Sosok Febri Diansyah, Dulu Pejuang Anti Korupsi, Kini Pembela Tersangka Korupsi: KPK Sudah Berbeda
Febri Diansyah dikenal sebagai wajah KPK yang tegas dan idealis. Kini ia beralih profesi menjadi pengacara tersangka korupsi.
Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
BANGKAPOS.COM--Nama Febri Diansyah pernah menjadi simbol perlawanan terhadap korupsi di Indonesia.
Wajahnya muncul hampir setiap hari di layar kaca, menjelaskan kasus-kasus besar dengan bahasa yang tenang, sistematis, namun tegas.
Ia dikenal publik sebagai juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang karismatik, sosok muda yang mewakili idealisme lembaga antirasuah di masa kejayaannya.
Namun, waktu bergulir. Dan seperti ironi dalam bab kehidupan, perjalanan karier Febri kini berada di sisi yang sangat berbeda.
Dari seorang aktivis yang dulu bersuara lantang menentang korupsi, ia kini berdiri di kursi kuasa hukum mendampingi mereka yang dituduh melakukan kejahatan korupsi.
Perubahan arah ini menimbulkan gelombang perdebatan di tengah publik.
Sebagian menilai langkahnya sebagai bentuk profesionalisme dalam dunia hukum, namun tidak sedikit pula yang menyebutnya sebagai “pengkhianatan terhadap idealisme.”
“KPK Sudah Berbeda” Kalimat Pendek yang Menggema Lama
Tanggal 18 September 2020 menjadi titik balik besar dalam hidup Febri.
Lewat surat resmi yang disampaikan kepada pimpinan KPK, ia menyatakan pengunduran diri.
Tak lama berselang, publik dikejutkan oleh pernyataannya yang menohok “KPK sudah berbeda.” ujarnya kala itu.
Kalimat singkat itu mengguncang opini publik.
Ia tidak menuduh siapa pun, tidak pula mengungkap panjang lebar, tetapi maknanya terasa jelas ada ketidakselarasan antara nilai-nilai yang selama ini ia pegang dengan arah lembaga setelah revisi Undang-Undang KPK pada 2019.
Pada masa itu, gelombang kekecewaan memang melanda kalangan pegawai dan aktivis antikorupsi.

Perubahan struktur dan kewenangan KPK dinilai melemahkan lembaga tersebut.
Banyak yang memilih diam, namun Febri memilih mundur.
Ia ingin tetap memegang prinsip bahwa pemberantasan korupsi harus berjalan tanpa kompromi.
Keputusannya menjadi sorotan nasional. Sosok yang dulu menjadi wajah resmi lembaga itu kini berjalan keluar dengan perasaan getir.
Namun Febri tak lantas hilang dari dunia hukum.
Ia mendirikan Vokal Law Firm, sebuah firma hukum yang menekankan pada transparansi, keadilan, dan etika profesional.
Dari Aktivis ICW hingga Simbol Integritas KPK
Lahir di Padang, 8 Februari 1983, Febri Diansyah tumbuh dalam keluarga yang sederhana namun menanamkan nilai kejujuran sejak kecil.
Setelah menamatkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 2007, Febri memilih jalur aktivisme ketimbang karier korporat.
Ia bergabung dengan Indonesia Corruption Watch (ICW), lembaga swadaya masyarakat yang dikenal tajam mengkritisi kinerja aparat hukum dan pemerintah.
Di sana, Febri muda belajar memahami betapa kompleksnya jaringan kekuasaan dan korupsi di negeri ini.
Namanya mulai dikenal publik pada 2011, ketika kasus Nazaruddin, Bendahara Umum Partai Demokrat, mencuat ke permukaan.
Febri tampil di berbagai media dengan analisis tajam dan bahasa yang lugas.
Dari situlah, ia dikenal sebagai sosok muda idealis yang berani menantang arus.
Selama sembilan tahun di ICW, Febri menjadi bagian penting dari gerakan masyarakat sipil yang terus mendorong transparansi pemerintahan.
Ia terlibat dalam advokasi kasus, menyusun laporan investigatif, hingga memberikan rekomendasi kebijakan antikorupsi.
Hingga akhirnya, pada pertengahan 2015, langkahnya membawanya ke lembaga yang selama ini ia bela dari luar: Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menjadi Wajah KPK di Era Kejayaan
Di KPK, karier Febri berkembang cepat.
Ia awalnya bergabung di Direktorat Gratifikasi, lembaga yang bertugas menerima dan menindaklanjuti laporan gratifikasi dari masyarakat maupun pejabat negara.
Sikapnya yang profesional dan kemampuan komunikasinya yang baik membuat pimpinan KPK saat itu mempercayainya untuk posisi strategis.
Pada Desember 2016, ia diangkat menjadi Juru Bicara KPK.
Sejak saat itu, publik melihat sosok muda berkacamata itu hampir setiap hari tampil dalam konferensi pers.
Dengan gaya bicara tenang dan data yang rapi, ia menjelaskan berbagai kasus besar mulai dari kasus e-KTP yang menyeret Setya Novanto, hingga kasus proyek Hambalang yang melibatkan pejabat tinggi negara.
Ia menjadi jembatan antara lembaga dan masyarakat. Dalam setiap pernyataannya, Febri berusaha menjaga kepercayaan publik kepada KPK.
“Tugas kami bukan hanya menangkap koruptor, tapi menjaga harapan rakyat agar tetap percaya pada keadilan,” ujarnya suatu ketika.
Namun, idealisme sering kali berbenturan dengan kenyataan.
Pergantian pimpinan KPK pada 2019 dan revisi undang-undang lembaga itu menjadi awal perubahan besar yang tidak selalu sejalan dengan prinsip yang ia yakini.
Mundur dengan Kepala Tegak
Keputusan Febri untuk mundur dari KPK pada 2020 bukanlah keputusan spontan.
Ia mengaku sudah lama merasakan perubahan kultur di lembaga tersebut.
Dalam surat pengunduran dirinya, ia menulis bahwa situasi internal KPK sudah tidak lagi mendukung nilai-nilai independensi yang dulu menjadi fondasi lembaga itu berdiri.
Setelah mundur, Febri mendirikan Vokal Law Firm bersama rekannya, Rasman Nasution.
Firma hukum ini berfokus pada isu-isu transparansi dan keadilan hukum.
Dalam banyak kesempatan, Febri menegaskan bahwa ia ingin “tetap berada di jalur yang benar,” meskipun tidak lagi menjadi bagian dari lembaga penegak hukum.
Namun arah kariernya setelah itu kembali menjadi perbincangan hangat publik.
Membela Mereka yang Pernah Ia Lawan
Empat tahun setelah meninggalkan KPK, nama Febri kembali menjadi headline media.
Kali ini bukan sebagai pengungkap korupsi, melainkan sebagai pengacara tersangka kasus korupsi.
Ia diketahui menjadi kuasa hukum mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), yang terjerat kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian.
Selain itu, Febri juga menangani kasus dugaan korupsi proyek digitalisasi SPBU Pertamina 2018–2023, serta sejumlah perkara lain yang terkait pejabat negara dan BUMN.
Publik pun terbelah. Sebagian menilai Febri tengah menjalankan profesi hukum secara profesional, di mana setiap orang berhak mendapat pembelaan di muka hukum.
Namun, sebagian lainnya merasa kecewa karena sosok yang dulu dikenal sebagai simbol integritas kini dianggap “membela koruptor.”
Febri sendiri menanggapi kritik itu dengan tenang. Dalam salah satu wawancara, ia menegaskan:
“Membela bukan berarti membenarkan. Saya membela agar proses hukum berjalan adil dan transparan. Itu juga bagian dari nilai antikorupsi.”
Antara Idealime dan Realitas Profesi
Transformasi Febri Diansyah menggambarkan dilema yang kerap dihadapi para idealis ketika berhadapan dengan sistem yang tidak sempurna.
Di satu sisi, ia pernah menjadi simbol integritas dan ketegasan hukum.
Di sisi lain, kini ia berada di posisi yang menuntut profesionalisme tanpa harus kehilangan etika.
Dalam banyak kasus, kehadiran pengacara yang berintegritas justru penting untuk memastikan hukum tidak dijadikan alat kekuasaan.
Namun, tidak bisa dipungkiri, jejak masa lalunya di KPK membuat publik menaruh ekspektasi moral yang jauh lebih tinggi kepadanya dibandingkan advokat lain.
Kini, Febri melangkah di jalan yang baru lebih sunyi, lebih penuh tekanan, namun tetap dalam koridor hukum.
Refleksi Perjalanan, Dari Aktivis ke Advokat
Perjalanan Febri Diansyah adalah cermin dari perjalanan panjang penegakan hukum di Indonesia.
Ia pernah berada di jantung perjuangan melawan korupsi, lalu memilih mundur karena tidak ingin kompromi terhadap nilai-nilai yang ia yakini.
Kini, ia membela para tersangka korupsi dengan dalih menegakkan prinsip due process of law.
Apakah itu bentuk konsistensi, atau justru paradoks? Jawabannya tergantung dari sudut pandang mana publik melihatnya.
Satu hal yang pasti, nama Febri Diansyah tetap menjadi bagian penting dari sejarah pemberantasan korupsi di negeri ini entah sebagai pejuang integritas, atau simbol paradoks antara idealisme dan realitas hukum.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribuntrends.com dengan judul SOSOK Febri Diansyah: Dulu Tokoh Terdepan Gerakan Antikorupsi, Kini Jadi Pembela Tersangka Korupsi
Dua Mister X Muncul, Briptu Rizka Tak Sendiri Habisi Brigadir Esco & Alasan Polisi Rahasiakan Motif |
![]() |
---|
Daftar Barang Dibeli Morin Hasil Tilap Rp24,6 M, Dikenal Serderhana: Dompet LV dan Hyundai Stargazer |
![]() |
---|
Rekam Jejak Zaini Shofari, Politikus Kritik Program Dedi Mulyadi Donasi Rp1000 per Hari: Dipaksakan |
![]() |
---|
Sosok Pratu Johari Alfarizi, Prajurit Kostrad Tewas Jatuh dari Tank Sebelum HUT TNI, Patah Leher |
![]() |
---|
Aksi Penambang Bangka Belitung Memanas di Kantor PT Timah, Polisi Tembakkan Gas Air Mata |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.