Banyak Anak Muda Terjerat Utang Paylater Berakibat Gagal Ajukan KPR, Begini Kata OJK

Banyak Anak Muda Terjerat Utang Paylater Berakibat Gagal Ajukan KPR, Begini Kata OJK

Penulis: Evan Saputra CC | Editor: M Zulkodri
Paylater
Ilustrasi Paylater 

BANGKAPOS.COM - Saat ini mungkin tak asing lagi bagi kita mendengar kata Paylater atau bayar nanti.

Hal ini banyak digaungkan oleh berbagai platform untuk para konsumen membeli sesuatu namun dibayar nanti alias utang.

Ternyata hal ini berdampak buruk bagi yang menggunakan Paylater.

Sebab, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi mengatakan, banyak anak muda yang mengalami kesulitan keuangan gara-gara terjerat utang paylater. 

Tak hanya terjerat utang, tapi juga sulit diterima kerja, gagal mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), hingga 95 persen gajinya habis untuk bayar cicilan paylater. 

“Sekarang kan banyak produk keuangan itu digital. Nah, kalau yang berbahaya itu anak-anak muda itu mereka mengakses produk keuangan yang ilegal, yang itu sangat mudah ditemui secara online. Kalaupun mereka mengakses yang legal, itu kadang-kadang mereka belum bijaksana dalam penggunaannya,” kata perempuan yang akrab disapa Kiki itu dalam Kegiatan Edukasi Keuangan Bagi Pelajar tingkat SMA/sederajat di Indonesia Banking School, Jakarta, Senin (22/1/2024). 

Kiki menjelaskan, dengan kemudahan mengakses informasi di internet, sangat disayangkan banyak anak muda yang belum mengetahui risiko paylater. 

“Anak-anak muda banyak yang kemudian memakai itu, kadang hanya buat makan sama pacarnya, kadang buat beli baju. Mereka kan tidak tahu bahwa itu kemudian akan menggunung jadi utang yang mereka harus bayar,” ujarnya. 

Kepada para pelajar SMA yang hadir, Kiki Widyasari menerangkan jika utang pinjol atau paylater akan berefek terhadap Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) setiap debitur, sehingga generasi muda kesulitan untuk mencari kerja karena memiliki skor buruk di SLIK. SLIK dulu dikenal dengan istilah BI Checking. 

Dia juga menceritakan bahwa ada satu bank yang menyediakan Kredit Perumahan Rakyat (KPR), tetapi banyak generasi muda tidak bisa memperoleh layanan tersebut karena memiliki utang yang menumpuk di produk keuangan.

Padahal utang mereka hanya kisaran Rp300 ribu-Rp500 ribu. 

"Ada juga konsumen dari produk keuangan seperti BNPL (buy now paylater) yang mempunyai kredit bulanan hingga memiliki cicilan sebesar 95 persen dari penghasilan per bulan. Artinya, apabila debitur tersebut memiliki penghasilan Rp10 juta, maka Rp9,5 juta dipakai untuk membayar utang," tuturnya. 

Di sisi lain, Kiki menegaskan pihak OJK juga mendorong seluruh penyelenggara keuangan mengedepankan consumer well-being, bukan hanya fokus meningkatkan penjualan produk keuangan semata.

“Jadi, jangan sampai orang itu didorong untuk menggunakan produk, tapi akhirnya bukan untuk kesejahteraan, tapi malah kemudian menjerumuskan mereka. Jadi, anak muda jangan hanya sudah bisa untuk pakai, tapi juga harus diajarkan supaya mereka bijaksana untuk menggunakan,” tegasnya. 

Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan yang dilakukan OJK pada tahun 2022, indeks literasi dan inklusi keuangan pelajar masing-masing sebesar 47,56 persen dan 77,80 persen.

Artinya, sebagian besar pelajar yang menggunakan jasa keuangan, belum memahami betul manfaat dan risiko layanan yang mereka gunakan. 

Indeks tersebut berada di bawah indeks literasi dan inklusi keuangan secara nasional yaitu sebesar 49,68 persen dan 85,10 persen. 

Kiki Widyasari juga menghimbau pelajar untuk tidak mudah tergiur oleh berbagai gaya hidup yang tidak produktif serta senantiasa waspada terhadap berbagai penawaran investasi ilegal yang seringkali mengiming-imingi dengan imbal hasil yang tinggi dan pinjaman online ilegal serta praktik judi online.

“Apapun cita-cita kalian, belajar literasi keuangan adalah suatu keharusan karena ini akan sangat membantu dalam menyiapkan masa depan dan terhindar dari jebakan-jebakan yang berbahaya dan bisa mempengaruhi kalian dalam meraih cita-cita itu," tandasnya.

Paylater Populer di Kalangan Milenial

Riset terbaru berjudul "Unveiling Indonesia’s Financial Evolution: Fintech Lending and Paylater Adoption" dari perusahaan Populix mengungkap bahwa layanan keuangan paylater atau buy now pay later (BNPL) digunakan 48 persen masyarakat Indonesia untuk membeli kebutuhan sehari-hari seperti paket data, internet, dan listrik.

Paylater juga populer digunakan untuk membeli pakaian, pengeluaran bulanan, dan berbagai kebutuhan lainnya.

Berbagai platform paylater memiliki pangsa pasar yang berbeda-beda di Indonesia.

Shopee Paylater mendominasi dengan 89 Persen pengguna, diikuti oleh GoPay Later 50 persen dan Kredivo Paylater 38 persen.

"Hasil penelitian kami menunjukkan bagaimana paylater memainkan peran signifikan dalam aktivitas ekonomi Indonesia saat ini," ungka Timoty dikutip dari Kompas.com, Rabu (1/11/2023).

Meskipun demikian, masyarakat Indonesia terbilang bijak dalam mengelola keuangan mereka. Sebanyak 82 persen responden memiliki tagihan bulanan kurang dari Rp 1 juta.

"Hal ini menunjukkan, responden telah memiliki perencanaan keuangan yang lebih baik dengan membatasi nominal cicilan yang mereka miliki sehingga pengeluaran bulanan tetap terkendali," imbuh dia.

Survei yang diadakan pada bulan September 2023 menunjukkan bahwa 55 persen dari 1.017 responden telah menggunakan paylater dalam transaksi mereka.

Kriteria Pemilihan Layanan

Dalam memilih layanan paylater, konsumen Indonesia memiliki kriteria tertentu. Beberapa pertimbangan utama termasuk koneksi dengan marketplace, kepercayaan regulasi seperti pendaftaran di OJK, fleksibilitas cicilan, proses registrasi yang mudah, dan suku bunga yang rendah.

Koneksi dengan marketplace: 71 persen
Pendaftaran di OJK: 67 persen
Fleksibilitas cicilan: 57 persen
Kemudahan registrasi: 52 persen
Bunga yang rendah: 50 persen

Apa itu Paylater

Beli sekarang, bayar nanti atau dalam bahasa Inggris disebut buy now, pay later, disingkat BNPL adalah salah satu jenis pembiayaan jangka pendek yang memungkinkan konsumen untuk melakukan pembelian dan membayarnya di kemudian hari.

BNPL umumnya terstruktur seperti proses peminjaman uang cicilan yang melibatkan konsumen, penyedia layanan, dan pedagang.

Penyedia layanan membayar pedagang atas nama konsumen ketika barang atau jasa dibeli oleh konsumen.

Pembayaran ini kemudian dilunasi oleh konsumen dari waktu ke waktu dengan cicilan yang sama.

Jumlah cicilan dan jangka waktu pembayaran bervariasi tergantung pada penyedia layanan BNPL.

(Kompas/Tribunnews/bangkapos)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved