Utang Indonesia Jatuh Tempo 2025 Capai Rp 800,33 Triliun, Pemerintah Diingatkan Akan Dampaknya
Pemerintah Indonesia dihadapkan pada tantangan besar dengan utang jatuh tempo sebesar Rp 800,33 triliun pada tahun 2025.
Penulis: M Zulkodri CC | Editor: Teddy Malaka
BANGKAPOS.COM-- Pemerintah Indonesia dihadapkan pada tantangan besar dengan utang jatuh tempo sebesar Rp 800,33 triliun pada tahun 2025.
Utang ini terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 705,5 triliun dan pinjaman sebesar Rp 94,83 triliun.
Selain itu, alokasi pembayaran bunga utang mencapai Rp 561 triliun.
Pada tahun depan, pemerintah tampaknya akan membayar bunga utang melalui penerbitan utang baru.
Hal ini terlihat dari target keseimbangan primer yang diperkirakan mengalami defisit sebesar 0,14 persen hingga 0,61 persen .
Myrdal Gunarto, Staf Bidang Ekonomi, Industri, dan Global Markets dari Bank Maybank Indonesia, mengungkapkan bahwa defisit keseimbangan primer ini disebabkan oleh tingginya pembayaran utang jatuh tempo, sebagai akibat dari strategi utang selama era Covid-19.
Meskipun demikian, ia menilai bahwa keseimbangan primer masih berada dalam kondisi aman karena pemerintah menetapkan batas atas defisit fiskal sebesar 2,8 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Apalagi, tahun depan juga kemungkinan era suku bunga lebih rendah, sehingga itu membuat biaya utang juga lebih murah dan investor global juga memandang pasar SUN (Surat Utang Negara) kita lebih menarik," ujar Myrdal dikutip dari kontan, Senin (1/7/2024)
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengingatkan bahwa cicilan utang pemerintah hingga tahun 2030 masih sangat besar.
Rasio utang terhadap PDB sudah mencapai sekitar 38 % , yang menjadi beban berat bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Ini jelas menjadi beban APBN. Apalagi jika rupiah terdepresiasi maka akan semakin membuat nilai utang menjadi bengkak," kata Esther ucapnya
Esther menjelaskan bahwa beban belanja pembayaran utang berdampak pada APBN, menyebabkan ruang fiskal semakin menyempit.
"Semakin kecil pengeluaran pemerintah mengakibatkan ekonomi terkontraksi dan lesu," tambahnya.
Dengan situasi ini, pemerintah perlu mengambil langkah strategis untuk mengelola utang dan menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Rentan Terkena Krisis
Sebelumnya Utang Indonesia hingga akhir November 2023 mencapai Rp 8.041,01 triliun.
Jumlah utang ini naik tipis dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar Rp 7.950,52 triliun.
"Jumlah utang Pemerintah periode ini mencapai Rp 8.041,01 triliun dengan rasio utang terhadap PDB 38,11 persen," tulis Kemenkeu dalam buku APBN Kita dikutip Selasa (19/12/2023).
Bank Dunia menyebut negara-negara berkembang mengeluarkan dana setara Rp 6.800 triliun untuk melunasi utang dan jaminan publik mereka pada 2022.
Bank Dunia juga melaporkan negara berkembang rentan terkena krisis karena besarnya utang termasuk Indonesia.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, realisasi pembiayaan utang per 12 Desember 2023 mencapai Rp 345 triliun.
Menurut Sri Mulyani, realisasi pembiayaan utang ini menurun signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2022 yaitu Rp 544,4 triliun.
Berdasarkan data yang dipaparkan Sri Mulyani, utang Surat Berharga Negara (SBN) realisasinya mencapai Rp 298,6 triliun. Nilai ini baru mencapai 41,9 persen dari pagu anggaran APBN.
Sedangkan dari sisi pinjaman luar negeri, realisasinya mencapai Rp 46,4 triliun atau mencapai 279,2 persen dari target APBN.
"Pembiayaan sampai dengan 12 Desember 2023, mencapai Rp 345 triliun. Di mana penerbitan SBN secara neto mencapai Rp 298,6 triliun, dan pinjaman neto 46,4 triliun," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Jumat (15/12/2023).
"Sehingga kalau kita lihat pembiayaan utang ini dibandingkan tahun lalu turun sangat tajam, dibandingkan apbn juga turun sangat tajam," imbuhnya.
Dikatakan Sri Mulyani, penurunan pembiayaan utang ini menggambarkan APBN makin sehat sehingga defisitnya jauh lebih rendah dibandingkan rancangan awal, dan dibandingkan tahun lalu.
"Tren dari defisit yang menurun, konsolidasi fiskal itu tetap terjaga kredibel dan kuat, ini karena penerima negara kuat, belanjanya tetap terjaga baik," jelas dia.
Kemudian, Sri Mulyani mengatakan bahwa pengelolaan pembiayaan yang menurun ini artinya pemerintah mampu mengelola berbagai sisa anggaran lebih (SAL) dari tahun sebelumnya.
"Sehingga kita bisa menurunkan pembiayaan melalui surat utang negara. Ini sangat penting karena tahun 2023 seperti saya sampaikan dengan inflasi tinggi, suku bunga naik secara sangat drastis, kita bisa mengerem pinjaman dan penerbitan SBN. makanya kita lihat tadi yield kita masih cukup baik," papar dia.(*)
(Kontan.co.id/Tribunnews.com)
Percepat Pertumbuhan Ekonomi, Pemkab Bangka Selatan akan Optimalkan Empat Sektor Pentin Ini |
![]() |
---|
Pemkab Bangka Selatan Bentuk Tim Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah |
![]() |
---|
Pemkab Bangka Selatan Perbolehkan Koperasi Merah Putih Buka Lebih Dari Satu Bidang Usaha |
![]() |
---|
Menguatkan Optimisme Koperasi Merah Putih: Pilar Baru Ekonomi Kerakyatan |
![]() |
---|
Tingkatkan Kualitas Pemberdayaan Masyarakat, Pemkab Bangka Selatan Gandeng UBB |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.