Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah
Anak Buah Hendry Lie Tak Dapat Untung Cuma Terima Gaji, Bongkar Kedok PT TIN dan Perusahaan Cangkang
General Manager Operasional PT Tinindo Inter Nusa (TIN), Rosalina mengungkap kedok kerjasama perusahaan dengan PT Timah Tbk.
BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Dengan suara bergetar, General Manager Operasional PT Tinindo Inter Nusa (TIN), Rosalina mengungkap kedok kerjasama perusahaan dengan PT Timah Tbk.
Rosalina mengaku tidak mendapatkan keuntungan dari kerja sama bisnis timah tersebut.
Tak hanya itu, anak buah bos PT TIN Hendry Lie ini membongkar kerja sama PT TIN dengan perusahaan cangkang untuk menampung dan mengangkut bijih timah berdasarkan dokumen palsu.
Adapun hal itu disampaikan Rosalina saat menjadi saksi mahkota untuk terdakwa Robert Indarto selaku Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) dan Komisaris PT SIP, Suwito Gunawan di persidangan perkara dugaan korupsi komoditas timah, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Rabu (4/12/2024).
"Yang mulia saya benar-benar tidak mengetahui kerja sama ini akan seperti ini. Kalau saya tahu saya sudah resign Yang Mulia," kata Rosalina di persidangan dengan suara bergetar.
Di perusahaan yang ia kelola, Rosalina merupakan bawahan dari Hendry Lie, yang menjabat sebagai beneficial owner PT TIN.
Hendry Lie belum lama ini ditangkap Kejaksaan Agung ketika tiba di Bandara Soekarno-Hatta sepulang berobat dari Singapura.
Rosalina mengaku punya dua anak kecil yang sekarang terpaksa ditinggal karena dirinya ditahan.
Rosalina mengaku sebagai orang tua tunggal dua anaknya lebih penting dari apa pun.
"Saya ibu orang tua tunggal. Anak saya dua umur 8 tahun dan 12 tahun. Jadi dari kerja sama ini tidak ada untung yang saya terima. Hanya terima gaji," kata Rosalina yang mengaku berasal dari luar Bangka Belitung.
Rosalina lalu berdalih mengapa ia harus mengorbankan dua anaknya untuk pekerjaan yang tidak mendapatkan keuntungan apa pun.
"Gaji yang diterima bagi saya adalah hak sebagai pekerja. Kalau tahu seperti ini lebih baik saya resend. Toh saya sanggup kok mencari tambahan lain dengan jualan dan segala macam," kata Rosalina.
Ia lalu memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk berikan perlakuan yang seadil-adilnya.
"Saya benar-benar tidak tahu. Kalau saya tahu sekali lagi saya akan resend buat apa saya pertaruhkan dua anak saya. Dibandingkan ini, dua anak saya penuh berharga dari semuanya," ujarnya.
Kerja Sama dengan Perusahaan Cangkang Berdasar Dokumen Palsu
Pada sidang ini, Rosalina juga mengungkap kerja sama PT TIN dengan perusahaan cangkang untuk menampung dan mengangkut bijih timah berdasarkan dokumen palsu.
"Selain itu ada lagi tidak perjanjiannya? PT Timah harus menambah lagi biaya untuk meningkatkan kadar bijih timah," kata jaksa di persidangan.
Rosalina kemudian mengaku tak ingat hal tersebut.
Kemudian jaksa menanyakan yang mengirimkan timah dari PT Timah ke smelter seperti apa.
"Laporan yang saya dapat dari PT Timah," jawab Rosalina.
Jaksa lalu menanyakan terkait perusahaan cangkang yang diakomodir PT Tinindo untuk menampung dan mengangkut bijih timah ke PT Timah.
"Tidak pernah ada," tegas Rosalina.
Jaksa lanjut menanyakan bagaimana dengan surat permohonan dari PT Tinindo terkait perusahaan cangkang seperti CV Bukit Persada Raya (BPR)
"Kemudian CV Semar Jaya (SMS) kan sudah kami panggil juga sebagai saksi?" tanya jaksa.
Kemudian dijelaskan Rosalina kerja sama tersebut berdasarkan dokumen palsu.
"Di BAP saya jelas sebutkan bahwasanya pada saat ditunjukkan di penyidikan saja, saya sudah sampaikan di BAP surat itu palsu," kata Rosalina.
Ia menerangkan tanda tangan kerja sama tersebut atas nama direktur Jesica keliru.
"Karena tanda tangan di surat kop surat Tinindo tanda tangan direkturnya Jesica, itu salah. Karena direktur utama kita itu AR Tampubolon dan Jesica di 2019 sudah komisaris," terangnya.
"Dan tanda tangannya saja pun ditiru. Itu bukan tanda tangan ibu Jesica, persis tapi saya dengan yakin tanda tangan itu bukan Bu Jesica," tegasnya.
"Anda pernah tanya ke Bu Jesica?" tanya jaksa.
"Tidak pernah," jawab Rosalina.
Meski Rosalina tidak menerima uang dan tidak melakukan TPPU dalam kasus ini, namun ia didakwa dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
UU Tipikor Tak Bisa Berlaku Sapu Jagat untuk Semua Tindak Pidana
Ahli Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), Mahmud Mulyadi mengatakan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tak bisa digunakan 'sapu jagat' untuk semua tindak pidana.
Hal ini disampaikan Mahmud saat hadir sebagai ahli untuk terdakwa Suwito Gunawan dalam sidang lanjutan dugaan korupsi tata niaga timah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (2/12/2024).
Mahmud menjelaskan, dalam Pasal 14 UU Tipikor diatur secara jelas orang yang melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan isi pasal di bawahnya, ditambah UU lainnya di luar tipikor.
Ia menerangkan dalam perkara pertambangan, sanksi pidana telah diatur pada Pasal 158 UU Mineral dan Batubara (Minerba), sehingga tak bisa dikenakan UU Tipikor, lantaran adanya batasan yang diatur Pasal 14 UU Tipikor.
"Jadi memang UU Minerba, kalau memang domainnya adalah UU Minerba yang ada di atur dalam delik-delik Minerba 158 dan seterusnya itu, maka yang seharusnya diterapkan adalah UU Minerba bukan Tipikor, itu makna derivat dari lex spesialis sistematik yang juga memang di atur dalam pasal 14 (UU Tipikor) tadi," kata Mahmud.
Ia menyebut Pasal 14 UU Tipikor hadir sebagai penghalang agar tidak menjadi UU yang general.
"Karena ada pasal 14 (UU Tipikor), maka dia terhalang untuk penerapan Tipikor. Tetap harus diterapkan UU Minerba, atau UU Kepabeanan, atau UU Perikanan. Ini juga memang dibuat oleh para pembuat UU antara Pasal 2 dengan sebutan melawan hukum, dan juga Pasal 14 itu supaya takutnya jangan sampai penerapan Tipikor itu dia kayak UU sapu jagat," kata dia.
Sementara saksi ahli lainnya, yakni ahli hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda untuk terdakwa Rosalina juga mengungkapkan hal senada.
Chairul menilai, jika ada sebuah undang - undang yang mengatur lebih khusus mengenai sanksi atas suatu tindak pidana, maka seharusnya yang digunakan adalah aturan tersebut.
"Jadi Kalau ada UU yang secara sistematik lebih khusus daripada UU korupsi, maka gunakanlah UU yang khusus itu, jangan UU korupsi," kata Chairul.
Menurut pandangannya, UU Tipikor sudah dibuat secara khusus oleh pembuat UU, sehingga memiliki penyidikan dan pengadilan khusus.
Adapun dalam Pasal 14 UU Tipikor juga mengatur batasan kekuasaan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menerapkan UU Tipikor dalam suatu kasus tindak pidana.
"Maupun pasal 14 UU Tipikor itu membatasi. Membatasi kewenangan, membatasi kekuasaan APH dan peradilan di dalam mengundangkan UU Tipikor, supaya kemudian tidak semua gebyah-uyah diterapkan dengan UU Tipikor," bebernya.
(Tribunnews.com/Rahmat Fajar Nugraha, Rifqah/Endra/Abdul Qodir)
Profil Riza Pahlevi Eks Dirut Timah yang Tetap Jalani Hukuman 20 Tahun Penjara, Kasasinya Ditolak MA |
![]() |
---|
Helena Lim Tetap Dihukum 10 Tahun Penjara dalam Korupsi Timah Rp 300 Triliun |
![]() |
---|
Kasasi Harvey Moeis Ditolak MA, Suami Sandra Dewi Tetap Jalani Hukuman 20 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Peran Hendry Lie Pendiri Sriwijaya Air Divonis 14 Tahun dan Denda Rp 1 Triliun Kasus Korupsi Timah |
![]() |
---|
Harta dan Sumber Kekayaan Hendry Lie, Pendiri Sriwajaya Air Didenda Rp1 Triliun di Kasus Timah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.