Oleh: Kurniati - Kepala SMAN 1 Riau Silip, Ketua Komunitas Literasi Sekawan Babel
PERCAYAKAH Anda bahwa dengan menulis akan menumbuhkan rasa percaya diri dan meningkatkan kreasi? Makin sering menulis, Anda akan makin rajin membaca. Kegiatan ini akan makin memperkaya dan mengasah pola berpikir kita.
Aktivitas menulis merupakan aktivitas produktif selain berbicara. Dalam empat keterampilan berbahasa, aktivitas menulis adalah kasta tertinggi, setelah keterampilan membaca, berbicara, dan menyimak. Aktivitas menulis memang menjadi salah satu cara seseorang dalam berproses, mengembangkan pikirannya, menghasilkan gerakan atau getaran dari saraf otak ke motorik.
Selain itu, tentu saja dengan menulis banyak manfaat yang kita dapat. Di antaranya adalah mendorong dan memupuk kemampuan dalam menemukan, mengumpulkan, dan mengorganisasikan berbagai hal melalui tulisan.
Apalagi bagi para pendidik atau para guru, terampil dalam menulis akan meningkatkan fungsi-fungsi profesionalitas dalam mendidik. Baik fungsi personal, interaksional, hingga fungsi estetis yaitu memenuhi rasa keindahan. Rasa yang tertuang tentu mewakili pikiran yang disampaikan lewat aksara kata-kata terpilih. Untuk penulis atau pembicara, jika telah terasa nyaman, tentu berdampak baik pada penerimaan para pembaca melalui tulisan, atau oleh pendengar jika melalui bicara kita. Demikian pula bagi para guru atau pendidik.
Maka, tak salah jika dikatakan program menulis adalah program terbaik untuk menjadi program unggulan dalam gerakan literasi di sekolah. Program menulis pun makin digalakkan agar menulis menjadi budaya di sekolah. Sebab, banyak manfaat yang didapat dari gerakan menulis. Pernyataan Prof. Stella Christie (dalam acara Kick Andy) menguatkan pernyataan itu. Ia menyatakan bahwa menulis itu adalah berpikir. Makin bagus tulisan seseorang menunjukkan pemikiran yang bagus juga, menandakan seseorang yang berpikir dengan baik dan teratur.
Dalam sebuah dialog, profesor muda ini bercerita: pertama sekali menjadi mahasiswa di Universitas Harvard--sebuah universitas luar negeri yang terkenal itu--, setiap mahasiswa baru (semester pertama) diwajibkan untuk mengikuti satu kelas, yaitu kelas menulis. Kelas yang lainnya boleh bebas memilih sesuai keinginan. Hal ini menunjukkan, betapa pentingnya keterampilan menulis. Profesor muda ini sendiri menyatakan bahwa menulis itu begitu penting, karena melalui menulis adalah tuangan dari pikiran. Kalau dapat menulis dengan baik maka dapat dipastikan cara mengomunikasikannya juga dituangkan dengan baik. Dengan demikian berpikir pun menjadi baik.
Ya, dari terbiasa menulis, membudaya, hingga mampu menularkan kepandaian “ilmu sepanjang hayat” ini kepada peserta didik. Salah satu caranya adalah dengan mengaktifkan para guru untuk menulis. Tak perlu memikirkan tulisan yang ilmiah atau terdengar “wah”. Cukup sesuatu yang bernilai dengan tema keseharian guru pun dapat dijadikan topik. Menulis hal yang terdekat, terkini, dan termudah. Jika dikaitkan dengan masalah atau tema-tema menarik, semua menarik. Asalkan memiliki keinginan untuk menjadikan suatu topik itu baik, dan kita kenal betul “arena serta areanya”.
Saat ini, setelah kebijakan Kurikulum Merdeka yang digulirkan pemerintah, dikuatkan lagi dengan pendekatan pembelajaran mendalam. Aktivitas ruang yang luas bertambah lagi bagi sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Walau masih “meraba-raba” dengan aturan yang “ditata” pemahamannya, semua mengikuti.
Di lapangan, di sekolah khususnya, apa pun yang menjadi aturan dan kebijakan pemerintah pasti dapat diikuti dengan baik. Walau masih terdapat beragam persepsi para guru terkait adanya perubahan kebijakan kurikulum. Akan tetapi, tujuan yang hendak dicapai adalah sama, mengerucut pada tujuan pendidikan nasional.
Dan pemahaman Merdeka Belajar yang dahulu menjadi bahan tulisan, kini dapat ditambahkan, menjadikan pendekatan pembelajaran mendalam (deep learning) menjadi kajian tulisan selanjutnya. Metode yang dilaksanakan adalah cara hal yang biasa dilakukan, hanya perlu kita lanjutkan lagi dengan pengulangan-pengulangan.
Apakah teknik menulis dalam menuangkan inspirasi menjadi berubah? Tentu tidak. Sebaliknya, makin banyak hal yang baru atau perubahan terjadi, akan makin menjadi amunisi yang bagus untuk dituangkan dalam tulisan. Justru dengan adanya perubahan akan menjadi bahan kajian baru dan tidak akan menghilangkan esensi dasar dari materi masing-masing bahan ajaran (mata pelajaran).
