Berita Viral

Viral Kisah Rahmat, Kuli Pengangkut Gula Dihina Tak Akan Bisa Jadi Polisi, Kini Lulus Bintara Polri

Bekerja keras menjadi kuli pengangkut gula, diejek tak akan bisa jadi polisi, Rahmat dinyatakan lolos seleksi bintara Polri TA 2024 Polda Sulsel.

Dok. Polda Sulsel
Viral Kisah Rahmat, Kuli Pengangkut Gula Dihina Tak Akan Bisa Jadi Polisi, Kini Lulus Bintara Polri - Bekerja keras menjadi kuli pengangkut gula, diejek tak akan bisa jadi polisi, Rahmat dinyatakan lolos pendidikan bintara Polri TA 2024 Polda Sulsel. 

Kedua orang tua Rahmat pun juga menyetujui kemauan putra bungsunya tersebut.


Jadi kuli pengangkut gula untuk dapat uang

Rahmat menyadari kondisi kedua orang tuanya yang memasuki usia senja dan hanya bekerja serabutan menjadi buruh tani hingga butuh bangunan tidak bisa mencukupi biaya pendaftaran.

"Saya sekolah di kota karena di desa saya itu tidak ada SMA, jadi saya cuma sampai sekolah SMP di desa. Itu juga waktu SMA saya menumpang tinggal di rumah keluarga di kota," bebernya.

Saat memasuki libur sekolah, Rahmat pulang ke desanya dan harus menempuh waktu sampai 4 jam dari kota Kabupaten Barru.

Di sana, Rahmat berusaha membantu ekonomi keluarga sekaligus menabung untuk biaya pendaftaran sebagai anggota Polri pada saat itu.

"Saya waktu urus berkas untuk dapat uang itu, saya pergi bantu-bantu orang angkat gula, bantu panen padi, di situ upah saya kumpul untuk urus administrasi," kata Rahmat.

Ia berharap, setelah dinyatakan lolos dan bakal mengikuti pendidikan Polri TA 2024 di Sekolah Polisi Negara (SPN) Batua Polda Sulses pada 22 Juli mendatang, ia mampu membanggakan kedua orangtuanya.

"Sekarang saya anak gunung pedalaman bisa mengangkat derajat orangtua, apalagi di desa saya sendiri ini kampung terpencil. Itu mimpi besar saya mau jadikan motivasi para pemuda di desa saya agar jangan menyerah kejar mimpi," ungkapnya.

Utang ke tetangga

Ibu Rahmat, Nurmiah tidak bisa menahan air matanya ketika mengetahui putranya lolos menjadi anggota Polri.

Nurmiah bercerita, ketika awal putra bungsunya itu meminta restu untuk ikut mendaftar dirinya sempat ragu dengan biaya.

Akan tetapi, keraguan Nurmiah hilang ketika melihat kegigihan anaknya.

"Saya juga tidak ada kerja pak, jadi kalau ada (warga) berkebun tanami kacang, dia (Rahmat) juga bantu saya kalau dia datang dari sekolah. Kalau ada suruh dia pergi angkat gula biar itu hujan pergi juga, biar itu banjir sungai pergi juga," ungkap Nurmiah.

"Pakaian, perlengkapan itu dipinjam untuk dipakai mendaftar, bolak-balik ke Bone (biaya) saya pinjamkan dulu (ke tetangga), nanti kalau ada pendapatan kita ganti," tambahnya.

Halaman
123
Sumber: bangkapos
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved