Kala Mahasiswa Kunjungi Soeharto Setahun Setelah Sang Presiden Lengser

Editor: fitriadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Soeharto pada saat mengumumkan pengunduran dirinya di Istana Merdeka, Jakarta, pada tanggal 21 Mei 1998.

Di setiap sudut jalan terdapat petugas keamanan yang rasanya selalu mengamatai. Betapa groginya kami mengetahui Jln. Kamboja, akses langsung menuju Jln. Cendana, ternyata ditutup. Saya putar haluan menuju Jln. Tanjung untuk berbelok ke Jln. Cendana dalam jalur satu arah.

Di ujung jalan itu kami berhenti dan melapor kepada sekitar lima anggota keamanan bersenjata lengkap. Kami pun dipersilakan memasuki Jln. Cendana yang terlihat lengang. Petugas mengingatkan agar saya memarkir mobil di sisi kira, tepat di depan paviliun di sayap kanan kediaman Pak Harto yang dijadikan pos keamanan.

Baca: Vicky Prasetyo Angkat Kaki dari Rumah, Sudah 10 Hari Tinggalkan Angel Lelga Gegara Bertengkar Hebat

Di pos yang dijaga tiga petugas berbaju safari itu kami melapor dan meninggalkan kartu identitas. Sambil lalu saya melihat jam dinding, temyata waktu menunjukkan pukul sembilan.  Kami tepat waktu!

Kemudian kami diantar masuk ke halaman rumah Pak Harto melalui pintu yang dilengkapi alat deteksi logam seperti lazim terdapat di bandara. Sampai di teras samping, dua anggota keamanan tak berseragam memeriksa bawaan kami, termasuk kamera foto saya.

Dari tempat itu kami diantar menuju ke ruang tunggu tamu, setelah sekali lagi melalui pintu detektor metal. Di situlah kepanikan terjadi karena alarm berbunyi ketika saya lewat. Setelah dicari-cari, temyata gesper logam pada ikat pinggang saya pangkal sebabnya.

Di ruang tunggu ber-AC itu terdapat dua set furnitur berukir. Pada dinding terdapat beberapa lukisan dan foto "Keluarga Besar Jln. Cendana", dari anak, menantu, cucu, sampai cicit Pak Harto.

Terdapat juga kamera televisi sirkuit tertutup yang rasanya selalu mengawasi kami, bahkan sampai ke toilet yang terdapat di salah satu sisi ruang.

Baca: 3 Fakta Lain Terkait THR dan Gaji ke-13 Tahun 2018, Ternyata Tak Cuma Jumlahnya yang Lebih Besar

Sejenak Anton Tabah mengajak kami berbincang, diselingi suguhan minuman teh. la bilang, sejak ditugaskan sebagai sekretaris pribadi, ia baru tahu ternyata Pak Harto tidaklah seperti dilukiskan dan diduga banyak orang.

Ia  juga prihatin akan banyaknya sorotan dan hujatan terhadap bekas orang nomor satu di Indonesia itu. Anton juga menambahkan, rombongan kami termasuk beruntung karena menjadi salah satu yang terpilih di antara ribuan permohonan untuk bertemu setelah Pak Harto lengser.

Lebih dari itu, kami satu-satunya yang berstatus mahasiswa, pihak yang selama ini dikesankan berseberangan dengan Pak Harto.

Waktu menunjukkan pukul 09.30 ketika seorang ajudan masuk dan mempersilakan kami menuju ruang tamu. Untuk mencapai tempat itu kami keluar dulu menuju teras depan, kemudian masuk melalui pintu utama.

Kami diantar menuju ruang tamu khusus yang letaknya di depan ruang tamu utama. Bagian rumah itu sering tampak di televisi ketika dulu Pak Harto (juga almarhumah Ibu Tien) sedang dalam acara keluarga atau menerima tamu negara.  Ciri khasnya masih ada, yakni hiasan gading gajah berukir ukuran besar.

Baca: Bukan Nagita Bukan Pula Ayu Ting Ting, Ada Sosok Wanita Lain yang Menyintai Raffi Tanpa Batas

// googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-Inside-MediumRectangle'); }); //

Di ruang tamu khusus, Pak Harto sudah berdiri menunggu kami, dalam pakaian batik berwarna biru dan celana biru. Sebelum pintu ditutup, dua orang pelayan menyuguhkan teh hangat untuk kami berempat.

Selanjutnya Pak Harto sendirian menemui kami, tanpa didampingi ajudan atau sekretaris pribadi.

Diselingi suara ayam bekisar

Halaman
1234

Berita Terkini