Seperti dalam tulisan guru fisika dengan judul artikelnya “Fisika yang GASING” dengan arti akronim GAmpang-aSyIk-menyenaNGkan, tulisan Arie Wibowo, S.Pd. Dituliskannya, untuk mengatasi masalah rasa yang kering dalam mengajar, guru bisa mulai dengan mengubah pendekatan pembelajaran dari teacher-centered ke student-centered. Ini seperti mengubah peran dari sutradara film menjadi penonton yang juga bisa ikut berperan. Guru ASN ini menyatakan agar guru lebih kreatif dalam menyajikan materi, seperti mengaitkan fisika dengan kehidupan sehari-hari siswa, layaknya contoh yang telah disebutkan pada awal tulisannya. Belajar diibaratkan seperti memasak, atau bercermin.
Sementara itu, tulisan guru bahasa Indonesia Dewi Yunita Widiastuti, S.Pd., dalam “Generasi Z dan Harapan” nya, menyatakan bahwa mengimplementasikan budaya unggul di sekolah dengan melibatkan generasi Z memerlukan perhatian dan penyesuaian terhadap tantangan yang ada. Sekolah akan lebih efektif dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan siswa apabila dapat memahami perbedaan kebutuhan dan harapan generasi Z.
Guru P3K ini secara mudah membaur dengan subjek didiknya agar para pendidik dapat dihargai, diterima, dan dihormati. Hal ini bisa tercapai apabila di lingkungan pendidikan tersebut diterapkan budaya sekolah yang toleran, menghargai perbedaan, serta menghormati keberagaman.
Harapan senada dituliskan guru bahasa Indonesia juga dengan tajuk “Membangun Sekolah Unggul di Tengah Keberagaman”. Walau dinyatakan Triani, S.Pd., “Bukan hal yang mudah menciptakan sekolah unggul di antara keberagaman peserta didik yang ada,” namun dalam tulisannya guru tersebut mampu melibatkan pengetahuannya dan ekspektasi para peserta didik. Dikatakannya lagi bahwa banyak yang harus terlibat dan dilibatkan serta semua kalangan harus mendukung program sekolah, terutama sekali adalah guru. Harapannya dalam mengajar, guru harus memahami jenis-jenis keberagaman peserta didik, untuk mengoptimalisasi dalam pembelajaran, salah satu contohnya adalah keragaman gaya belajar.
Kemudian, uraian guru lain yaitu, Mirwansyah, guru kewirausahaan menganggap setelah Kurikulum Merdeka adalah pendekatan pembelajaran mendalam yang membawa angin segar bagi pembelajaran di sekolah, khususnya untuk mata pelajaran kewirausahaan. Penerapan ini mengacu pada metode pembelajaran mendalam, melaksanakan kegiatan intrakurikuler, yaitu metode pembelajaran yang dilaksanakan melalui pendekatan bakat dan minat para peserta didik.
Dalam pembelajaran seni budaya, khususnya seni rupa, kreativitas peserta didik adalah komponen kunci. Pembelajaran berdiferensiasi di sekolah memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan minat serta kreativitas mereka secara individual.
Guru seni budaya, Noni Graselia Putri, menulis; merencanakan projek yang mengajak dunia anak-anak. Siswa zaman kini, selain lebih cepat dewasa dalam pemahaman teknologi, perlu diperkenalkan dengan budaya sekarang yang membawa kebaruan agar peserta didik memilih berbagai media atau biasa disebut mix-media sesuai dengan minatnya masing-masing, demikian ekspektasi guru seni budaya.
Diutarakannya, melalui pendekatan pembelajaran berdiferensiasi menjadi kunci untuk mengembangkan minat dan bakat seni peserta didik, serta dapat mengaktifkan ide-ide kreatif dalam pembelajaran seni budaya. Setiap peserta didik memiliki minat serta bakat yang berbeda-beda dalam pembuatan karya seni rupa. Beberapa di antaranya mereka bisa mengeksplorasi menggunakan perangkat lunak kreatif seperti seni digital, fotografi atau desain grafis. Ini memungkinkan peserta didik untuk bereksperimen dengan seni media baru dalam era teknologi digital.
Ulasan dari beberapa guru mata pelajaran yang berbeda di atas, menambah kaya akan pandangan tentang cara atau metode pembelajaran para guru sesuai dengan kompetensi masing-masing. Setidaknya hal ini yang menjadikan kegiatan menulis menjadi sangat bermakna dan lebih segar bagi guru. Sebab, setiap guru menuangkan benang merah penerapan kebijakan kurikulum sesuai mata pelajaran masing-masing. Semua guru dalam satu unit sekolah (Smansarisil) bersinergi membawa perubahan dan kreatif dalam menulis. Hal ini sangat memberikan aspirasi yang baik.
Dari tulisan mereka, kita dapat mengetahui apa-apa yang saja yang menjadi harapan dan andalan para guru masa kini ini. Bagaimana idealnya, dan bagaimana solusi yang ditawarkan untuk menjalaninya dengan baik. Jika tidak ditulis dan abadi, tentu kita tak pernah mengetahui pengalaman dan pembelajaran apa yang dapat kita ambil. Sekali lagi, dengan menulis banyak manfaat bagi kita. Kegiatan dalam menghasilkan sebuah tulisan adalah proses yang mengasah diri sendiri. Aktivitas mendorong dan memupuk kemampuan dalam menemukan, mengumpulkan, dan mengorganisasikan berbagai hal menjadi sebuah tulisan adalah ikhtiar.
Menulis merupakan sebuah bentuk usaha dalam mengolah pikiran. Selain itu, menulis juga menumbuhkan rasa percaya diri dan kaya kreativitas. Makin sering menulis makin mengasah kemampuan bernalar kita. Selamat menulis. Program baik yang berbuah manis. (*)