Jika Tak Ditebus Rp 40 Miliar, Susanti TKI Asal Karawang Dihukum Mati di Arab Saudi
Satu-satunya cara agar Susanti bebas dari eksekusi mati adalah membayar tebusan Rp 40 miliar kepada pemerintah kerajaan Arab Saudi.
BANGKAPOS.COM - Susanti (35), tenaga kerja Indonesia asal Desa Cikarang, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, terancam hukuman mati di Arab Saudi.
Susanti divonis hukuman mati setelah dituduh membunuh anak majikannya pada 2011 silam.
Karena kasusnya sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap, maka satu-satunya cara agar Susanti bebas dari eksekusi mati adalah membayar tebusan kepada pemerintah kerajaan Arab Saudi.
Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, mengungkap kasus Susanti sudah inkrah oleh pengadilan seusai divonis membunuh anak majikan oleh pengadilan.
Karding mengatakan hanya ada satu cara agar Susanti bisa terbebas dari hukuman mati. Yakni, pemerintah harus menebus dengan minimal Rp40 miliar.
"Itu sudah inkrah. Yang bisa kita lakukan adalah membayar. Kalau menurut teman-teman Kementerian Luar Negeri minimal Rp 40 miliar," kata Karding di Istana Negara, Jakarta, Jumat (14/3/2025) sore, dikutip dari Tribunnews.com.
Karding menjelaskan pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri sudah berupaya untuk mengumpulkan uang demi menebus Susanti dari jeratan hukuman mati. Akan tetapi, uang yang dikumpulkan tidak mencukupi.
"Kementerian Luar Negeri sudah berupaya melakukan nego dan sudah mengumpulkan anggaran tapi belum cukup," jelasnya.
Lebih lanjut, Karding menambahkan pemerintah juga sedang berupaya agar menunda agar Susanti tidak langsung dieksekusi di Arab. Nantinya, pemerintah sembari mencari biaya untuk bisa membebaskan Susanti
"Mudah-mudahan ini bisa kita delay sambil kita cari biaya untuk membebaskan. Kalau model begitu di Arab harus membayar dengan harga tertentu," jelasnya.
"Semoga ya kita usahakan," tutupnya.
Sebelumnya, Susanti binti Mahpudin, tenaga kerja Indonesia asal Desa Cikarang, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, terancam hukuman mati di Arab Saudi.
Dia divonis membunuh anak majikan oleh pengadilan pada 20 April 2011 lalu.
Informasi mengenai vonis Susanti terlambat diketahui karena pihak berwenang terlambat menyampaikan salinan putusan.
Sidang vonis digelar 20 April 2011, namun salinan putusan baru disampaikan ke Kedutaan Besar RI lima bulan kemudian atau September 2011.
Pihak keluarga di Karawang juga baru mengetahui kabar itu akhir Desember 2011.
Sejak keberangkatan Susanti ke Arab Saudi tahun 2008, keluarga tidak menerima kabar, baik surat maupun telepon.
Bersama Dinas Tenaga Kerja Karawang, keluarga akhirnya melacak keberadaan Susanti ke perusahaan penyalur dan instansi terkait di Jakarta.
Susanti divonis hukuman mati karena tuduhan membunuh anak majikan. Dia tidak didampingi pengacara dan mengaku dipaksa membunuh anak majikannya.
Menurut pengakuan Susanti, anak majikannya yang berusia 13 tahun sebenarnya tewas karena gantung diri.
Hukuman Mati di Arab Saudi
Melansir Wikipedia, hukuman mati di Arab Saudi merupakan hukuman yang sah. Sebagian besar eksekusi di negara tersebut dilakukan dengan pemenggalan kepala.
Arab Saudi merupakan satu-satunya negara yang masih menggunakan metode ini.
Namun terkadang hukuman mati dapat dilakukan dengan cara ditembak atau dengan regu tembak .
Hukuman mati digunakan baik untuk pelaku kejahatan yang mematikan maupun kejahatan yang tidak mematikan, maupun pelaku kejahatan remaja.
Di antara mereka yang dieksekusi adalah orang-orang yang didakwa dengan terorisme yang tidak mematikan, tuduhan yang pernah digunakan terhadap orang-orang yang berpartisipasi dalam protes terhadap rezim otoriter di Arab Saudi.
Hukuman mati hampir secara eksklusif didasarkan pada sistem pertimbangan putusan pengadilan ( tazir ), mengikuti prinsip klasik untuk menghindari hukuman yang ditentukan oleh Syariah ( hudud ) jika memungkinkan.
Sebagai respons terhadap peningkatan kejahatan kekerasan pada tahun 1970-an, hukuman-hukuman ini meningkat. Hal ini sejalan dengan perkembangan serupa di AS dan daratan Tiongkok pada akhir abad ke-20.
Sebuah alun-alun di ibu kota Kerajaan, Riyadh, dikenal di Barat sebagai "Lapangan Chop-Chop" karena eksekusi publik di sana.
Kerajaan Arab Saudi mengeksekusi setidaknya 158 orang pada tahun 2015, 154 pada tahun 2016, 146 pada tahun 2017, 149 pada tahun 2018, 184 pada tahun 2019, 69 pada tahun 2020, 196 pada tahun 2022, 172 pada tahun 2023 dan 345 pada tahun 2024.
Pada tahun 2022, Arab Saudi mengeksekusi lebih banyak orang dibandingkan tahun mana pun selama tiga dekade sebelumnya.
Eksekusi massal terbesar yang pernah diketahui dalam sejarah negara tersebut dilakukan pada tanggal 12 Maret tahun 2022, ketika 81 orang dieksekusi, termasuk tujuh warga Yaman dan satu warga Suriah.
Pada tahun 2024, jumlah eksekusi mencapai titik tertinggi baru yaitu 345, hampir dua kali lipat dari jumlah eksekusi yang dilakukan pada tahun 2023 yaitu 172.
(Tribunnews.com/Igman Ibrahim) (Bangkapos.com)
Sosok Kopda Bazarsah, Tembak 3 Polisi di Lampung Kini Dipecat dari TNI dan Dihukum Mati |
![]() |
---|
Divonis Hukuman Mati, Jejak Gelap Kopda Bazarsah Penambak Mati 3 Polisi Lampung di Arena Sabung Ayam |
![]() |
---|
Sosok Kopda Basarsyah TNI AD Divonis Hukuman Mati Kasus Tembak 3 Polisi di Lampung, Dipecat dari TNI |
![]() |
---|
Tok! In Dragon Pembunuh Gadis Penjual Gorengan di Padang Pariaman Dijatuhi Hukuman Mati |
![]() |
---|
5 Destinasi Wisata di Negara Arab Saudi yang Sangat Cocok Dikunjungi Wisatawan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.