Sosok Iptu Pulung Anggara Surya Putra yang Aniaya Bawahan Gegara Telat Apel MotoGP Mandalika

Kapolsek Kediri, Iptu Pulung Anggara Surya Putra, dilaporkan ke Polda NTB atas dugaan penganiayaan dan penyiraman tuak ke bawahannya, Brigadir MNS

Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
(Kolase Tribun-timur.com)
KAPOLSEK KEDIRI - Kapolsek Kediri Iptu Pulung Anggara Surya Putra alias Iptu PASP (kanan) dan Brigadir M Nurul Solihin alias MNS. Iptu Pulung Anggara aniaya anak buahnya gegara terlambat apel pengamanan. (Kolase Tribun-timur.com) 

BANGKAPOS.COM--Kapolsek Kediri, Iptu Pulung Anggara Surya Putra (Iptu PASP), resmi dilaporkan ke Polda NTB atas dugaan melakukan penganiayaan dan penyiraman minuman keras (tuak) terhadap bawahannya sendiri, Brigadir MNS, anggota Polres Lombok Barat.

Kasus ini menjadi sorotan luas di masyarakat karena menyangkut tindakan kekerasan di internal kepolisian terlebih dilakukan oleh seorang perwira muda yang selama ini dikenal berprestasi dan dekat dengan masyarakat.

Awal Kasus

Peristiwa yang memicu laporan ini terjadi pada Jumat, 3 Oktober 2025, sehari sebelum ajang MotoGP Mandalika 2025 dimulai di Sirkuit Internasional Pertamina Mandalika, Lombok Tengah.

Brigadir MNS, yang kala itu ditugaskan membantu pengamanan di wilayah hukum Kecamatan Kediri, terlambat hadir dalam apel pagi menjelang pengamanan MotoGP.

Menyadari kesalahannya, Brigadir MNS berinisiatif datang ke kantor Polsek Kediri untuk meminta maaf secara langsung kepada atasannya, Iptu Pulung Anggara.

Namun, menurut keterangan kuasa hukum Brigadir MNS, Dr. Asmuni, permintaan maaf itu justru berujung petaka.

Sesampainya di kantor, MNS diduga disiram minuman keras jenis tuak dan dipukul di bagian ulu hati serta kepala oleh atasannya tersebut.

“Ulu hati dan jantungnya sakit karena dihantam pakai tangan dan kaki. Kepala juga dipukul. Selain itu disiram tuak, padahal klien saya sudah datang untuk minta maaf,” ujar Asmuni seperti dikutip dari TribunJambi.com dan Kompas.com, Rabu (8/10/2025).

Laporan ke Polda NTB dan Pemeriksaan Propam

Laporan resmi terhadap Iptu Pulung masuk ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB pada Senin, 6 Oktober 2025.

Direktur Reskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, membenarkan adanya laporan tersebut dan memastikan bahwa kasus ini sedang dalam proses penyelidikan mendalam.

“Iya benar, laporan sudah kami terima. Saat ini yang bersangkutan (Iptu PASP) sudah menjalani pemeriksaan awal oleh Propam dan Ditreskrimum,” ujar Kombes Syarif.

Polda NTB menegaskan, penegakan hukum akan dilakukan secara profesional, transparan, dan sesuai prosedur, tanpa memandang jabatan ataupun pangkat.

Rekam jejak Sang Kapolsek

Sebelum kasus ini mencuat, Iptu Pulung Anggara Surya Putra dikenal sebagai salah satu perwira muda paling potensial di jajaran Polda NTB.

Lahir dari pasangan Normayana dan Menur Suprihatin, Pulung menempuh pendidikan di akademi kepolisian hingga meraih gelar Sarjana Terapan Kepolisian (S.Tr.K).

Dalam kariernya, ia pernah menduduki berbagai posisi strategis seperti:

  • Kanit II Tipidter Satreskrim Polres Sumbawa Barat
  • Kepala Bagian Operasi (KBO) Satlantas Polres Sumbawa Barat
  • dan terakhir diangkat sebagai Kapolsek Kediri di bawah Polres Lombok Barat.

Pulung dikenal disiplin, tegas, namun tetap humanis.

Ia aktif dalam Operasi Keselamatan Rinjani, pengamanan arus mudik dan balik, serta menjadi salah satu koordinator lapangan dalam penanggulangan wabah PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) di Sumbawa Barat.

Dalam berbagai kesempatan, Pulung juga gencar mendorong Zona Integritas dan pelayanan publik bebas pungli di lingkup Polres.

Sosoknya dikenal bersahaja dan sering berbaur dengan warga dalam kegiatan sosial, seperti baksos dan donor darah.

Karena itu, banyak rekan seprofesi maupun masyarakat yang terkejut dan tidak percaya dengan dugaan tindakan penganiayaan yang menimpanya.

Versi Kuasa Hukum Korban: Ada Unsur Emosional

Menurut kuasa hukum korban, insiden ini tidak direncanakan, namun muncul karena emosi sesaat.

Brigadir MNS yang terlambat apel mengakui kesalahannya, namun Iptu Pulung disebut sedang dalam kondisi tegang menghadapi kesiapan pengamanan MotoGP yang menjadi atensi nasional.

“Harusnya bisa dibina, bukan disakiti. Kami harap penyidik Polda NTB objektif dan tidak ada intervensi,” kata Asmuni.

Ia menambahkan, Brigadir MNS mengalami luka di bagian ulu hati dan kepala, serta trauma psikologis akibat kejadian itu.

Tekanan Besar Jelang MotoGP Mandalika

Ajang MotoGP Mandalika merupakan salah satu event internasional terbesar yang digelar di Indonesia.

Polri, TNI, dan berbagai instansi lain terlibat dalam pengamanan ribuan penonton dari dalam dan luar negeri.

Bagi seorang Kapolsek seperti Pulung, tugas itu bukan hanya soal pengamanan, tapi juga soal koordinasi antaranggota, kesiapan peralatan, serta menjaga reputasi daerah.

Sumber internal menyebut, stres kerja dan tekanan tinggi kerap terjadi di lapangan menjelang ajang besar seperti ini.

Namun, jika benar terjadi tindakan kekerasan, maka hal tersebut tetap tidak dapat dibenarkan secara hukum maupun etika profesi.

Apa Itu Tuak

Dalam kasus ini, tuak menjadi bagian penting dari laporan karena disebut digunakan untuk menyiram korban.

Tuak sendiri adalah minuman fermentasi tradisional yang populer di banyak wilayah Indonesia seperti Sumatera Utara, Bali, dan Nusa Tenggara.

Jenisnya beragam:

  • Tuak nira, hasil fermentasi nira pohon aren atau kelapa,
  • Tuak beras, dari hasil fermentasi beras,
  • dan Tuak kelapa, kadang dicampur rempah.

Di beberapa daerah, tuak digunakan dalam acara adat atau pesta rakyat, namun tetap tergolong minuman beralkohol.

Penyiraman dengan tuak, jika terbukti, tentu memperkuat unsur penghinaan dan kekerasan dalam laporan penganiayaan.

Kini, Iptu Pulung Anggara masih menjalani pemeriksaan intensif oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam).

Pihak Polda NTB berjanji akan menangani kasus ini secara terbuka agar tidak muncul spekulasi liar di masyarakat.

“Semua anggota Polri, tanpa kecuali, tunduk pada hukum yang sama. Jika terbukti bersalah, tentu akan ada sanksi tegas, baik etik maupun pidana,” ujar Kombes Syarif Hidayat.

Publik menilai langkah cepat Polda NTB untuk memproses laporan ini merupakan sinyal positif bahwa institusi kepolisian terus berbenah menuju transparansi dan profesionalitas.

Konsekuensi Etik dan Hukum Jika Terbukti

Jika hasil pemeriksaan membuktikan Iptu Pulung melakukan penganiayaan sebagaimana laporan Brigadir MNS, maka ia dapat dijerat dengan Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun.

Selain itu, Kode Etik Profesi Polri juga bisa menjatuhkan sanksi tambahan seperti:

  • Penempatan khusus
  • Penurunan jabatan
  • hingga pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) bila dianggap mencoreng nama institusi.

Namun jika terbukti tidak bersalah, Polda NTB wajib merehabilitasi nama baik sang perwira.

 (Tribunnewsmaker.com/Tribunnews.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved