Perang Israel dan Palestina

Sejarah Panjang Solusi Dua Negara Israel dan Palestina, Hari Ini Dibawa ke Sidang Umum PBB

Gagasan solusi dua negara memudar setelah Israel mendeklarasikan berdirinya negara Yahudi di Palestina pada tanggal berakhirnya mandat Inggris.

|
Editor: Fitriadi
PBB/Eskinder Debebe
SIDANG DK PBB - Sidang Dewan Keamanan PBB pada 4 Juni 2025, yang menyerukan gencatan senjata segera dan permanen di Gaza. Dari 15 anggota DK PBB, hanya AS yang menolak resolusi tersebut. Amerika Serikat kembali menggunakan hak vetonya di DK PBB untuk menghentikan resolusi yang menyerukan gencatan senjata di Gaza. 

Konflik antara militan Zionis dan warga lokal Palestina semakin memuncak hingga menjelang berakhirnya mandat Inggris atas Palestina.

Sebelum mandat Inggris berakhir, LBB mengeluarkan resolusi yang membagi Palestina menjadi dua negara merdeka: satu negara Yahudi dan satu negara Arab, dengan Yerusalem dan Betlehem ditempatkan di bawah administrasi internasional karena dianggap memiliki nilai suci bagi tiga agama besar. 

Negara Yahudi direncanakan mencakup sekitar 55 persen wilayah Palestina, sementara negara Arab sekitar 45 persen. 

Meski komunitas Yahudi menyetujui rencana ini, pihak Arab menolaknya karena dianggap tidak adil, mengingat mayoritas penduduk kala itu adalah orang Arab Palestina.

Setelah memperoleh dukungan pemerintah Inggris untuk pembentukan negara Yahudi di Palestina, pada tanggal 14 Mei 1948, segera setelah Mandat Inggris berakhir, militan Zionis mendeklarasikan pembentukan Negara Israel, yang memicu perang Arab-Israel pertama.

Hasilnya, Israel memperluas wilayahnya hingga menguasai sekitar 78 persen Palestina historis, jauh lebih luas dari yang diberikan PBB, seperti dijelaskan Al Jazeera. 

Sementara itu, Tepi Barat jatuh ke tangan Yordania dan Gaza dikuasai Mesir. 

Pasukan militer Zionis mengusir setidaknya 750.000 warga Palestina dari rumah dan tanah mereka serta merebut 78 persen wilayah Palestina yang bersejarah dalam peristiwa Nakba (malapetaka). 

Perang berikutnya, termasuk Perang Enam Hari 1967, membuat Israel semakin memperluas kontrolnya dengan merebut Tepi Barat, Yerusalem Timur, Gaza, Sinai, dan Dataran Tinggi Golan. 

Meskipun Sinai dikembalikan ke Mesir pada tahun 1982, Tepi Barat dan Gaza tetap menjadi wilayah pendudukan Israel, dengan pembangunan permukiman Yahudi yang semakin meluas.

Sejak itu, berbagai upaya damai muncul, termasuk Kesepakatan Oslo 1993, yang untuk pertama kalinya mengakui Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sebagai perwakilan sah rakyat Palestina dan membuka jalan bagi gagasan solusi dua negara modern. 

Namun, proses perdamaian berulang kali terhenti karena aksi kekerasan, perbedaan status Yerusalem, masalah pengungsi Palestina, dan perluasan permukiman Israel.

Hingga kini, solusi dua negara masih menjadi kerangka utama yang diakui PBB dan komunitas internasional: sebuah negara Israel berdampingan dengan negara Palestina yang merdeka di Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur. 

Namun dalam praktiknya, jalannya semakin sulit karena fakta di lapangan karena Israel memperluas permukiman di Tepi Barat, menduduki Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza yang berada di bawah blokade serta konflik berkepanjangan.

Israel Perluas Permukiman di Tepi Barat, Cegah Berdirinya Negara Palestina

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved