Sosok Adhel Setiawan, Wali Murid Laporkan Dedi Mulyadi ke Komnas HAM, Profesi Mentereng

Adhel Setiawan bukan sosok sembarangan, ia merupakan seorang pengacara. Adhel Setiawan tergabung dalam tim Defacto & Partners Law Office.

Penulis: Fitri Wahyuni | Editor: Dedy Qurniawan
Kolase Instagram // Kompas.com/Faqih Rohman Syafei
DEDI MULYADI DILAPORKAN WALI MURID -- (kiri) Adhel Setiawan // (kanan) Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi || Adhel Setiawan selaku wali murid melaporkan Dedi Mulyadi ke Komnas HAM, ia tidak setuju dengan kebijakan Dedi Mulyadi mengirim anak nakal ke barak militer. 

BANGKAPOS.COM -- Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dilaporkan ke Komnas HAM oleh wali murid, Adhel Setiawan.

Adhel Setiawan menilai kebijakan Dedi Mulyadi mengirim anak nakal ke barak militer berpotensi melanggar HAM.

Dengan lantang Adhel Setiawan mengatakan ia tidak setuju dengan kebijakan baru Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

"Saya selaku orang tua murid di Jawa Barat tidak setuju dengan kebijakan ini."

"Saya ingin kebijakan itu dihentikan karena kami menilai kebijakan ini syarat dengan dugaan pelanggaran HAM," ungkap Adhel Setiawan dikutip dari tayangan Kompas TV, Sabtu (9/5/2025).

Sosok Adhel Setiawan

Adhel Setiawan bukan sosok sembarangan, ia merupakan seorang pengacara.

Adhel Setiawan tergabung dalam tim Defacto & Partners Law Office.

Selain berprofesi sebagai pengacara, Adhel kabarnya juga pernah menjadi Ketua Forum Silaturahmi Alumni (FSA) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Sosok Adhel pernah disorot beberapa tahun lalu saat menangani sejumlah kasus.

Ia pernah melaporkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI ke Komisi Informasi (KI) Pusat.

Ahdel bahkan sempat mengikuti didang Penyelesaian Sengketa Informasi publik antara dirinya sebagai pemohon dengan Termohon KPPU RI.

Pada sidang yang digelar di Ruang Sidang Utama KI Pusat, Selasa (25/02/2025) tersebut, Majelis Komisioner juga memeriksa bukti dukung tambahan yang disampaikan oleh para pihak.

Dari hasil sidang, Komisi Informasi (KI) Pusat menolak permohonan sengketa informasi publik yang diajukan oleh Adhel Setiawan terhadap Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Hal ini disampaikan Majelis Komisioner yang diketuai Rospita Vici Paulyn bersama Anggota Arya Sandhiryudha dan Samrotunnajah Ismail dalam sidang pembacaan putusan yang berlangsung di Ruang Sidang Utama KI Pusat, Jakarta (29/04).

Majelis Komisioner menyatakan bahwa informasi yang disengketakan oleh Pemohon berupa Pakta Integritas terkait Perkara Nomor 04/KPPU-I/2024 merupakan informasi yang dikecualikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

”Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan bahwa informasi yang dimohon oleh Pemohon berupa Dokumen Pakta Integritas atas Perkara Nomor 04/KPPU-I/2024 adalah informasi yang dikecualikan,” ujar Rospita Vici Paulyn dalam membacakan putusan. 

Adhel Setiawan sebelumnya mengajukan permohonan agar KPPU memberikan dokumen Pakta Integritas terkait Perkara Nomor 04/KPPU-I/2024, dengan tujuan untuk mengetahui kepatuhan para Terlapor terhadap putusan perkara tersebut. 

Namun, KPPU menolak permohonan tersebut dengan alasan bahwa informasi yang dimintakan adalah rahasia sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 99 Ayat (4) Peraturan KPPU No 2 Tahun 2023.

KPPU menyampaikan bahwa informasi yang dimintakan dibuat oleh pelaku usaha (Shopee) sebagai syarat permohonan perubahan perilaku dan bukan diterbitkan oleh Termohon.

Selanjutnya, pengecualian dokumen tersebut menurut Termohon, dikarenakan berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi bagi pelaku usaha, selain juga dalam rangka menjaga kerahasiaan usaha.

Adhel Setiawan Laporkan Dedi Mulyadi ke Komnas HAM

Adhel Setiawan mengkritik keras kebijakan yang diinisiasi Dedi Mulyadi terkait mengirim siswa nakal ke barak militer.

Dia mengaku tak setuju dengan kebijakan tersebut.

