Tak Banyak yang Tahu Begini Kisah Cinta Soeharto dan Ibu Tien, Manis Bak Sinetron

Editor: M Zulkodri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

(Foto Bombastis)

Bu Prawiro meyakinkan bahwa dirinya cukup dekat dengan keluarga Soemoharjomo. Selain itu, “Keadaan sudah berubah,” terang Bu Prawiro.

Hartinah sendiri dikabarkan sempat membuat pusing keluarganya. Sebab berkali-kali dia menolak lamaran banyak pria yang meminangnya.

CINTA DATANG KARENA TERBIASA

Tak lama setelah pertemuan itu, Soeharto dan keluarga bibinya berkunjung ke rumah Soemoharjomo di Solo, dipertemukan untuk pertama kalinya dengan Hartinh, calon istrinya.

Dalam pertemuan yang dalam adat Jawa disebut “nontoni” itu pun Soeharto masih belum percaya diri, “apakah dia akan benar-benar suka kepada saya?” Soeharto membatin.

Kenyataannya, keluarga Soemoharjomo menerima pinangan Soeharto.
 
Pernikahan dilakukan pada 26 Desember 1947.  Resepsinya sangat sederhana. Pada malam hari hanya bercahayakan temaram lilin. Tak dihadiri banyak tamu. Saat itu Soeharto berumur 26 dan Hartinah 24.

Menurut RE. Elson dalam Suharto: Sebuah Biografi Politik, hubungan cinta dua sejoli yang berbeda latar belakang status sosial itu diuntungkan oleh situasi zaman revolusi.

Era revolusi memungkinkan seorang pemuda desa seperti Soeharto memiliki “pamor” karena berkecimpung sebagai perwira militer yang memiliki tempat terhormat pada masa itu.

Itulah yang membuat gambaran Soeharto berbeda di depan mata calon mertuanya, selain tentu saja karena hubungan dekat keluarga pamannya dengan orangtua Hartinah.

“Perkawinan kami tidak didahului dengan cinta-cintaan seperti yang dialami oleh anak muda di tahun delapan puluhan sekarang ini. Kami berpegang pada pepatah, ‘witing tresna jalaran saka kulina,” kata Soeharto kepada Ramadhan KH, dalam Ucapan, Pikiran dan Tindakan Saya.

Baca: Kamu Ngak Bakalan Kuat, Kehidupan Warga Dubai Bikin Kamu Melongo, Kuburan Aja Isinya Mobil Mewah

HINGGA MAUT MEMISAHKAN

Tak ada bulan madu bagi mereka karena tiga hari setelah pernikahan, Soeharto harus kembali ke Yogyakarta untuk berdinas. Mereka pun tinggal di Jalan Merbabu Nomor 2.

Seminggu setelah itu, Soeharto harus meninggalkan sang istri karena ditugaskan ke Ambarawa untuk menghadapi serangan Belanda dari Semarang.

Menjadi istri tentara di zaman Perang kemerdekaan memang berat. Bahkan, saat harus melahirkan anak pertamanya, Hartinah terpaksa tak bisa ditemani Soeharto yang sedang bertempur. Meski begitu, dia tetap tegar dan setia.

Halaman
1234

Berita Terkini