"4 km itu panjang. Liasnya tidak tahu. Minimal 100 m? Kalau tebal 30 cm, maka volumenya 4000x100x0,5 = 200ribu m3, setara 40 ribu truk pasir."
Begitu tulisan Marco di Twitter yang menyedot perhatian publik terutama masyarakat di Babel.
Pada kesempatan itu, Marco juga menulis,
"Bupati2 Bangka Belitung yg kasih ijin ini bego ama ya: Jadinya orang Jakarta kan gak perlu lagi tamasya ke pantai putih Bangka-Belitung! Mustinya kasih 5 m2 saja, lalu dikasih tanda: Kalau mau lihat asli dan luas, datanglah ke Bangka-Belitung!"
"Karena itu rakyat Bangka Belitung mustinya menyadari ini sebagai pengkhiatan! Cari bupatinya mana saja. Jangan pilih lagi. Cari pengekspornya siapa saja, boikot!"
Terkait penjualan pasir tersebut, Kepala Badan Keuangan Daerah (Bakuda) Provinsi Bangka Belitung, Fery Afriyanto mengatakan hasil penjualan pasir putih sejenis tersebut, tidak masuk ke pajak provinsi, melainkan ke pajak kabupaten.
"Kalau pajak bahan galian non logam/pasir kuarsa/pasir bangunan/pasir urug, merupakan pajak kabupaten/kota, tidak masuk provinsi," jelas Fery saat dikonfirmasi bangkapos.com, Senin (7/12/2020).
Lebih lanjut, ia mengaku tidak mengetahui terkait kabupaten yang memperoleh hasil dari penjualan pasir putih tersebut
"Kita provinsi belum mendapat informasi lebih lanjut terkait hal tersebut," kata Fery.
( Bangkapos.com / Riki Pratama / Cici Nasya Nita )