"Saya selaku orang tua murid di Jawa Barat tidak setuju dengan kebijakan ini."

"Saya ingin kebijakan itu dihentikan karena kami menilai kebijakan ini syarat dengan dugaan pelanggaran HAM," ungkap Adhel Setiawan dikutip SURYA.CO.ID dari tayangan Kompas TV, Jumat (9/5/2025).

Adhel mengungkapkan tiga alasan tidak setuju dengan kebijakan Dedi Mulyadi.

Pertama, makna dari pendidikan. Menurutnya, mantan Bupati Purwakarta itu tidak paham akan definisi pendidikan seperti apa.

"Permasalahan kenakalan remaja menurut kami sebagai orang tua siswa, kenakalan siswa karena mereka tidak didengar permasalahan mereka,"

"dan itu tugas guru dan orang tua beserta pemerintah yang memegang kebijakan tentang pendidikan. Bukan ujug-ujug dibawa ke militer," sambungnya.

Kedua, Adhel mempertanyakan soal kurikulum yang dipakai militer untuk mendidik para siswa nakal.

Dia merasa ngeri saat mendengar cerita anak-anak tersebut menetap di barak militer dengan berbagai macam aturan.

"Ada enggak jaminan selama dibina di barak ini mereka tidak diintimidasi, tidak dibentak, tidak dimarahi?"

"Buktinya kemarin saya baca di berita itu mereka bangun jam 4 pagi, tidur jam 10 malam, dipakain baju militer, diajarin baris berbaris, rambut dibotakin, ini terbuka peluang yang sangat besar untuk terjadinya pelanggaran HAM," ujar Adhel.

Karenanya, Adhel pun mempertanyakan apakah ada jaminan anak-anak tersebut diperlakukan dengan baik selama di militer.

"Apa ada jaminan dengan dibawa ke barak militer, masalah kenakalan itu akan terselesaikan? kan enggak ada jaminan juga."

"Apalagi kurikulum untuk pendidikan militer tidak diuji tidak terbukti ampuh atau tidak. Kurikulum maupun metode yang baik untuk anak itu sudah lengkap diatur Kementerian Pendidikan."

"Jadi bukan memanusiakan manusia, tapi memiliterkan manusia," kata Adhel Setiawan.

Alasan ketiga, Adhel menduga Dedi Mulyadi sedang menyalahgunakan wewenangnya sebagai Gubernur.

Sebab kata Adhel, tidak ada pasal dalam undang-undang yang memperbolehkan militer ikut andil dalam mendidik para siswa.

"Enggak ada satu pun payung hukum yang membolehkan militer ikut andil menyelesaikan permasalahan kenakalan remaja. Itu enggak ada satupun pasalnya."

"Dilihat dari sini, kami menduga Dedi Mulyadi ini sudah melakukan penyalagunaan wewenang"

"Paling tidak melampaui kewenangannya sebagai Gubernur karena mengeluarkan kebijakan yang tidak berdasar hukum dan cenderung melanggar HAM," pungkas Adhel.

Dampak Psikologis bagi Anak 

Pengamat pendidikan Doni Koesoema menilai, pembinaan karakter berbasis militer untuk siswa nakal dapat memberikan stigma bagi mereka yang akhirnya malah memperparah kondisi psikologis, bukan memberikan efek jera.

“Begitu mereka balik ke sekolah, mereka akan dicap. Relasi sosial akan berubah. Mereka bisa dikucilkan. Belum lagi dampak psikologis jangka panjang kalau tidak ada pendampingan,” kata Doni kepada Kompas.com, Jumat.

Doni mengkritik asumsi yang digunakan dalam program ini, yakni bahwa anak-anak tersebut sudah tidak bisa dibina oleh orang tua atau sekolah, sehingga diserahkan ke militer.

Menurut dia, pihak sekolah dan orangtua ikut berperan dalam mendidik anak-anak mereka, bukan malah lepas tangan dan mengirim mereka ke barak.

“Itu pendekatan pendidikan yang keliru. Kalau anak melakukan tindak kriminal, itu ranah hukum. Tapi kalau hanya membolos, malas, atau membuat onar, itu masih ranah pendidikan," kata Doni.

Doni pun mengingatkan, anak punya hak untuk mengungkapkan pendapatnya sebelum diikutsertakan dalam program tersebut.

Ia khawatir ada banyak anak yang tidak setuju untuk dikirim ke barak militer, tetapi dipaksakan.

(Bangkapos.com/TribunnewsBogor.com/Surya.co.id/Kompas.com)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved