Breaking News

Profil dan Jejak Karir Arif Budimanta Sebayang, Eks Stafsus Jokowi Diperiksa KPK Soal Korupsi

Berikut profil dan jejak karir Arif Budimanta Sebayang, Eks Staf Khusus Jokowi yang kini diperiksa oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).

Penulis: Agis Priyani | Editor: Evan Saputra
Tribun Medan
EKS STAFSUS JOKOWI -- Mantan Stafsus Jokowi, Arif Budimanta Sebayang diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Politisi PDI Perjuangan ini diperiksa sekaitan kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank 

BANGKAPOS.COM - Berikut profil dan jejak karir Arif Budimanta Sebayang, Eks Staf Khusus Jokowi yang kini diperiksa oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).

Staf Khusus Bidang Ekonomi Era Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), Arif Budimanta, mendatangi KPK. Arif datang untuk diperiksa KPK.

Untuk diketahui, nama Arif tidak ada dalam jadwal pemeriksaan KPK untuk hari ini. Namun Jubir KPK Tessa Mahardhika mengatakan Arif diperiksa untuk perkara yang sedang ditangani.

"Tentunya pasti dimintakan keterangan untuk perkara yang saat ini sedang ditangani, Itu sudah pasti. Apakah ada tambahan lagi keterangan yang dibutuhkan oleh penyidik dalam rangka alat bukti tambahan maupun bukti tambahan bisa jadi, tetapi tidak bisa dikonfirmasi saat ini," kata Tessa di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (14/4/2025).

Arif Budimanta diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank.

Baca juga: Kalender Mei 2025 : Menikmati Libur Lebih Panjang di Pertengahan Bulan, Catat Tanggalnya

Hanya saja, Tessa mengatakan bahwa Arif Budimanta Sebayang diperiksa selama 10 jam, untuk dimintai keterangannya terkait kasus tersebut.

"Semua keterangan yang dibutuhkan akan ditanyakan oleh penyidik, tentunya 10 jam itu bukan waktu yang sedikit, berarti banyak materi yang perlu dikonfirmasi kepada yang bersangkutan," kata Tessa dalam pernyataannya, Selasa (15/4/2025) dikutip dari Tribunnews.com.

Namun, Tessa tidak menjelaskan lebih lanjut apakah nantinya politisi PDI Perjuangan itu akan kembali dipanggil untuk diperiksa ulang.

Profil dan Jejak Karir Arif Budimanta Sebayang

Arif Budimanta Sebayang adalah seorang ekonom di Indonesia.

Ia lahir di Medan, Sumatera Utara, pada 15 Maret 1968.

Dalam karier politiknya, Arif Budimanta Sebayang pernah menjadi Anggota DPR RI periode 2009-2014 dari PDI Perjuangan.

Lalu, ia pun sempat menjabat sebagai Staf Khusus Bidang Ekonomi era Presiden RI ke-7 Joko Widodo.

Adapun latar pendidikannya, Arif Budimanta Sebayang menyelesaikan pendidikan sarjananya di Institut Pertanian Bogor dengan mengambil jurusan Ilmu Tanah pada tahun 1990.

Selanjutnya ia menempuh pendidikan Program Pasca Sarjana di Universitas Indonesia dengan mengambil konsentrasi Ekonomi Sumber Daya Alam dan lulus pada tahun 1996.

Pada tahun 2006, Arif Budimanta Sebayang meraih gelar doktor dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Hingga kemudian pada tahun 2015, Arif melanjutkan studi mengenai keuangan di University of Chicago, Senior Executive Program di Harvard Business School, serta ASEAN-ROK Next Generation Opinion Leaders Program yang diselenggarakan oleh The Korea Foundation.

Jejak Karir

Karier politik Arif Budimanta Sebayang bersama PDIP cukup berjalan mulus.

Selain pernah menjabat sebagai Anggota DPR RI periode 2009-2014, Arif Budimanta Sebayang juga pernah menjabat sebagai Ketua DPP PDIP, pada periode 2005 hingga 2010.

Dan terakhir, Arif juga pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Fraksi PDIP di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, dari tahun 2009 hingga 2013.

