Reaksi Subhan Palal Penggugat Ijazah SMA Wapres Gibran Soal Klarifikasi MDIS : Berarti IQ-nya Tinggi
Subhan Palal yang merupakan penggugat ijazah SMA Wapres Gibran menganggap, jika MDIS benar, maka IQ Gibran tinggi karena selesai S1 dalam 3 tahun.
Penulis: Dedy Qurniawan CC | Editor: Dedy Qurniawan
BANGKAPOS.COM - Advokat Subhan Palal Rakabuminig Raka bereaksi santai menanggapi klarifikasi Management Development Institute of Singapore (MDIS) terkait ijazah dan data pendidikan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka.
Dia menganggap klarifikasi MDIS itu sebagai angin lalu dan tak akan mengubah apapun terkait gugatannya terhadap ijazah SMA Gibran Rakabuming.
Adapun sebelumnya, MDIS memberikan konfirmasi mengenai status diploma lanjutan dan gelar putra sulung mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tersebut.
"Bapak Gibran Rakabuming Raka adalah mahasiswa penuh waktu di Management Development Institute of Singapore (MDIS) dari tahun 2007 hingga 2010," tulis keterangan resmi MDIS, dikutip dari Kompas.com.
Dalam keterangan MDIS disebut, pada periode 2007-2010, Gibran menyelesaikan program Diploma Lanjutan dan lanjut dengan pendidikan untuk meraih gelar sarjana.
MDIS menyatakan, Gibran memperoleh gelar Bachelor of Science (Honours) di bidang Marketing atau Pemasaran.
"Dilanjutkan dengan gelar Sarjana Sains (Honours) di bidang Marketing yang diberikan oleh mitra universitas kami saat itu, University of Bradford, Inggris," ungkap MDIS.
Akan tetapi, Subhan Palal mengaku tidak fokus pada pernyataan dari MDIS.
Pemilik firma hukum Subhan Palal dan Rekan tersebut hanya menganggap konfirmasi dari MDIS terkait gelar Gibran sebagai angin lalu dan tidak berpengaruh pada gugatan yang ia layangkan.
Sebab, yang ia permasalahkan adalah status sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) milik Gibran.
"Kalau saya, itu saya anggap angin. Kebetulan ber-KTP itu angin, KTP-nya di Singapura ya," seloroh Subhan Palal, saat berbincang dengan awak media, Senin (6/10/2025).
"Nah, itu angin yang ber-KTP itu, enggak ada ngaruh apa-apa terhadap gugatan ini. Karena yang saya persoalkan itu status SLTA atau sekolah lain yang sederajat," lanjutnya.
Subhan Palal yang merupakan penggugat ijazah SMA Wapres Gibran menganggap, jika MDIS benar, maka IQ Gibran tinggi karena selesai S1 dalam 3 tahun.
"Kalau yang MDIS, dari Singapura itu S1, itu [berarti] kita punya wakil presiden-nya IQ-nya tinggi loh. S1 bisa 3 tahun, loh ya. Saya ngalami S1 di UI itu 4 tahun," papar Subhan.
"Itu bisa dicek tuh IQ-nya tinggi banget itu. Kalau sampai 3 tahun bisa lulus S1 di Singapura mantap itu," sambungnya.
"Tapi yang saya personalkan SMA-nya ya. Jadi, itu [pernyataan MDIS] saya ulang itu saya anggap angin lalu, yang kebetulan angin punya KTP, KTP-nya Singapura, itu aja," tegasnya.
Seperti diketahui, Subhan Palal telah menggugat Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Subhan menilai, ijazah SMA milik Gibran tidak valid sehingga melanggar syarat pendaftaran calon wakil presiden RI, yakni minimal SMA sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
Gugatan terhadap Gibran teregister dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst.
Dalam petitumnya, Subhan meminta majelis hakim menyatakan Gibran selaku tergugat I dan KPU selaku tergugat II melawan hukum.
Selain itu, Subhan menuntut Gibran dan KPU membayar ganti rugi materiil dan immateriil sebesar Rp125,01 triliun kepada penggugat dan seluruh warga negara Indonesia.
Uang tersebut nantinya disetorkan ke kas negara.
Gugatan Subhan sudah memasuki tahap mediasi, suatu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non-litigasi) di mana pihak-pihak yang berselisih dibantu oleh seorang mediator untuk mencapai kesepakatan bersama secara sukarela.
Sidang mediasi pertama sudah digelar pada Senin (29/9/2025) lalu, tetapi ditunda lantaran Gibran tidak hadir; ia dan KPU hanya diwakili oleh kuasa hukum masing-masing.
Kemudian, sidang lanjutan kembali digelar dengan agenda yang sama, yakni mediasi pada Senin (6/10/2025) hari ini.
Sidang mediasi ini lagi-lagi hanya dihadiri kuasa hukum KPU dan Gibran, dan digelar secara tertutup bersama Subhan Palal.
Seusai sidang mediasi pada Senin hari ini, Subhan menyebut, dirinya mengajukan proposal perdamaian yang berisi syarat-syarat yang harus dipenuhi para tergugat apabila ingin perkara tersebut selesai.
"Jadi, saya nyatakan dalam mediasi tadi, dalam proposal saya minta, pertama para tergugat minta maaf kepada warga negara," kata Subhan, kepada wartawan di PN Jakarta Pusat, Senin.
"Kedua, tergugat I dan tergugat II selanjutnya harus mundur dari jabatannya masing-masing. KPU itu komisionernya, kolektif kolegial," sambungnya.
Selain itu, Subhan mengungkapkan, dalam mediasi, dia juga menegaskan perihal tuntutan ganti rugi senilai Rp125 triliun bukan termasuk syarat perdamaian.
"Tadi mediator minta bagaimana tentang tuntutan ganti rugi. Enggak usah. Saya enggak butuh duit. Warga negara Indonesia tidak butuh uang, tapi butuh kesejahteraan dan butuh pemimpin yang tidak cacat hukum," tuturnya.Lebih lanjut, ia menjelaskan, dalam hal gugatan perbuatan melawan hukum, KPU RI juga harus bertanggung jawab atas keberhasilan Gibran menjadi Wakil Presiden RI 2024-2029.
Menurutnya, hal itu dikarenakan pencalonan Gibran tak mungkin terjadi tanpa andil dari KPU sebagai penyelenggara pemilu.
Ia mengatakan, dasar gugatannya ini berangkat dari Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang pada intinya mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian akibat kesalahannya untuk turut menggantikan kerugian hukum yang terjadi.
"Karena gini, perbuatan melawan hukum itu tidak akan terjadi kalau hanya tergugat I (Gibran)," jelasnya.
"Begitu tergugat II (KPU) masuk, terjadi unsur perbuatan melawan hukum menjadi sempurna. Maka hukumnya KPU pun ikut hukum tergugat I, menurut saya ya," tegasnya.
Lebih lanjut, Subhan menyatakan, proposal damai ini adalah damai bersyarat, yakni Gibran dan komisioner KPU harus minta maaf dan mundur jika ingin gugatannya dicabut.
Namun, ia menegaskan bahwa jika Gibran tidak mundur, maka dirinya akan menempuh jalur Ultimum Remedium.
Ultimum Remedium merupakan asas yang menyatakan bahwa hukum pidana hanya digunakan sebagai upaya terakhir untuk menyelesaikan suatu masalah hukum, sebagaimana dikutip dari fahum.umsu.ac.id.
Menurut asas tersebut, hukum pidana menjadi jalan terakhir atau upaya terakhir setelah semua cara lain, seperti sanksi administratif atau perdata, tidak dapat menyelesaikan masalah.
Asas ini mendorong penyelesaian masalah melalui jalur yang lebih ringan dan non-pidana terlebih dahulu, sebelum akhirnya menjatuhkan sanksi pidana
"Damai bersyarat ya. Jadi, minta maaf dan minta mundur, itu gugatan saya cabut. Tapi kalau enggak mundur, saya berupaya melalui upaya hukum ultimatum remedium," tandas Subhan.
Sidang akan kembali dilanjutkan dengan agenda mediasi pada Senin (13/10/2025) mendatang.
Adapun data pendidikan Gibran yang dipakai untuk mendaftar sebagai calon wakil presiden RI (cawapres) pada Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024 lalu dinilai janggal.
Terutama pada pendidikan menengah yang tercantum di Komisi Pemilihan Umum RI (KPU), yakni:
- (setara SMA), Orchid Park Secondary School Singapore, tahun 2002-2004
- (setara SMA), University of Technology Sydney (UTS) Insearch di Australia, tahun 2004-2007
- (Sarjana atau S1), Management Development Institute of Singapore (MDIS), tahun 2007-2010
Profil Biodata Subhan Palal
Siapa Subhan Palal?
Subhan Palal adalah seorang advokat (pengacara) yang memiliki firma hukum Subhan Palal dan Rakan.
Tak banyak informasi profil biodata tentangnya.
Subhan Palal memiliki nama dan gelar lengkap yaitu Haji Muhammad Subhan Palal SH MH.
Nama Subhan Palal juga tercatat di Kantor Hukum Pan Putra & Rekan.
Disebutkan bahwa Kantor Hukum Pan Putra & Rekan yang berdiri di Jakarta sejak tahun 2008 memiliki advokat HM. Subhan Palal, SH, MH, dalam Hukum Perdata dan Pidana.
Firma hukum Subhan Palal & Rekan ini berada di Kelurahan Duri Kepa, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Subhan Palal juga diketahui merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) tahun 2018.
Ia memajang foto wisudanya melalui akun Instagram @subhanpalal yang diikuti oleh lebih dari 1.400 follower.
Bahkan beberapa waktu yang lalu, Subhan Palal mem-posting foto bersamanya dengan mahasiswa UI lainnya yang kompak memakai jaket almamater kuning.
Dalam caption-nya, ia seolah menyindir sosok yang ijazahnya palsu.
"Berani nggak yang punya ijazah palsu," tulis Subhan Palal.
Sebelum menggugat perdata Wapres Gibran, Subhan Palal juga pernah menggugat hal yang sama di PTUN.
Namun PTUN mengeluarkan putusan Dismissal karena kehabisan waktu terkait pencalonan Gibran sebagai Wapres.
Subhan mengatakan, gugatannya ini merujuk pada definisi SLTA atau SMA yang disebutkan dalam UU Pemilu yang menurutnya merujuk pada sekolah di Indonesia.
“Ini pure hukum, ini kita uji di pengadilan. Apakah boleh KPU menafsirkan pendidikan sederajat dengan pendidikan di luar negeri,” lanjut Subhan.
Subhan mengatakan, gugatan serupa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta tidak diterima karena PTUN merasa sudah kehabisan waktu untuk memproses gugatan terkait pencalonan Gibran.
“Penetapan dismissal. Karena dari segi waktu PTUN Jakarta tidak lagi berwenang memeriksa sengketa berkaitan dengan surat penetapan KPU berkaitan dengan penetapan paslon capres cawapres makanya gugatan penggugat tidak diterima, begitu ya,” kata Presenter Kompas TV Frisca Clarissa saat membacakan penetapan PTUN yang ditunjukkan Subhan.
Dalam sesi wawancara dengan kompas.tv, Subhan tidak menyebutkan kapan penetapan itu diputuskan PTUN.
Tapi, diketahui, putusan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi dibacakan pada 22 April 2024.
Tidak lama setelah itu, PDI-P menggugat pencalonan Gibran ke PTUN Jakarta.
Putusannya sendiri dibacakan pada 25 Oktober 2024 tanpa mengubah status Gibran.
Subhan membantah ada aktor-aktor politik yang membekingi dirinya untuk menggugat Gibran.
Ia mengaku menggugat Gibran dan juga KPU atas niat sendiri, bukan dorongan orang lain.
“Saya maju sendiri. Enggak ada yang sponsor,” kata Subhan. Ia mengatakan, gugatannya ini juga berangkat dari dugaan KPU sempat mengalami tekanan ketika Gibran mencalonkan diri.
“Saya lihat, hukum kita dibajak nih kalau begini caranya. Enggak punya ijazah SMA (tapi bisa maju Pilpres). Ada dugaan, KPU kemarin itu terbelenggu relasi kuasa,” lanjutnya.
Subhan menegaskan, keputusannya menggugat Gibran murni karena ingin memperjelas hukum di Indonesia.
Ia mengatakan, hal ini terbukti dari petitum gugatannya yang mengharuskan Gibran untuk membayarkan uang ganti rugi kepada negara, bukan kepada dirinya atau kelompok tertentu.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum. Sidang perdana gugatan perdata terhadap Gibran dan KPU RI akan dilaksanakan pada Senin (8/9/2025) di PN Jakpus.
Salah satu petitum gugatan perdatanya menyebutkan, Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) patut membayar uang ganti rugi sebesar Rp 125 triliun.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum.
Berdasarkan informasi yang diunggah KPU pada laman infopemilu.kpu.go.id, Gibran diketahui menamatkan pendidikan setara SMA di dua tempat, yaitu Orchid Park Secondary School Singapore pada tahun 2002-2004 dan UTS Insearch Sydney, Australia pada tahun 2004-2007.
Dalam program Sapa Malam Kompas TV, Subhan menjelaskan, dua institusi itu tidak memenuhi syarat pendaftaran cawapres.
“Karena di UU Pemilu itu disyaratkan, presiden dan wakil presiden itu harus minimum tamat SLTA atau sederajat,” ujar Subhan dalam program Sapa Malam yang ditayangkan melalui Youtube Kompas TV, Rabu.
Subhan mengatakan, KPU tidak berwenang untuk menentukan apakah dua institusi luar negeri ini setara dengan SMA di dalam negeri
Menurutnya, meskipun institusi di luar negeri itu setara SMA, UU Pemilu saat ini tegas menyebutkan kalau syarat Presiden dan Wakil Presiden adalah tamatan SLTA, SMA, atau sederajat.
“Meski (institusi luar negeri) setara (SMA), di UU enggak mengamanatkan itu. Amanatnya tamat riwayat SLTA atau SMA, hanya itu,” katanya.
(Tribunnews.com/Rizki A./Wahyu Gilang P./Ibriza Fasti/Kompas.com/ bangkapos.com)
Penggugat Gibran Subhan Palal Tak Lagi Tuntut Rp125 Triliun Tapi Minta 2 Hal Ini: Saya Ga Butuh Duit |
![]() |
---|
Profil Subhan Palal Minta Wapres Gibran Mundur & Alasannya Tak Jadi Gugat Ganti Rugi Rp125 Triliun |
![]() |
---|
Pendidikan Terakhir Wapres Gibran Rakabuming Sarjana Marketing, Meilanie Buitenzorgy Sindir MDIS? |
![]() |
---|
Gibran Kuliah di Australia, Kok Ijazah Dapat dari Kampus Inggris, Begini Penjelasan MDIS |
![]() |
---|
Mengenal MDIS, Kampus Gibran di Singapura Pastikan Wapres Lulusan Sarjana: Mahasiswa dari 2007-2010 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.