Berita Viral

Terjawab Sudah di Mengapa Sosok Bapak Tak Ada di Kaleng Khong Guan

"Yang penasaran tentang di mana bapak di kaleng Khong Guan, semuanya terjawab dalam buku anak-anak tentang membaca waktu," kata dia.

Penulis: Teddy Malaka CC | Editor: M Zulkodri
Ist
khong guan 

BANGKAPOS.COM - Di antara berbagai merek makanan dan camilan yang telah menjadi bagian dari keseharian kita, ada satu nama yang mungkin tidak asing di telinga banyak orang: Khong Guan.

Sebagai salah satu produsen biskuit terkemuka di Indonesia, Khong Guan telah mengisi banyak momen bersama keluarga, teman, bahkan sendiri dengan produk-produknya yang lezat dan terjangkau.

Namun, di balik kelezatan itu, tersimpan tanda tanya tentang kisah bapak yang  tidak tampak dalam gambar yang tertera dalam keleng biskuit Khong Guan.

Dalam video yang viral baru-baru ini, terungkap sudah di mana sang bapak.

"Yang penasaran tentang di mana bapak di kaleng Khong Guan, semuanya terjawab dalam buku anak-anak tentang membaca waktu," kata dia.

Dalam video itu ia menyebutkan bahwa sosok bapak ternyata sedang bekerja dan tidak berada di rumah.

"Jangan lagi ada yang bilang ibunya janda," demikian jelas sosok dalam video tersebut,

Berikut postingannya:

Masih ingat dengan sosok Bernadus Prasodjo, dulu jadi pelukis gambar di kaleng biskuit Khong Guan yang tak dibayar royalti.

Tak banyak yang tahu, Bernadus Prasodjo adalah sosok di balik pelukis biskuit Khong Guan.

Meski menjadi pelukis biskuit kaleng tersebut, Pria berusia 79 tahun itu rupanya belum pernah bertemu dengan pemilik perusahaan tersebut.

Bernardus mengatakan, ada pihak ketiga yang meminta pertolongannya untuk menggambar.

"Pelanggan saya itu sebuah perusahaan separasi warna di Jalan Biak (Jakarta Pusat).

Mungkin dia yang menerima order kaleng ini.

Dia panggil saya, dia cerita, ada contohnya, pemesannya memesan kayak gini-gini," paparnya beberapa tahun lalu, dikutip dari Tribun Trends.

Sosok Bernardus Prasodjo

Bernardus Prasodjo ilustrator gambar kaleng biskuit Khong Guan


Bernardus Prasodjo, lahir 25 Januari 1945.

Dia dikenal pembuat gambar di kemasan berbagai merek seperti Khong Guan, Monde, Nissin Wafer, dan logo Sirup Marjan.

Ia juga menjabat sebagai Ketua Grand Master Choa Kok Sui (GMCKS) Prana Indonesia.

Dia memiliki dua orang putra bernama Andreas Prasadja dan Daniel Prasadja.

Mengapa Bernardus tak dapat royalti

Meski karyanya tersebut sempat viral di jagat dunia maya, dirinya tidak mendapatkan royalti apapun.

Hal itu karena perjanjian awalnya berupa kontrak putus.

Dari semua karya yang pernah diciptakan, hingga kini ada tiga karya yang masih dipergunakan.

Yaitu Khong Guan, Monde dan Nissin Wafer.

"Pemilikinya sama, mungkin karena buat apa juga diganti-ganti, dari gambar itu saja sudah laku produknya," tuturnya.

Kini, Bernardus sudah lebih dari lima tahun tidak melukis.

"Sekarang sudah sibuk, tidak ada waktunya lagi. Sudah lebih dari lima tahun yang lalu, catnya sudah pada kering.

Kalau mau mulai mesti beli semuanya lagi," katanya, Jumat (2/6/2017) silam.

Bernardus saat itu disibukkan dengan aktivitas mengajar jenis pengobatan tradisonal bernama penyembuhan prana.

Dia berkeliling seluruh penjuru Tanah Air.

"Saya sekarang sendang mengajar penyembuhan prana ke seluruh Indonesia.

Penyembuhan ini tanpa obat, tanpa menyentuh, tidak tergantung pada ajaran agama tertentu, mistik, ritual tertentu, dan lebih bersifat ilmiah," ujarnya.

Meski demikian, gairahnya dalam melukis tidak berhenti begitu saja.

Karena di zaman sekarang ini ada berbagai applikasi atau software yang dapat digunakan sebagai alat untuk menggambar.

"Zaman sekarang masih sering tapi dengan software seperti photoshop, tidak mengunakan kanvas lagi.

Idenya keluar yaitu lah, kadang-ladang gambar pasar, ikan, bunga, enggak tentulah," ungkapnya.

Dulu dia kuliah di Fakultas Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB).

Bernardus kala itu terlalu sibuk dengan pekerjaan menggambarnya, sehingga harus putus kuliah.

"Waktu itu kosnya di jalan Lengkong Kecil, Bandung.

Sebelahnya ada percetakan redaksi majalah Aktuil, majalah musik yang terkenal.

Suka main ke situ, kemudian ada orang pesan untuk buat komik, tapi akhirnya kuliah ketinggalan," ungkapnya.

Menurut pria yang pernah menjadi dosen Tipografi dan digital studio LPKT Kompas tersebut, saat itu pekerjaan sebagai ilustrator sangatlah jarang yang bisa, sehingga banyak tawaran kerjaan yang ia dapatkan.

(Bangkapos.com/Vigestha Repit/Teddy Malaka/Tribun Trends/Tribunnews)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved