Keluarga Juliana Marins Protes Tak Terima Hasil Autopsi di Indonesia, Ada Beda Waktu Kematian

Jenazah Juliana Marins (26), pendaki Brasil yang meninggal di Gunung Rinjani, Lombok, Indonesia telah melakukan autopsi kedua atau ulang.

Penulis: Rusaidah | Editor: Rusaidah
Tangkapan layar dari akun Instagram @ajulianamarins
JULIANA MARINS - Keluarga Juliana Marins meminta dilakukan autopsi ulang untuk menyelidiki apakah ada dugaan kelalaian dalam proses penyelamatan oleh pihak berwenang Indonesia. 

BANGKAPOS.COM - Jenazah Juliana Marins (26), pendaki Brasil yang meninggal di Gunung Rinjani, Lombok, Indonesia telah melakukan autopsi kedua atau ulang.

Autopsi kedua ini dilakukan dua ahli forensik dari Kepolisian Rio de Janeiro, Brasil serta disaksikan seorang perwakilan dari Kepolisian Federal dan bantuan teknis dari pihak keluarga.

Hasil autopsi kedua jenazah Juliana Marins (26), pendaki Brasil yang meninggal di Gunung Rinjani, Lombok, Indonesia, diketahui publik.

Baca juga: Penyebab Juliana Marins Meninggal Seusai Terjatuh di Gunung Rinjani, Hanya Bertahan 20 Menit

Respons keluarga Juliana Marins terhadap hasil kedua autopsi ini disorot media.

Pasalnya, keluarga Juliana Marins merasa tidak terima dengan autopsi di Indonesia.

Melansir TribunJateng, keluarga merasa belum mengetahui lebih jelas penyebab dan waktu kematian wanita berusia 26 tahun tersebut.

Keluarga Juliana pun meminta dilakukan autopsi ulang untuk menyelidiki apakah ada dugaan kelalaian dalam proses penyelamatan oleh pihak berwenang Indonesia.

Jenazah Juliana Marins pun diterbangkan ke Brasil pada Selasa (1/7/2025).

Baca juga: Terungkap Kondisi Terakhir Juliana Marins, Kepala Retak hingga Tubuh Patah, Agam: Tak Mungkin Hidup

Ia langsung dibawa ke Institut Medis Legal (IML) Afranio Peixoto, di Rio de Janeiro, untuk pemeriksaan forensik tambahan.

Otopsi kedua ini dilakukan dengan pengawasan perwakilan keluarga dan ahli dari Kepolisian Federal Brasil.

Pihak keluarga juga tidak melakukan kremasi pada jasad Juliana untuk berjaga-jaga jika dilakukan pemeriksaan ulang.

Setelah hasil autopsi kedua keluar, keluarga kembali tak terima.

Pihak keluarga protes dan meminta autopsi ulang.

"Keluarga tidak menerima apa pun," kata Mariana Marins, kakak dari Juliana, kepada Globo, saat ditanya soal hasil autopsi lanjutan tersebut.

Melansir WartaKotalive, data dari Institut Kedokteran Forensik Rio de Janeiro pada Kamis (10/7/2025), Juliana Marins tewas 10 hingga 15 menit seusai terjatuh dalam jurang ketinggian ratusan meter.

Dari laporan tersebut dijelaskan Juliana Marins meninggal dunia akibat mengalami cedera fatal sebelum akhirnya kehabisan napas. 

Juliana Marins meninggal karena pendarahan internal hebat dan trauma parah akibat terjatuh dari ketinggian.

Hasil pemeriksaan forensik, Juliana Merins mengalami fraktur pada panggul, dada, tengkorak, dan beberapa bagian tubuh lainnya cedera yang membuatnya tidak mampu bergerak atau meminta pertolongan.

Tim forensik Brasil memperkirakan korban masih hidup selama 10 hingga 15 menit sebelum akhirnya meninggal dunia.

Rentang waktu ini jauh lebih singkat dibandingkan hasil autopsi di Rumah Sakit Bali Mandara, Denpasar, Indonesia.

Hasil Autopsi Pertama di Indonesia

Proses autopsi pertama dilakukan di Rumah Sakit Bali Mandara, Denpasar, Indonesia pada Kamis (26/6/2025) pukul 22.00 WITA.

Dokter Ida Bagus Putu Alit, DMF. Sp.F selaku dokter forensik RSUD Bali Mandara mengungkapkan hasil autopsi jenazah Juliana Marins ditemukan luka-luka pada seluruh tubuh Juliana Marins.

Terutama luka lecet geser yang menandakan korban memang tergeser dengan benda-benda tumpul. 

"Kemudian kita juga menemukan adanya patah-patah tulang. Terutama di daerah dada, bagian belakang, juga tulang punggung dan paha," kata Dokter Alit dilansir Tribun-Bali.

Dari patah-patah tulang ini, terjadi kerusakan pada organ-organ dalam serta pendarahan. 

Pihak rumah sakit menyimpulkan sebab kematian Juliana Marins adalah karena kekerasan tumpul, yang menyebabkan kerusakan organ-organ dalam dan pendarahan.

Pendarahan paling parah dan banyak terjadi di dada dan perut. 

Tidak ada organ seplin yang mengkerut atau menunjukkan perdarahan lambat. 

Sehingga dapat disampaikan, kematian yang terjadi pada korban itu dalam jangka waktu yang sangat singkat dari luka terjadi.

"Kami tidak menemukan bukti-bukti atau tanda-tanda bahwa korban itu meninggal dalam jangka waktu yang lama dari luka-luka," imbuh Dokter Alit.

Pihaknya memprediksi, Juliana Marins meninggal paling lama 20 menit setelah peristiwa benturan itu.

Sementara, dugaan meninggal karena hipotermia, Dokter Alit mengaku pihaknya tak dapat memeriksa dugaan hipotermia.

Sebab jenazah sudah dalam kondisi lama, sehingga tak dapat memeriksa cairan pada bola mata jenazah. 

Jadi Pembicaraan Utama di Brasil

Kasus meninggalnya pendaki asal Brasil, Juliana Marins, di Gunung Rinjani Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB) pekan lalu mengundang simpati rakyat Brasil.

Kasus ini menjadi pembicaraan rakyat Brasil, diulas media dan para  publik figur di negara itu.

Bahkan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva turun tangan langsung  memerintahkan aparatnya membawa jenazah Juliana Marins pulang ke Brasil.

Jumat (4/7/2025) kemarin sore, jenazah Juliana Marins dimakamkan di kampung halamannya di Parque da Colina de Pendotiba,  Niterói.

Ibu Negara Brasil Janja da Silva didampingi Menteri Kesetaraan Ras Anielle Franco menghadiri pemakaman bersama warga.

Sementara itu Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva menerima kunjungan Presiden Indonesia Prabowo Subianto hari ini, Rabu (9/7/2025) di Istana Presiden Brasil.

Dalam pertemuan itu, kematian Juliana Marins diperkirakan sedikit diungkit.

Menurut Aloysio Gomide Filho, Direktur Departemen Komunitas dan Urusan Konsuler Brasil, presiden Brasil diperkirakan akan mengucapkan terima kasih kepada Indonesia atas kerja samanya dalam pencarian jenazah Juliana Marins.

"Kalaupun nanti ada pembahasan soal itu, tentu saja untuk menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Indonesia atas komitmennya terhadap kasus ini," kata diplomat itu dikutip dari Globo.

Itamaraty menyatakan bahwa semua dukungan diberikan Indonesia selama penyelamatan dan komunikasi mengalir semulus mungkin, mengingat kondisi cuaca.

Prabowo berada di Brasil menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025.

Setelah itu, Prabowo Subianto melanjutkan lawatan ke ibu kota Brasil, Brasília, pada Senin 7 Juli 2025, waktu setempat.

Kunjungan ini merupakan yang pertama sejak Indonesia resmi bergabung dengan BRICS pada Januari tahun ini.

Ini kedua kalinya Prabowo di Brasil.

Pada November 2024 lalu Prabowo di Brasil menghadiri KTT G20.

Diantara topik yang akan dibahas adalah ketahanan pangan, krisis iklim, dan pencarian solusi diplomatik untuk konflik di Timur Tengah, dengan perhatian khusus pada situasi di Palestina. 

Indonesia merupakan negara Muslim terbesar di dunia, dan pemerintah Brasil melihat dialog dengan Jakarta sebagai kesempatan untuk memperkuat pertahanan solusi damai bagi kawasan tersebut.

Brasil juga berharap dapat mengandalkan dukungan Indonesia pada KTT Ketahanan Pangan, yang akan diselenggarakan pada bulan September di Fortaleza.

Dari sudut pandang ekonomi, kemajuan diharapkan terjadi dalam negosiasi untuk meningkatkan ekspor daging sapi Brasil dan membuka pasar domestik bagi daging ayam Indonesia.

Pengumuman kunjungan Prabowo sendiri telah membuahkan hasil praktis, seperti dimulainya kembali visa antara kedua negara.

Agenda resmi meliputi pertemuan bilateral, pidato bersama kepada pers, dan jamuan makan siang yang diselenggarakan di Istana Planalto.

Belum ada konfirmasi mengenai penandatanganan dokumen, tetapi lima instrumen bilateral sedang dinegosiasikan, di bidang pertahanan, pengawasan kesehatan, bantuan timbal balik, dan pendidikan.

Kemungkinan kunjungan Lula ke Indonesia untuk berpartisipasi dalam KTT ASEAN, yang dijadwalkan pada Oktober, juga sedang dipelajari. (Tribunnews.com)

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved