Tribunners
Artificial Intelligence, Validitas Informasi, dan Kekayaan Intelektual
AI sebagai penemuan di bidang teknologi juga dapat diberikan perlindungan merujuk kepada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000
Selain sebagai paten, AI sebagai penemuan di bidang teknologi juga dapat diberikan perlindungan merujuk kepada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Perlindungan Rahasia Dagang menjadi alternatif bagi seorang penemu manakala temuannya tidak memenuhi syarat untuk diberikan sebagai paten, walau sebetulnya rahasia dagang memang lebih menguntungkan dan inilah alasan banyak perusahaan besar misalnya yang memilih rahasia dagang dibandingkan dengan paten. Alasan lain dipilihnya rahasia dagang misalnya jangka waktu perlindungannya yang tidak terbatas dan nilai rahasia yang dirasa lebih terjamin.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, AI juga belum diatur secara khusus, tetapi sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 9 terdapat pengaturan terkait program komputer yang merupakan ciptaan yang dilindungi. Disebutkan bahwa program komputer merupakan seperangkat instruksi yang diekspresikan dalam bentuk bahasa, kode, skema, atau dalam bentuk apa pun yang ditujukan agar komputer bekerja melakukan fungsi tertentu atau untuk mencapai hasil tertentu. Hal ini kemudian dipertegas oleh Pasal 40 Ayat (1) huruf s, bahwa ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, salah satunya adalah program komputer.
Berdasarkan regulasi yang ada di Indonesia saat ini, terhadap pelindungan AI yang melahirkan temuan sebagai subjek hukum belum bisa dianggap sebagai subjek hukum (pencipta, inventor, atau pendesain), sebab undang-undang yang mengatur tentang hak cipta, paten, dan desain industri saat ini masih membatasi pencipta, inventor, dan pendesain hanya untuk manusia, bukan AI. Di samping, AI hakikatnya adalah hasil karya manusia. Selain tidak lazim dalam rezim HKI, pengakuan terhadap AI sebagai subjek, justru akan menimbulkan ambiguitas, di satu sisi adalah hasil intelektual, di sisi lain adalah subjek layaknya manusia. Hal yang paling penting adalah, tidak seperti manusia, AI tidak dapat bertanggung jawab secara moral (Kristijan Krkac, 2019, 800). (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.