Berdalih Bantu Skripsi Modus Dosen FISIP Unsri Lecehkan Mahasiswi, Disuruh Bawa Baju Renang ke Hotel

Kasus dugaan pelecehan asusila yang diduga dilakukan oleh seorang dosen FISIP Universitas Sriwijaya (Unsri) ke mahasiswinya mencuat ke publik.

Penulis: Rusaidah | Editor: Rusaidah
Tribunsumsel.com
KAMPUS UNSRI - Kronologi Dosen FISIP Unsri diduga melecehkan mahasiswi dengan dalih disuruh bawa baju renang ke hotel dan bantu skripsi. 
Ringkasan Berita:
  • Kasus dugaan pelecehan asusila yang diduga dilakukan oleh seorang dosen FISIP Universitas Sriwijaya (Unsri) ke mahasiswinya mencuat ke publik
  • Kali ini terjadi di kampus Unsri setelah salah satu oknum dosen diduga melakukan tindakan pelecehan terhadap mahasiswinya
  • Fakta tersebut diungkap Badan Eksekutif Mahasisaw (BEM) Unsri dan diposting di media sosial instagram  @bemfisipunsri pada selasa lalu, (21/10/2025)

 

BANGKAPOS.COM - Kasus dugaan pelecehan asusila yang diduga dilakukan oleh seorang dosen FISIP Universitas Sriwijaya (Unsri) ke mahasiswinya mencuat ke publik.

Bahkan, kasus asusila menyimpang ini menggemparkan dan viral di media sosial.

Kali ini terjadi di kampus Unsri setelah salah satu oknum dosen diduga melakukan tindakan pelecehan terhadap mahasiswinya.

Adapun modus sang dosen mengajak mahasiswi untuk mengerjakan skripsi di kamar hotel.

Bahkan sang dosen sempat meminta korban untuk membawa baju renang.

Fakta tersebut diungkap Badan Eksekutif Mahasisaw (BEM) Unsri dan diposting di media sosial instagram  @bemfisipunsri pada selasa lalu, (21/10/2025).

Kampus Tindak Tegas

Terkait kasus dugaan pelecehan asusila yang melibatkan civitas akademika terhadap mahasiswa di FISIP Unsri, sudah di tangani tim Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (PPKPT) Unsri. 

"Sebagaimana prosedur di Unsri, semua sudah ditangani oleh Tim PPKPT Unsri," kata Dekan FISIP Unsri Dr. Ardiyan Saptawan, M.Si saat dikonfirmasi, Rabu (22/10/2025). 

Menurutnya, untuk kelanjutannya atau tindaklanjuti seperti apa bisa ke tim PPKPT Unsri. 

Baca juga: Profil Heri Gunawan Politikus Senior Diduga Korupsi CSR-OJK, Beli Mobil Rp1 M untuk Seorang Wanita

Sementara itu Kepala Kantor Humas dan Protokol Universitas Sriwijaya Nurly Meilinda menambahkan, Unsri melalui Kantor Humas dan Protokol sudah berkoordinasi dengan pimpinan FISIP. 

"Saat ini, dosen yang dilaporkan telah dinonaktifkan dari seluruh aktivitas pembelajaran, termasuk ujian skripsi sejak kasus ini dilaporkan," kata Nurly Meilinda. 

Menurutnya, pihak jurusan juga sudah memproses dan mengeluarkan surat penggantian pembimbing untuk mahasiswa yang menjadi korban dan semua mahasiswa bimbingan yang bersangkutan lainnya. 

"Kasus ini juga sudah ditangani oleh Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi, yang nanti akan diproses di Senat Akademik Universitas," katanya. 

Menurutnya, keputusan institusional akan diambil berdasarkan hasil kajian dan rekomendasi dari proses tersebut.

Unsri berkomitmen untuk melindungi korban dan menjamin kenyamanan akademik seluruh mahasiswa. 

"Kami mengajak semua pihak untuk menghormati proses ini dan terus mendorong terciptanya ruang akademik yang aman dan berkeadilan," katanya. 

BEM FISIP Unsri Terima Laporan 

LENTERA BEM FISIP UNSRI menerima laporan resmi dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang mahasiswi sebagai korban dan seorang dosen sebagai terduga pelaku pada Selasa, 23 September 2025.

Bahkan BEM FISIP Unsri telah memposting di akun Instagram @bemfisipunsri mengeluarkan kajian dan aksi strategis terkait dugaan pelecehan asusila yang melibatkan civitas akademika terhadap mahasiswa di FISIP Unsri. 

Berikut isi posting di akun Instagram @bemfisipunsri.

"Api Pengkhianatan Akademik Desakan Keadilan Mendesak atas Dugaan Pelecehan Seksual dan Kegagalan Dekanat FISIP Unsri".

Oleh Dinas Kajian dan Aksi Strategis
Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sriwijaya
Tahun 2025.

Lingkungan akademik seharusnya menjadi ruang yang aman bagi pertumbuhan intelektual, pengembangan karakter, dan pembentukan generasi muda yang berintegritas.

Namun, kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan civitas akademika terhadap mahasiswa di FISIP Universitas Sriwijaya (Unsri) pada 23 September 2025 telah mengguncang fondasi nilai-nilai tersebut. 

Kasus ini bukan hanya pelanggaran hukum dan etika, tetapi juga ancaman serius terhadap keadilan gender, keamanan kampus, dan reputasi institusi pendidikan tinggi.

20251023 KAMPUS UNSTRI 2
Kampus FISP Unsri di Indralaya.

Kajian ini disusun sebagai respons kritis atas kurangnya transparansi penanganan dan tindakan yang dilakukan dari pihak dekanat dan manajemen kampus terhadap laporan resmi yang disampaikan melalui Layanan Terpadu Responsif Anti-Kekerasan Seksual Layanan Terpadu Responsif Anti-Kekerasan Seksual (LENTERA) BEM KM FISIP UNSRI. 

Kami tegaskan bahwa informasi resmi hanya berasal dari kanal BEM KM FISIP UNSRI, sebagaimana dinyatakan dalam pernyataan kami sebelumnya. 

Kajian ini bertujuan untuk menyampaikan pandangan multidimensi terhadap dampak kasus bagi korban, tenaga akademik, dan nama baik UNSRI, serta menyampaikan desakan tegas dan ultimatum untuk segera melakukan reformasi. 

Kami mengimbau seluruh sivitas akademika untuk berhati-hati dan bijak dalam menerima informasi, serta menghindari penyebaran berita hoaks yang diduga didorong oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Laporan ini mencakup bukti awal seperti pesan dan undangan yang tidak pantas, di mana terduga pelaku meminta korban membawa baju renang dan mengajaknya ke kamar hotel dengan dalih “membantu mengerjakan skripsi”. 

Motif di balik undangan ini belum sepenuhnya terungkap, tetapi jelas menunjukkan adanya ketidakseimbangan kekuasaan dalam relasi dosen dan mahasiswa.

Dinas Pemberdayaan Perempuan segera menyetujui pengumpulan bukti dan langkah administratif awal.

Baca juga: Prestasi Moncer Kolonel Inf Nur Wahyudi, Dari Somalia Bebaskan Sandera ke Lebanon, Kini Danrem Babel

Namun, untuk menjamin transparansi dan keberpihakan kepada korban, BEM KM FISIP UNSRI menginisiasi audiensi dengan dekanat pada Rabu, 24 September 2025. 

Dalam audiensi tersebut, BEM menyampaikan temuan awal dan pentingnya penanganan yang adil, termasuk isolasi sementara terhadap terduga pelaku dari aktivitas akademik demi melindungi korban dan komunitas.

Pada Kamis, 25 September 2025, korban secara pribadi menghadiri audiensi dengan dekanat dan menyampaikan permintaannya secara langsung, termasuk tuntutan konsekuensi hukum dan administratif terhadap terduga pelaku. 

BEM KM FISIP UNSRI juga menggelar kajian dan refleksi damai untuk memperingati kasus ini dengan slogan “Kampus adalah ruang bertumbuh, bukan ruang pelecehan.”

Kajian tersebut menyoroti bahwa pelecehan seksual bukan hanya kejahatan individu, tetapi juga kegagalan sistemik institusi dalam mencegah dan menangani kekerasan berbasis gender.

Meskipun demikian, hingga akhir September 2025 belum ada tanggapan konkret dari pihak dekanat atau manajemen UNSRI. 

Terduga pelaku masih diberikan kebebasan penuh untuk berkeliaran di kampus dan bahkan berpartisipasi dalam kegiatan seminar proposal (sempro), yang secara tidak langsung menormalkan perilaku tidak senonoh dan membahayakan korban serta mahasiswa lain.

Kurangnya transparansi atas penanganan dan tindakan yang dilakukan dari dekanat FISIP UNSRI dan manajemen universitas bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi juga bentuk complicity (keterlibatan pasif) yang berpotensi menormalisasi pelecehan seksual di lingkungan akademik.

Kasus ini mencerminkan kegagalan sistemik dalam etika akademik dan perlindungan hak asasi manusia (HAM) di lingkungan FISIP UNSRI. Dekanat wajib mengambil tindakan tegas dalam penanganan terduga pelaku, mengakui kompetensi dan tanggung jawab institusional atas potensi pembiaran kekerasan berbasis gender, serta mereformasi mekanisme perlindungan dan pemulihan bagi korban. 

Hal tersebut wajib dilakukan sesuai regulasi terbaru, yaitu Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 yang mensyaratkan setiap perguruan tinggi memiliki sistem pencegahan, penanganan, dan pemulihan dalam kasus kekerasan, termasuk keterlibatan pihak internal dan eksternal, transparansi, dan akuntabilitas. 

