Menguak Kisah Open BO, Gadis Subang dan Jakarta Ini Akhirnya Terjebak Bisnis Haram

Penulis: Teddy Malaka CC
Editor: Teddy Malaka
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi prostitusi

Dari hasil pemeriksaan, didapati mereka tergabung dalam jaringan seorang mucikari atau mami.

Mereka mematok tarif hingga Rp800 ribu per 30 menit.

Mereka biasanya dijajakan oleh mucikari tersebut lewat aplikasi Michat

Namun, saat penggrebekan berlangsung mereka sedang iseng karena bukan sedang ‘jualan’ lewat maminya.

Salah satu wanita yaitu DL mengaku bahwa aktivitas itu dia lakukan untuk memenuhi kebutuhan ekonominya.

Menurutnya tuntutan pergaulan mengharuskan dia membeli berbagai barang dan salah satu caranya mendapatkan uang lewat cara menjual diri.

“Pertama kali dulu di Tanjungpandan, saat itu mau pulang ke Manggar tapi tidak punya uang.

Disaranin teman BO saja dan dapat uang.

Tapi tidak tiap saat, hanya ketika butuh uang baru saya BO,” aku DL.

Selanjutnya, Heryono mengatakan akan melakukan pembinaan terhadap mereka serta orang tua dari anak-anak ini bekerjasama dengan UPTD PPA, Dinsos, dan Pemdes.

Heryono akan menegaskan bahwa perbuatan mereka ini melanggar hukum norma dan sosial sehingga harus ada efek jera terhadap mereka.

Terkait adanya indikasi jejaring prostitusi anak di Belitung Timur, Heryono mengatakan akan melakukan langkah-langkah lebih lanjut dan koordinasi dengan berbagai pihak.

“Selanjutnya tentang dugaan adanya prostitusi anak kami akan bekerjasama dengan UPTD PPA dan pihak-pihak terkait untuk menelusurinya,” kata Heryono sembari meminta kepada masyarakat agar juga berkontribusi terhadap informasi semacam ini.

Jika menemukan adanya kegiatan mencurigakan segera laporkan untuk bisa ditindaklanjuti.

35 Orang Jadi Korban Perdagangan Orang

Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung mencatat hingga Agustus 2022 terdapat puluhan orang yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) alias human trafficking.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DPPPAKB) Kota Pangkalpinang, Eti Fahriaty mengungkapkan, setidaknya terdapat 35 orang di daerah itu yang menjadi korban TPPO.

Dimana mereka dipekerjakan untuk menyediakan jasa bagi para pria hidung belang di kawasan lokalisasi. Saat ini puluhan orang tersebut telah dipulangkan ke daerah asalnya masing-masing pada Juli 2022 lalu.

"Iya yang kemarin itu (Pemulangan 35 orang WPS) yang baru kami selesaikan kemarin. Ini termasuk TPPO," kata dia kepada Bangkapos.com, Kamis (25/8/2022).

Eti mengatakan, kasus TPPO ini disebabkan oleh ego sektoral hingga buruknya perekonomian masyarakat. Bahkan rekrutmen terang-terangan melalui media sosial turut memperburuk kondisi ini.

Pasalnya dari 35 orang tersebut awalnya, dijanjikan pekerjaan yang disebar melalui media sosial. Ternyata, pekerjaan tersebut hanya kedok saja, kenyataan mereka dipaksa untuk menjadi penyedia jasa bagi pria hidung belang.

Sehingga para korban yang memang membutuhkan pekerjaan untuk menstabilkan ekonomi keluarga, malah terjebak dalam berbagai perjanjian.

Hal itu membuat mereka tak dapat berkutik. Terlebih dengan kontrak kerja yang isinya sangat kontradiktif sekali dengan harapan mereka.

"Awalnya mereka itu akan dipekerjakan sebagai pemandu lagu namun justru setelah tiba berbeda. Triknya pengelola meminjamkan uang dengan kontrak segala macam, sehingga mereka tidak bisa kembali lagi. Dan kalau mau keluar harus menyetorkan sejumlah uang," beber Eti.

(Bangkapos.com/Dede S/TeddyMalakaBryanBimantoro)

Berita Terkini