saat ini ditangani Kejati Sulawesi Tenggara karena Penyederhanaan aspek penilaian RKAB, menjadi rujukan hukum atas kebijakan tersebut," katanya.

Selain itu menurutnya PT Timah Tbk perlu melakukan upaya pembenahan internal untuk selektif mengeluarkan kerjasama kemitraan dan mengawasi secara ketat kegiatan kemitraan yang menggarap wilayah produksi mereka. Hal ini untuk meminimalisir kebocoran bijih timah ke pihak lain. (*)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved