Tribunners
Menjembatani Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam Pertambangan Timah di Bangka Belitung
Konsep livelihood menjadi jembatan yang memperlihatkan bahwa penegakan hukum tidak boleh dipisahkan dari kenyataan hidup masyarakat.
Di sisi lain, perusahaan besar yang mendapat keuntungan besar dari pengelolaan tambang wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan serta menjalankan tanggung jawab sosial yang nyata, transparan, dan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat Bangka Belitung. Program tanggung jawab sosial perusahaan tidak boleh berhenti pada simbol atau kegiatan seremonial, tetapi harus diarahkan pada peningkatan sumber pendapatan masyarakat di sekitar wilayah tambang.
Selain itu, pemerintah daerah juga perlu mendorong diversifikasi ekonomi agar masyarakat tidak terlalu bergantung pada sektor pertambangan. Sektor UMKM, pariwisata berkelanjutan, dan pertanian ramah lingkungan dapat menjadi alternatif penghidupan baru yang lebih stabil dan berkelanjutan. Diversifikasi ini penting untuk memperluas pilihan sumber pendapatan masyarakat sehingga masyarakat tidak terjebak pada ketergantungan yang rentan terhadap fluktuasi harga timah atau kebijakan penertiban. Dengan begitu, penegakan hukum di bidang pertambangan tidak akan lagi dipersepsikan sebagai ancaman, melainkan sebagai bagian dari upaya menciptakan tata kelola yang lebih adil dan berkelanjutan.
Melalui pendekatan kolaboratif ini, penegakan hukum dan perlindungan HAM dapat saling menguatkan. Rule of law tetap terjaga sebagai prinsip fundamental negara hukum, sementara masyarakat juga terlindungi hak-haknya, baik atas penghidupan yang layak maupun atas lingkungan yang sehat.
Konsep livelihood menjadi jembatan yang memperlihatkan bahwa penegakan hukum tidak boleh dipisahkan dari kenyataan hidup masyarakat. Hukum yang mengabaikan sumber pendapatan akan kehilangan makna sosialnya, sedangkan perlindungan HAM tanpa penegakan hukum akan kehilangan pijakan normatifnya.
Terakhir tetapi tidak kalah penting, Bangka Belitung dapat menjadi contoh nyata bagaimana keseimbangan ini diwujudkan. Melalui hukum yang ditegakkan secara humanis, inklusif, dan berorientasi pada pemulihan, negara mampu menghadirkan tata kelola sumber daya alam yang adil serta berkelanjutan.
Dengan demikian, kasus pertambangan timah tidak lagi dipandang sebagai dilema tanpa jalan keluar, melainkan sebagai momentum untuk membangun paradigma baru dalam pengelolaan sumber daya alam yang memadukan penegakan hukum, perlindungan HAM, dan penguatan livelihood masyarakat. (*)
Tinjauan Filsafat Hukum Atas Tuntutan Pembubaran DPR Agustus 2025 Lalu |
![]() |
---|
Sintesis Utilitarianisme dan Keadilan Restoratif: Kajian Filsafat Hukum Terhadap Tawuran di Babel |
![]() |
---|
8 Hal yang Harus Dipersiapkan Fresh Graduate untuk Memasuki Dunia Kerja |
![]() |
---|
Karakter: Software Penting di Era Digital |
![]() |
---|
Produktivitas SDM sebagai Fondasi Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.