Alasan Subhan Palal Hanya Gugat Gibran, Padahal Prabowo Juga Ijazah Luar Negeri: Yang Dipakai Akmil
Ternyata saat mendaftar sebagai capres di Pilpres 2024 lalu, Prabowo mencantumkan pendidikannya saat berstudi di Akademi Militer (Akmil)...
Penulis: Fitri Wahyuni | Editor: Rusaidah
BANGKAPOS.COM -- Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sama-sama lulusan luar negeri.
Bahkan Presiden Prabowo Subianto mulai dari SD hingga SMA sekolah di luar negeri.
Namun mengapa advokat Subhan Palal hanya menggugat Wapres Gibran soal ijazah SMA?
Baca juga: Biodata Jenderal Listyo Sigit, Dipertahankan Prabowo sebagai Kapolri, Isu Pergantian Dibantah
Subhan Palal menjelaskan, dalam gugatannya, sekolah yang dijadikan Gibran sebagai tempat studi dianggap tidak sesuai dengan aturan yang berlaku dalam UU Pemilu.
Gibran bersekolah di Singapura, tepatnya di Orchid Park Secondary School dan ijazah dari sekolah tersebut yang berikan sebagai syarat pendaftaran ke KPU RI.
Sedangkan Prabowo menempuh pendidikan menengah atas di luar negeri yakni di SMA The American School in London, Inggris pada tahun 1966-1968 lalu.
Bahkan, Prabowo juga menempuh pendidikan dasar dan menengah pertama di luar negeri. Untuk SD, Prabowo bersekolah di The Dean School di Singapura (1957-1960) dan SD Glenealy Junior School di Hongkong (1960-1962).
Sementara pendidikan menengah pertama dilakukannya di SMP Victoria Institute, Kuala Lumpur, Malaysia (1962-1964) serta SMP Zurich International School (1964-1966).
Baca juga: DPR Bantah Prabowo Akan Gantikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit, Tegaskan Tidak Ada Surat Perintah
Kini terkuak alasan Subhan Palal hanya menggugat Gibran, tidak dengan Prabowo Subianto.
Ternyata saat mendaftar sebagai capres di Pilpres 2024 lalu, Prabowo mencantumkan pendidikannya saat berstudi di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah.
"Beliau berpendidikan SD, SMP, SMA di luar negeri. Tetapi yang dipakai untuk melamar itu (menjadi capres di Pilpres 2024) itu Akmil di Magelang," katanya dalam wawancara eksklusif di YouTube Tribunnews, Sabtu (13/9/2025).
Menurutnya, dengan diterimanya Prabowo di Akmil, maka SMA yang menjadi tempat Ketua Umum Gerindra itu menempuh pendidikan dianggap setara seperti SMA di Indonesia oleh Akmil.
Hal inilah yang menjadi alasan Subhan tidak menggugat Prabowo.
"Artinya apa? SMA beliau itu telah disamakan oleh lembaga pendidikan kuliah (Akmil) di Magelang itu sehingga beliau bisa berkuliah di situ," katanya.
Namun, ketika ditanya bahwa Gibran juga memiliki ijazah S1, Subhan menganggap hal itu turut melanggar aturan UU Pemilu.
Pasalnya, Gibran merupakan lulusan perguruan tinggi di luar negeri. Diketahui, Gibran merupakan lulusan dari Management Development Institute of Singapore (MDIS).
Namun, Subhan belum mengetahui apakah perguruan tinggi yang menjadi lokasi Gibran menempuh pendidikan itu sudah disetarakan oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) dengan kampus di Indonesia.
"S1-nya (Gibran) di Singapura, kata dia ya. Nggak bisa (untuk mencalonkan diri di Pilpres)."
"Belum tahu (sudah disetarakan atau belum). Kalau menurut pemahaman hukum saya, ini (pencalonan Gibran) tidak memenuhi undang-undang," tegasnya.
Subhan mengatakan, ia tidak memerlukan kehadiran sekolah SMA Gibran di luar negeri karena dalam gugatannya, dirinya tidak sedang mencari kebenaran materiil.
Selain itu, gugatannya ini bersifat perdata. Sehingga, jika sampai harus menghadirkan pihak SMA Gibran, maka sudah masuk ke ranah pidana.
"Kalau saya nggak perlu (menghadirkan SMA Gibran) karena saya tidak mencari kebenaran materiil. Kalau mencari kebenaran materiil, itu masuk ranah pidana."
"Saya hanya mempermasalahkan kebenaran formil saja. Kalau KPU bilang itu (sesuai aturan), saya akan tanya ke KPU 'mengapa meloloskan (Gibran) dengan riwayat pendidikan seperti ini?'," ujarnya.
Gibran Digugat Rp 125 Triliun
Wapres Gibran Rakabuming Raka digugat oleh advokat Subhan Palal soal ijazah SMA.
Dalam gugatannya, Subhan Palal meminta ganti rugi kepada Gibran sebesar Ro 125 triliun.
Uang sebesar Rp 125 triliun itu kata Subhan Palal bukan untuk dirinya, melainkan akan dibagikan kepada setiap warga.
Dengan begitu, nantinya setiap warga akan mendapatkan Rp 450 ribu.
Subhan Palal menjelaskan landasannya terkait permintaan ganti rugi hingga Rp125 triliun dalam gugatan terkait ijazah SMA milik Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Sebenarnya, dirinya hanya meminta ganti rugi sebesar Rp10 juta sebagai pelunasan kerugian secara materiil terhadapnya.
Sementara, ganti rugi sebesar Rp125 triliun merupakan bentuk kerugian imateril yang harus dibayarkan negara kepada seluruh warga negara Indonesia jika gugatannya dikabulkan.
"Dalam konsepsi gugatan perbuatan melanggar hukum itu, penggugat boleh meminta kerugian materiil dan imateriil. Dalam gugatan ini, kerugian materiilnya, saya sebagai penggugat hanya meminta Rp10 juta."
"Nah, (kerugian) imaterillnya, karena kerugian imateriil itu dalam terminologi, tidak ada jumlahnya dan tak terhingga. Karena yang dirugikan dalam gugatan ini adalah negara, sistem hukumnya yang rusak, maka kerugian itu saya bayarkan ke negara dan (dibayarkan) ke seluruh warga Indonesia," ujarnya dalam wawancara eksklusif di YouTube Tribunnews, dikutip pada Sabtu (13/9/2025).
Berdasarkan hitung-hitungan yang dilakukannya, tiap warga negara nantinya 'hanya' akan mendapat Rp450 ribu dari tuntutan ganti rugi imateriil sebesar Rp125 triliun yang tertuang dalam gugatan.
"Kalau dilihat dari sisi kerugian, itu kecil. Hanya Rp450 ribuan (warga negara yang menerima). Tapi kalau melihat dari Rp125 triliunnya ya gede lah," tuturnya.
Subhan juga menjelaskan terkait proses penghitungan kerugian imateril sebesar Rp125 triliun.
Ternyata, dia mengatakan hasil akhir hitungan tersebut berdasarkan tahun kemerdekaan Indonesia yaitu 1945.
Sehingga, nominal uang yang diterima warga negara Indonesia yaitu sebesar Rp450 ribu berdasarkan angka tahun kemerdekaan Indonesia yakni '45'.
"Sebenarnya angkanya itu nggak matematis. Itu 450, kan kita merdeka di angka 45. Jadi ngambil-ngambil aja. Tapi yang jelas, saya pengin warga negara Indonesia itu kebagian ganti rugi kerusakan sistem hukum negara," jelasnya.
Isi Gugatan Subhan ke Gibran
Subhan sempat menjelaskan terkait gugatannya kepada Gibran yakni soal riwayat pendidikan SMA dari putra sulung Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) tersebut.
Dia menilai riwayat pendidikan Gibran tidak sesuai dengan aturan di Indonesia.
Tak cuma Gibran, Subhan juga menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena dianggap melakukan perbuatan melawan hukum (PMH).
"Karena di UU Pemilu itu disyaratkan, presiden dan wakil presiden itu harus minimum tamat SLTA atau sederajat," kata Subhan dalam program Sapa Malam di YouTube Kompas TV, Rabu (3/9/2025).
Subhan menganggap meski institusi pendidikan di luar negeri setara dengan SMA, tetapi hal tersebut tidak tertuang dalam UU Pemilu.
Dia menuturkan gugatannya ini merujuk pada definisi SLTA atau SMA yang disebutkan dalam UU Pemilu yang menurutnya merujuk pada sekolah di Indonesia alih-alih di luar negeri.
“Ini pure hukum, ini kita uji di pengadilan. Apakah boleh KPU menafsirkan pendidikan sederajat dengan pendidikan di luar negeri,” lanjut Subhan.
Di sisi lain, Subhan juga pernah menggugat Gibran terkait pencalonan ketika Pilpres 2024 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta pada tahun 2024 lalu.
Namun, gugatannya berujung tidak diterima karena PTUN merasa sudah kehabisan waktu untuk memproses gugatan dari Subhan tersebut.
(Bangkapos.com/Tribunnews.com/Kompas.com)
Profil Nurul Azizah, Wakil Bupati Bojonegoro Viral Gratiskan Parkir Semua Kendaraan, Segini Hartanya |
![]() |
---|
Profil Bayu Hardiyanto, Sosok di Balik Pembangkit Gairah Tinju di Babel, Kenalkan Konsep Free Entry |
![]() |
---|
186 Penerima Bansos di Kota Batu Dicoret karena Judi Online, 600 Ribu Kasus Terjadi Nasional |
![]() |
---|
Biodata Jenderal Listyo Sigit, Dipertahankan Prabowo sebagai Kapolri, Isu Pergantian Dibantah |
![]() |
---|
Motif Demi Uang, Kopda FH Tewaskan Ilham Pradipta Kacab Bank, Prajurit TNI Berperan 3 Sekaligus |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.