Baca juga: Kalender 2025 Lengkap Tanggal Merah Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Bulan Mei

Selain aktif di dunia politik, Arif juga memiliki talenta profesional sebagai dosen dan penulis yang fokus di bidang ekonomi.

Sepanjang perjalanan kariernya, ia telah mengeluarkan beberapa buku.

Di antaranya buku dengan judul 'Indonesia Masa Kini' dan 'Masa Depan dalam Membangun Kemandirian Indonesia' (1994) dan juga 'Community Development di Industri Pertambangan dalam Akses Peran Serta Masyarakat', Penerbit Sinar Harapan (2003).

Kemudian pada tahun 2004 lalu, Arif juga telah menerbitkan buku, yakni 'Pedoman Pengembangan Masyarakat di Industri dan Sumber Daya Mineral', serta 'Corporate Social Responsibility: Jawaban bagi Model Pembangunan di Indonesia Masa Kini.

Pada tahun 2019 lalu, Presiden Joko Widodo memilih Arif Budimanta Sebayang Bersama 13 orang lainnya menjadi staf khusus yang akan membantu presiden selama masa pemerintahannya.

Arif Budimanta Sebayang ditugaskan untuk membantu memberikan masukan kepada Jokowi di bidang ekonomi.

Riwayat Organisasi Arif Budimanta Sebayang

Ketua DPP PDI Perjuangan (2005-2010)

Direktur Ekslusif Megawati Institute (2008-sekarang)

Wakil Ketua Umum Baitul Muslimin Indonesia (2007-2012)

Ketua Departeman Ekonomi KAHMI (2013-2016)

Dewan Pakar Masyarakat Ekonomi Syariah

Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)

Dewan Penasihat PP Ikatan Anggar Seluruh Indonesia

Standing Committe of International Parliament Union (IPU)

Pendiri dan Senior Advisor Indonesia Center for Sustainable Development (ICSD)

Pengurus Pusat Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor (IPB)

Anggota Global Development Network

Dugaan Korupsi

Arif Budimanta Sebayang diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank.

Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, Arif diperiksa penyidik selama kurang lebih 10 jam.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan sejumlah tersangka. 

Mereka yaitu Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi dan Direktur Pelaksana 4 LPEI Arif Setiawan.

Tetapi terhadap dua tersangka tersebut belum dilakukan penahanan.

Sedangkan sudah ada tersangka yang dilakukan penahanan, yakni Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy (PE); Jimmy Masrin; Direktur Keuangan PT PE, Susy Mira Dewi Sugiarta; dan Direktur Utama PT PE, Newin Nugroho.

Dalam konstruksi perkara dijelaskan, pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada 11 debitur ini berpotensi mengakibatkan kerugian negara, dengan total mencapai Rp11,7 triliun. Dari 11 debitur, PT Petro Energy salah satunya.

"Dalam konstruksi perkaranya, bahwa diduga telah terjadi benturan kepentingan antara direktur LPEI dengan debitur [PT PE] dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (20/3/2025).

Kata Asep, direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai margin keuntungan.

Direktur LPEl memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan.

"PT PE diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlaying pencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya PT PE Melakukan window dressing terhadap laporan keuangan [LK]," katanya.

Asep berujar, PT PE mempergunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit dengan LPEI.

Atas pemberian fasilitas kredit oleh LPEI khusus kepada PT PE ini, KPK menyebut telah mengakibatkan kerugian negara sebesar 18.070.000 dolar Amerika Serikat (AS) (Rp297.703.250.000) dan Rp549.144.535.027.

Bila dijumlahkan sekira Rp846.847.785.027 (Rp846 miliar).

Di sisi lain, kata Asep, KPK telah melakukan penyitaan aset atas nama perusahaan yang terafilisasi dengan tersangka, sebanyak 22 aset di Jabodetabek serta 2 aset di Surabaya. 

Terhadap 24 aset tersebut telah dilakukan penilaian berdasarkan zona nilai tanah (ZNT) senilai Rp882.546.180.000 (Rp882 miliar).

(Bangkapos.com/Tribun Timur/Tribun Medan)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved