Nasib Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya dan Adies Kadir, Diganti atau Tetap di DPR
Nasib Ahmad Sahroni dan empat anggota DPR lainnya tergantung hasil pemeriksaan internal terkait etik oleh mahkamah partai masing-masing.
BANGKAPOS.COM - Lima Anggota DPR RI yang dinonaktifkan partainya kini terancam diganti dari keanggotaan di parlemen.
Mereka adalah Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Partai NasDem, Eko Patrio dan Uya Kuya dari Partai Amanat Nasional (PAN) dan Adies Kadir dari Partai Golkar.
Nasib mereka tergantung hasil pemeriksaan internal terkait etik oleh mahkamah partai masing-masing.
Baca juga: Riwayat Pendidikan Gibran Digugat ke Pengadilan, Hari Ini Sidang di PN Jakpus
Wakil Ketua Umum DPP Partai NasDem, Saan Mustopa, merespons soal potensi Pergantian Antar Waktu (PAW) bagi kadernya, Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach di DPR RI.
Menurutnya, ada mekanisme internal soal kemungkinan PAW untuk Sahroni dan Nafa Urbach.
Saan menyatakan, proses tersebut akan melalui Mahkamah Kehormatan Partai NasDem karena masalah ini terkait dengan etik.
Baca juga: Yusril Tegaskan Pemerintah Menunggu Inisiatif DPR Bahas RUU Perampasan Aset
Ia menyebut, keputusan itu nantinya bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat.
"Tadi sudah disampaikan, nanti ada mekanisme internal, ada mahkamah partai," ujar Saan kepada awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (5/9/2025) dikutip Bangkapos.com dari Tribunnews.
"Ini kan soal etik, maka nanti mahkamah partai akan melakukan proses terkait," jelas Saan.
Terkini, Wakil Ketua DPR RI itu enggan menyinggung lebih jauh kemungkinan hasil dari proses PAW terhadap Sahroni dan Nafa Urbach.
Baca juga: Sosok IS Tiktoker Akun hs02775, Ditangkap Bareskrim Usai Provokasi Penjarahan Rumah Ahmad Sahroni Cs
Saan hanya memastikan Mahkamah Partai NasDem dan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI sudah bersurat untuk menindaklanjuti kasus keduanya.
"Enggak, mahkamah partai (dan) MKD sudah bersurat," tegasnya.
Diketahui sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat telah mengirim surat ke pimpinan MKD DPR RI soal lima anggota DPR yang dinonaktifkan.
Surat tersebut meminta MKD DPR RI untuk berkoordinasi dengan mahkamah partai politik masing-masing anggota untuk mengambil tindakan sesuai aturan.
Kelima anggota DPR RI tersebut di antaranya, Adies Kadir dari Fraksi Golkar, Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Partai Fraksi NasDem.
Kemudian, Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dan Uya Kuya yang merupakan dari Fraksi PAN.
Lima orang tersebut dinonaktifkan sebagai anggota DPR imbas pernyataan mengenai tunjangan dan gaji DPR hingga aksi joget-joget dinilai memperkeruh situasi sosial.
Pasalnya, mereka juga dituding tidak berempati terhadap kondisi rakyat saat ini.
Pimpinan DPR Setujui Pemberhentian Gaji dan Tunjangan Sahroni-Uya Kuya Cs
Lima anggota DPR RI periode 2024–2029 Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Adies Kadir, resmi dinonaktifkan oleh partainya masing-masing. Tak hanya itu, kini mereka juga tidak lagi mendapatkan gaji dan tunjangan sebagai anggota DPR. Keputusan ini diambil setelah pernyataan dan sikap mereka yang dianggap melukai hati rakyat serta memicu gelombang kecaman publik hingga aksi demonstrasi besar di berbagai daerah.
Usai kelimanya dinonaktifkan sebagai anggota DPR, publik masih mempertanyakan ihwal gaji dan tunjangan yang mereka terima. Sebab, berdasarkan Pasal 19 ayat 4 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, menyebutkan bahwa anggota dewan yang diberhentikan sementara tetap memperoleh hak keuangan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Hak tersebut mencakup gaji pokok dan berbagai tunjangan, mulai dari tunjangan keluarga, jabatan, komunikasi, hingga tunjangan beras.
Merespons hal tersebut, Fraksi Partai Nasdem lantas meminta DPR RI menghentikan pemberian gaji, tunjangan, dan seluruh fasilitas lain yang melekat pada Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach selama mereka menjadi anggota legislatif.
Ketua Fraksi Partai Nasdem DPR RI Viktor Bungtilu Laiskodat mengatakan bahwa penghentian tersebut dilakukan seiring dengan penonaktifan kedua kader tersebut oleh partai dari keanggotaan di DPR RI.
“Fraksi Partai Nasdem DPR RI meminta penghentian sementara gaji, tunjangan, dan seluruh fasilitas bagi yang bersangkutan, yang kini berstatus nonaktif, sebagai bagian dari penegakan mekanisme dan integritas partai,” ujar Viktor dalam siaran pers yang diterima dari Kompas.com, Selasa (2/9/2025).
Hal yang sama diikuti oleh Fraksi PAN. Ketua Fraksi PAN Putri Zulkifli Hasan menjelaskan bahwa penghentian pemberian hak-hak tersebut diajukan karena pihaknya tengah menonaktifkan Eko Patrio dan Uya Kuya dari keanggotaan di DPR RI.
"Fraksi PAN sudah meminta agar hak berupa gaji, tunjangan, dan fasilitas lain yang melekat pada jabatan anggota DPR RI dengan status non-aktif dihentikan selama status tersebut berlaku. Ini merupakan bentuk tanggung jawab Fraksi PAN dalam menjaga akuntabilitas dan kepercayaan publik," ujar Putri Zulkifli Hasan dalam siaran pers, Rabu (3/9/2025).
Sementara itu, meski tak meminta kepada DPR, Ketua Fraksi Golkar Muhammad Sarmuji menilai, tidak diberikannya gaji dan tunjangan kepada Adies Kadir merupakan bagian dari konsekuensi logis atas dinonkatifkannya dia sebagai anggota DPR.
Terbaru, Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir tidak akan mendapatkan hak-hak apapun usai statusnya dinonaktifkan sebagai anggota DPR.
"Pak Adies sampai dengan hari ini, beliau non-aktif, dan tidak mendapat hak-hak apapun," tegas Bahlil saat ditemui di Rawamangun, Jakarta Timur, Sabtu (6/9/2025) dilansir Kompas.com.
Bahlil memastikan bahwa Adies tak akan memperoleh sepeser pun, termasuk gaji dan tunjangan, sebagai Wakil Ketua DPR setelah Partai Golkar menonaktifkan Adies pada awal bulan ini.
"Tunjangan, gaji, sama sekali tidak. Sambil berproses ya," ucapnya.
Sebelumnya, Bahlil mengungkapkan peluang melakukan pergantian antar waktu (PAW) terhadap Adies Kadir.
Saat ditanya apakah Adies bakal diganti dari DPR atau tidak, Bahlil tidak menjawab dengan lugas.
MKD Surati Sekjen DPR
Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, lantas mengirimkan surat kepada Kesekjenan DPR RI untuk menghentikan gaji dan tunjangan anggota dewan yang dinonaktifkan.
"MKD sudah mengirim surat kepada Sekjen DPR untuk menghentikan gaji dan tunjangan lainnya bagi anggota yang sudah dinonaktifkan," kata MKD saat dihubungi, Rabu (3/9/2025).
Dek Gam mengungkapkan, surat tersebut tidak terbatas pada lima anggota dewan, melainkan untuk anggota DPR RI yang dinyatakan dinonaktifkan. Ia tidak memungkiri, jumlah tersebut bisa saja bertambah.
"Kita enggak menyebutkan lima ya, bisa jadi bertambah nanti, ya. Pokoknya bagi anggota yang sudah dinonaktifkan di partai. Kita akan melakukan pendalaman-pendalaman lagi siapa lagi yang bakal kita panggil," tutur dia.
Ia menjelaskan, keputusan nonaktif itu disampaikan oleh partai masing-masing kepada pimpinan DPR dengan tembusan ke MKD. Oleh karenanya, MKD menindaklanjuti laporan tersebut hingga meminta kesekjenan menghentikan gaji dan tunjangan.
"Nah, hari ini MKD menyurati kesekjenan untuk menghentikan sementara gaji dan tunjangan lainnya bagi anggota yang sudah dinonaktifkan," jelas Dek Gam.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar mengatakan, pihak Sekretariat Jenderal (Setjen) telah menerima surat tersebut, dan selanjutnya akan diteruskan kepada pimpinan DPR RI.
Pimpinan DPR RI disebut telah menyetujui surat permohonan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait penghentian pemberian gaji dan tunjangan bagi anggota dewan yang telah dinonaktifkan partainya.
"Pimpinan tentu menyetujui untuk menindaklanjuti surat MKD,” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar, saat dihubungi, Kamis (4/9/2025).
Meski begitu, Indra tidak menjelaskan secara detail apakah penghentian gaji dan tunjangan anggota DPR nonaktif berlaku seterusnya atau hanya sementara waktu.
Dia hanya menegaskan bahwa Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI akan menindaklanjuti keputusan yang telah diambil oleh pimpinan DPR RI.
"Saat ini, tugas kami menindaklanjuti apa yang sudah diputuskan," ucap Indra.
Mengapa Tunjangan dan Gaji Dihentikan?
Gaji dan tunjangan DPR beberapa hari belakangan ini menjadi sorotan. Salah satunya tunjangan rumah senilai Rp 50 juta.
Sejumlah anggota DPR RI dinilai makin mempekeruh suasana dengan merespons masyarakat yang memberikan kritik lewat media sosial terkait isu gaji dan tunjangan jumbo anggota dewan.
Beberapa anggota dewan ini mencoba memberikan klarifikasi soal tunjangan rumah itu, tetapi klarifikasi tersebut justru semakin membuat amarah rakyat memuncak.
Sahroni misalnya, ia melontarkan kalimat yang kian memperkeruh suasana ketika menanggapi seruan “Bubarkan DPR” di media sosial.
"Catat nih, orang yang cuma mental bilang ‘bubarin DPR’, itu adalah orang tolol se-dunia," ujarnya dalam kunjungan kerja di Medan, Jumat (22/8/2025).
Kemudian Nafa Urbach, yang mendukung pemberian tunjangan tersebut supaya bisa mengontrak rumah di sekitar Gedung DPR.
Pernyataan para anggota dewan ini ditengarai memantik kemarahan publik sehingga menggelar sejumlah aksi unjuk rasa di sejumlah daerah, termasuk di Gedung DPR pada Senin (25/8/2025) dan Kamis (28/8/2025).
Kondisi ini semakin bergejolak setelah insiden kendaraan taktis (rantis) Brimob melindas pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, di Jakarta pada Kamis malam, pekan lalu.
Akhirnya, partai politik masing-masing anggota dewan memutuskan untuk menonaktifkan lima orang yang sempat menanggapi kritik masyarakat dengan komentar nyeleneh.
(Video.com/Tribunnews.com/Kompas.com)
Ingat Primus Yustisio Dulu? Sekarang Anggota DPR Kayak Nafa Urbach, Tapi Beda Nasib, Kerja Naik KRL |
![]() |
---|
Biodata dan Profil Rusdi Masse Politisi NasDem Asal Sidrap Sulsel Pengganti Ahmad Sahroni |
![]() |
---|
Biodata Rusdi Masse Pengganti Ahmad Sahroni di Komisi III DPR, Punya Kekayaan Capai Rp 100 Miliar |
![]() |
---|
Sosok IS Tiktoker Akun hs02775, Ditangkap Bareskrim Usai Provokasi Penjarahan Rumah Ahmad Sahroni Cs |
![]() |
---|
Biodata Ahmad Sahroni, Mantan Tukang Semir Sepatu Kini Jadi Miliarder |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.