Timah

Eksportir Timah Dibidik Jampidsus, Hasil Audit BPKP dan untuk Perbaikan Tata Kelola Timah

Penulis: Teddy Malaka CC
Editor: M Zulkodri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jampidsus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah

Selain itu ada manipulasi data ekspor sehingga berpengaruh terhadap PNBP negara, penyimpangan pada Domestic market Obligatioan (DMO), perizinan tidak didelegasikan ke pemerintah pusat, rekomendasi teknis fiktif, berbelit-belit, hanya sebagai formalitas hingga mafia tambang terhadap backing-backing pertambangan ilegal tanpa izin.

“RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) ini salah satu modus yang disampaikan yang sedang ditangani. Seolah-olah RKAB ini sudah sesuai prosedur dan penyidik menemukan modus korupsi di pengurusaan RKAB itu,” ungkapnya.

Dia menuturkan, tindakan korupsi pertambangan ini bisa terjadi pada siapapun yang terlibat baik itu BUMN, pemerintah provinsi, pusat dan pihak terkait lainnya.

Undang menjelaskan seseorang yang terlibat tindak pidana korupsi apabila ditemukan bukti yang nyata atas kerugian yang dilakukan.

Dirinya pun berharap pihak-pihak yang memiliki data, bisa melaporkan ke pihak kejaksaan yang ada di daerah maupun ke Kejaksaan Agung.

“Kalau ada laporan dari masyarakat, minimal jadi kompas kita. Kita menangani perkara korupsi tanpa kompas akan butuh waktu. Kalau ada pihak memiliki data laporan, lebih bagus sampaikan ke kita, kita analisa, apakah laporan tersebut bisa digunakan,” tukasnya.

Perhatian serius

Sementara itu Direktur BRiNST, Teddy Mabinanda mengatakan persoalan penambangan timah di Babel perlu mendapat perhatian serius oleh aparat penegah hukum (APH) karena praktik penambangan timah secara ilegal saat ini membuat semua orang leluasa mengambil timah tanpa pertanggungjawaban yang jelas.

Hal tersebut juga seiring adanya potensi kerugian negara sebesar Rp2,5 triliun dari pertambangan tanpa izin (PETI) diwilayah operasi PT Timah Tbk (TINS) pada 2022 lalu.

Pihaknya turut mengapresiasi Kejaksaan Agung turun gunung melakukan penyelidikan maupun penyidikan kasus korupsi pertambangan timah.

“Bagaimana dari temuan BRiNST sudah seharusnya ada penindakan hukum untuk menghindari kerugian negara, karena praktik penambangan timah secara ilegal saat
ini membuat semua orang leluasa mengambil timah tanpa pertanggungjawaban yang jelas,” imbuhnya.

Karena itu kata Teddy, Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian ESDM harus melakukan evaluasi dan mengkaji ulang RKAB perusahaan pertambangan timah di Indonesia.

Ia mengatakan BRiNST meragukan data yang menjadi penerbitan RKAB\ perusahaan timah.

“Dari riset kami, kami meragukan apakah persetujuan RKAB sudah sesuai prosedur atau tidak, karena saya rasa dalam struktural sudah benar tapi praktik masih memiliki kelemahan  sehingga perlu pengawasan dan pembenahan lebih lanjut untuk praktiknya,” imbuhnya.

Lanjut Teddy, BRiNST mencurigai ekspor timah mengalir deras dari perusahaan smelter timah yang hanya memiliki IUP di bawah 10 ribu hektar, bahkan ada yang di bawah 1.000 hektar.

Halaman
123

Berita Terkini