Tribunners

Dinasti Kurikulum yang Tak Pernah Monarki

Kurikulum harus dibangun atas dasar riset mendalam, kolaborasi dengan guru dan akademisi, serta evaluasi yang transparan.

Editor: suhendri
Istimewa/Dok. Firdaus
Firdaus - Dosen IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung 

Catatan lain, belum habis dan masif untuk mengaplikasikan kurikulum yang sudah ada, seperti contoh  media belajar yang dipakai (buku) harus diperbarui alias diganti karena harus mengikuti kurikulum baru dan dirasa menjadi beban baik secara finansial maupun mental anak didik dan orang tua. 

Kurikulum Merdeka: Harapan Baru atau Wajah Lama yang Diperbarui?

Kurikulum Merdeka yang digagas pasca-pandemi Covid-19 digadang-gadang sebagai bentuk pembelajaran yang lebih humanis dan fleksibel. Dengan pendekatan diferensiasi, proyek penguatan profil pelajar Pancasila, dan kebebasan memilih materi, kurikulum ini seharusnya menjadi angin segar dalam dunia pendidikan. Namun, tantangannya tidak kecil.

Pertama, tidak semua sekolah siap dengan infrastruktur dan SDM yang memadai. Sekolah di kota besar mungkin mampu menerapkan Kurikulum Merdeka dengan cukup baik, tetapi bagaimana dengan sekolah di pelosok yang bahkan kekurangan guru tetap? 

Kedua, pemahaman guru terhadap filosofi kurikulum ini belum merata. Banyak guru yang masih berorientasi pada penuntasan materi dan pencapaian nilai, bukan pada proses pembelajaran yang bermakna.

Ketiga, sistem evaluasi yang belum tuntas. Kurikulum Merdeka masih dalam tahap implementasi terbatas dan uji coba. Namun, di banyak tempat sudah diberlakukan seolah-olah telah siap pakai. Ini menimbulkan kebingungan di kalangan sekolah dan orang tua.

Keempat, partisipasi masyarakat dan orang tua masih minim. Kurikulum Merdeka mengandaikan adanya kerja sama yang kuat antara sekolah dan lingkungan sosial murid. Namun, tanpa dukungan budaya literasi yang kuat dan pemahaman mendalam dari orang tua, tujuan kurikulum ini sulit tercapai.

Kembali pada esensi pendidikan

Sudah saatnya kita melepaskan pendidikan dari jerat kepentingan politik sesaat. Kurikulum harus dibangun atas dasar riset mendalam, kolaborasi dengan guru dan akademisi, serta evaluasi yang transparan. Visi pendidikan tidak bisa dikejar dalam lima tahun masa jabatan. Ia harus diletakkan dalam fondasi jangka panjang yang berpihak pada anak didik, bukan pada ego birokrat.

Pendidikan harus dibumikan, bukan sekadar dimimpikan. Harapan tentang generasi unggul, berakhlak mulia, dan berdaya saing global tidak akan pernah terwujud jika landasan pendidikannya goyah dan berubah-ubah. Kita perlu menghargai konsistensi, bukan sekadar kebaruan.

Jika memang ingin membangun dinasti kurikulum, maka jadikanlah ia sebagai dinasti yang berkarakter negarawan: visioner, konsisten, berkelanjutan, dan mendengar suara rakyat. Bukan sekadar dinasti kosmetik yang berganti wajah namun tetap mengabaikan akar masalah. Kita tidak butuh raja yang baru setiap lima tahun. Kita butuh pemimpin pendidikan yang bisa menanam pohon kurikulum hari ini, meski ia tahu bahwa buahnya baru bisa dinikmati generasi mendatang.

Saatnya membangun kurikulum yang berdaulat

Pendidikan adalah investasi jangka panjang. Ia tidak boleh tunduk pada ambisi jangka pendek. Maka, mari kita dorong terbentuknya kebijakan kurikulum yang tidak hanya terpusat pada birokrasi, tetapi melibatkan para pelaku di lapangan: guru, siswa, dan komunitas sekolah. 

Dinasti kurikulum harus berhenti menjadi panggung politik. Ia harus menjadi medan perjuangan bersama untuk membangun masa depan bangsa. Untuk itu, pembuatan kurikulum sejatinya harus berlepas diri dari conflict of interest  rezim yang  berkuasa yang harus mengawal proses pembuatan kurikulum yang disusun dan dijalankan berdasarkan kepentingan pendidikan jangka panjang dan kebutuhan nyata peserta didik, bukan atas dasar tekanan politik, ekonomi, atau pencitraan individu/kelompok.

Sebab, hanya dengan kurikulum yang berdaulat dan merdeka dari kepentingan sempit, kita bisa melahirkan generasi yang benar-benar merdeka dalam berpikir, berkarya, dan menjadi manusia seutuhnya sesuai dengan visi Pendidikan Nasional  Indonesia yakni  “Mewujudkan sistem pendidikan yang memberdayakan semua warga negara untuk menjadi manusia berkualitas dan mampu menghadapi tantangan zaman.” (*)

Sumber: bangkapos
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved