Setya Novanto Tak Layak Bebas Bersyarat, MAKI Ungkap 2 Pelanggaran Serius, Singgung soal TPPU

Penulis: Fitri Wahyuni
Editor: Evan Saputra
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SETYA NOVANTO -- Setya Novanto Tak Layak Bebas Bersyarat, MAKI Ungkap 2 Pelanggaran Serius, Singgung soal TPPU

BANGKAPOS.COM -- Terpidana kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto dinilai tidak layak menerima hak bebas bersyarat.

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengungkapkan 2 pelanggaran serius yang dilakukan oleh Setya Novanto.

Dua pelanggaran serius ini membuat (MAKI) menyebut keputusan bebas bersyarat Setya Novanto cacat hukum dan mereka menuntut pembatalan segera.

Baca juga: Daftar 15 Koruptor Bebas Bersyarat, Ada Setya Novanto Terpidana Korupsi E-KTP, Negara Rugi Rp 2,3 T

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengungkap dua pelanggaran serius yang dinilai membuat Setnov tidak layak menerima hak bebas bersyarat.

Yakni rekam jejak pelanggaran disiplin di dalam lapas dan keterlibatan dalam perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang masih berjalan.

MAKI bahkan siap menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika keberatan mereka diabaikan.

“Kami akan berkirim surat keberatan dan meminta pembatalan kepada Menteri Imipas (Imigrasi dan Pemasyarakatan,-red) sekaligus akan menggugat PTUN apabila keberatan diabaikan,” kata dia, pada Selasa (19/8/2025).

MAKI adalah sebuah organisasi masyarakat sipil yang bergerak dalam bidang pengawasan dan advokasi pemberantasan korupsi.

Baca juga: Biodata Setya Novanto Terpidana Korupsi E-KTP Bebas Bersyarat, Prabowo Dikritik: Publik Kian Ragu

Organisasi ini kerap melaporkan kasus dugaan korupsi, mengajukan gugatan hukum (judicial review), hingga memberikan kritik terhadap kebijakan pemerintah maupun aparat penegak hukum yang dianggap tidak sejalan dengan semangat antikorupsi.

Tokoh yang sering menjadi representasi MAKI di publik adalah Boyamin Saiman selaku Koordinator MAKI.

Pembebasan Bersyarat adalah kebijakan hukum yang memungkinkan seorang narapidana dibebaskan dari penjara sebelum masa hukuman berakhir, dengan syarat tertentu dan tetap dalam pengawasan.

Tujuan pembebasan Bersyarat adalah mendorong rehabilitasi dan reintegrasi sosial narapidana, mengurangi overcrowding di lembaga pemasyarakatan, memberi kesempatan bagi narapidana untuk menjalani sisa hukuman di luar penjara secara bertanggung jawab

KPK Koordinasi dengan Bareskrim Polri soal Perkembangan TPPU Setya Novanto

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk menanyakan kelanjutan penanganan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto. 

Langkah ini diambil tidak lama setelah Novanto mendapatkan pembebasan bersyarat.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengonfirmasi rencana tersebut. 

Menurutnya, pihak KPK perlu mengetahui sudah sejauh mana kasus yang ditangani oleh Bareskrim itu berjalan.

“Kami dari Kedeputian Penindakan dan Eksekusi akan berkoordinasi dengan Kedeputian Korsup untuk meminta informasi terkait perkembangan penanganan perkara TPPU dimaksud,” ujar Asep kepada wartawan, Selasa (19/8/2025).

Asep menekankan pentingnya komunikasi ini, mengingat Bareskrim Polri adalah instansi yang menangani kasus tersebut sejak 2018. 

Kasus TPPU ini merupakan pengembangan dari skandal korupsi proyek pengadaan KTP Elektronik (e-KTP) yang sebelumnya telah menjerat Novanto.

Penyidikan kasus TPPU ini secara resmi dimulai oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Tertentu Bareskrim Polri berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/337/VII/RES.2.3/2018/Dit.Tipideksus.

Langkah KPK untuk menanyakan kembali kasus TPPU ini menjadi sorotan karena Setya Novanto baru saja mendapatkan pembebasan bersyarat dari Lapas Sukamiskin pada 16 Agustus 2025.

Setya Novanto Bebas Bersyarat

Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto mengatakan terpidana kasus korupsi E-KTP Setya Novanto (Setnov) telah bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.

Agus menyebut, berdasarkan hasil pemeriksaan peninjauan kembali (PK), batas hukuman Setnov sudah melampaui waktu. Dia bahkan menyebut Setnov seharusnya sudah bebas pada 25 Juli 2025 lalu.

"Iya. Karena sudah melalui proses asesmen, dan yang bersangkutan berdasarkan hasil pemeriksaan PK itu sudah melampaui waktunya. Harusnya tanggal 25 yang lalu," ujar Agus di Istana, Jakarta, Minggu (17/8/2025).

Agus menekankan, Setnov tidak wajib lapor setelah bebas. Sebab, kata dia, Setnov sudah membayar denda subsidier.

"Enggak ada. Karena kan denda subsidier sudah dibayar," ucapnya.

Sementara itu, Agus menekankan Setnov bebas bersyarat karena PK-nya dikabulkan, sehingga masa hukumannya disunat.

"Putusan PK kan kalau enggak salah. Putusan peninjauan kembali kepada yang bersangkutan dikurangi masa hukumannya," imbuh Agus.

Mantan Ketua DPR Setya Novanto dapat bebas lebih cepat setelah hukuman penjaranya disunat dari 15 tahun penjara menjadi 12 tahun dan 6 bulan penjara.

Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Setya Novanto ihwal vonis hukumannya dalam kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.

"Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara selama 12 tahun dan 6 (enam) bulan," demikian keterangan dari putusan nomor 32 PK/Pid.Sus/2020 yang dikutip dari laman resmi MA, Rabu (2/7/2025).

Sebagai informasi, Setya Novanto dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013, pada 24 April 2018.

Ia divonis 15 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.

Setya Novanto juga diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.

Majelis hakim juga mencabut hak politik Novanto selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana.

Kilas Balik Kasus e-KTP

Setya Novanto sebelum terseret kasus korupsi e-KTP merupakan sosok yang sudah malang-melintang di kancah perpolitikan Indonesia.

Karier politiknya dimulai sebagai kader Kosgoro pada 1974 dan menjadi anggota DPR Fraksi Partai Golkar untuk pertama kalinya pada 1998.

Sejak saat itu, ia enam periode berturut-turut selalu mengamankan kursi di parlemen hingga 16 Desember 2015.

Setya Novanto juga merupakan sosok yang pernah menduduki kursi Ketua Umum Partai Golkar (17 Mei 2016 – 13 Desember 2017) dan Ketua DPR (30 November 2016 – 11 Desember 2017).

Singkat cerita, nama Setya Novanto menjadi tersangka kasus mega proyek e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 17 Juli 2017.

Kasus korupsi e-KTP sendiri bermula saat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada 2009 merencanakan pengajuan anggaran untuk penyelesaian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAP).

Salah satu komponen program penyelesaian SIAP tersebut adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Pemerintah pun menargetkan pembuatan e-KTP dapat selesai pada 2013. Proyek e-KTP merupakan program nasional dalam rangka memperbaiki sistem data kependudukan di Indonesia.

Dilansir dari Kompas.com, Jumat (4/2/2022), lelang e-KTP dimulai sejak 2011, tetapi banyak bermasalah karena terindikasi banyak penggelembungan dana.

Kasus korupsi e-KTP pun terendus akibat kicauan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

KPK kemudian mengungkap adanya kongkalikong secara sistemik yang dilakukan oleh birokrat, wakil rakyat, pejabat BUMN, hingga pengusaha dalam proyek pengadaan e-KTP sepanjang 2011-2012.

Akibat korupsi mega proyek secara berjemaah ini, negara mengalami kerugian mencapai Rp 2,3 triliun.

Keterlibatan Setya Novanto semakin kuat setelah namanya disebut dalam sidang perdana kasus tersebut dengan dua mantan pejabat Kemendagri, yakni Sugiharto dan Irman sebagai terdakwa.

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa di Pengadilan Tipikor, Kamis (9/3/2017), Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun.

Setelah melalui serangkaian proses hukum, majelis hakim memberikan vonis kepada para pelaku atas keterlibatan dalam tindak pidana korupsi proyek pengadaan e-KTP.

Delapan pelaku telah divonis bersalah oleh pengadilan dan mendapat hukuman berbeda tergantung sejauh mana keterlibatan mereka.

Adapun Setya Novanto divonis 15 tahun penjara pada 24 April 2018.

(Bangkapos.com/Tribunnews.com/Kompas.com)

Berita Terkini