Regulasi tambahan berupa Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Kekerasan Seksual menetapkan bahwa pendidikan dan pelatihan pencegahan kekerasan seksual adalah kewajiban bersama bagi lembaga pendidikan, aparat hukum, dan lembaga layanan. 

BEM KM FISIP UNSRI juga menghadapi tekanan eksternal Kami menuntut penyelidikan independen atas dugaan intervensi ini, karena kampus harus menjadi benteng demokrasi akademik, bukan arena manipulasi informasi.

Implikasi Multidimensi Kasus

1. Implikasi terhadap Korban

Korban, seorang mahasiswi yang seharusnya fokus pada pengembangan akademiknya, kini menghadapi trauma psikologis yang mendalam, termasuk rasa takut, malu, dan isolasi sosial. 

Penundaan penanganan dapat memperburuk kondisi mentalnya, berpotensi menyebabkan gangguan kecemasan, depresi, atau bahkan putus kuliah kejadian yang sering terjadi pada korban kekerasan seksual di kampus (sebagaimana didokumentasikan dalam studi WHO tentang kekerasan berbasis gender). 

Selain itu, kehadiran terduga pelaku dalam kegiatan sempro berisiko menciptakan “efek mengerikan” bagi korban, di mana ia merasa terus diawasi dan terancam, sehingga menghambat proses penyembuhan dan keadilan restoratif. Tanpa dukungan segera, korban berpotensi mengalami stigmatisasi jangka panjang yang dapat menghambat karier dan kehidupan pribadinya.

2. Implikasinya terhadap Nama Baik Kampus dan Universitas Sriwijaya

FISIP UNSRI, sebagai fakultas unggulan di bidang ilmu sosial, kini tercoreng oleh citra sebagai institusi yang toleran terhadap kekerasan seksual. 

Hal ini tidak hanya merusak kepercayaan mahasiswa dan orang tua, tetapi juga berdampak pada akreditasi dan peringkat universitas secara keseluruhan. UNSRI, yang dikenal sebagai salah satu perguruan tinggi terkemuka di Sumatera, berisiko kehilangan dukungan dari mitra industri, donor, dan calon mahasiswa.

Secara lebih luas, kasus ini dapat memicu gelombang protes nasional, seperti yang terjadi pada kasus serupa di universitas lain (misalnya di UI dan UGM), yang dapat berimbas pada reputasi UNSRI di mata masyarakat dan lembaga internasional seperti QS World University Rankings. 

Potensi boikot kegiatan kampus, penurunan pendaftaran mahasiswa baru, dan tuntutan hukum dari korban dapat membebani anggaran universitas. Lebih dari itu, kegagalan ini menggagalkan komitmen UNSRI terhadap.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Nomor 5 tentang Kesetaraan Gender, yang seharusnya menjadi prioritas institusi modern. Kasus ini mencerminkan kegagalan sistemik etika akademik dan perlindungan HAM di FISIP UNSRI. 

Baca juga: Profil Mahatma Ilham Panjaitan, Siapanya Luhut Binsar Panjaitan? Kini Besan Menpora Erick Thohir

Dekanat wajib segera menangani terduga pelaku secara tegas, mengakui tanggung jawab institusional atas normalisasi kekerasan gender, serta mereformasi mekanisme perlindungan korban untuk mencegah banyak hal. 

Kegagalan respons proporsional terhadap Permendikbud 2024 tentang pelecehan seksual adalah Permendikbudristek No. 55 Tahun 2024 yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi.

Peraturan ini menggantikan Permendikbud No. 30 Tahun 2021 dan mencakup jenis kekerasan lain seperti fisik, psikis, dan perundungan, serta mengatur mekanisme pelaporan, penanganan, dan sanksi bagi pelaku serta merusak kepercayaan sivitas.

BEM FISIP UNSRI menolak impunitas bagi terduga pelaku kekuasaan, menuntut komitmen konkret prioritas keadilan korban, dan pembangunan budaya kampus aman yang bertanggung jawab demi integritas UNSRI.

Ada 8 tuntutan dan desakan tegas kepada terduga pelaku dan Dekanat FISIP UNSRI yaitu

1. Isolasi sementara terduga pelaku dari semua aktivitas akademik, termasuk sempro, hingga investigasi selesai dengan pengawasan langsung dari dekanat.

2. Pembentukan tim investigasi independen oleh dekanat FISIP UNSRI yang melibatkan perwakilan BEM dan pakar hukum gender untuk menangani kasus secara transparan.

3. Transparansi penuh dari dekanat: publikasi laporan kemajuan penanganan terhadap terduga pelaku sesegera mungkin.

4. Penguatan mekanisme internal antipelecehan, termasuk pelatihan wajib bagi dosen dan sanksi tegas seperti pemecatan administratif dari seluruh kegiatan kampus.

5. Investigasi internal untuk memastikan advokasi BEM tidak dihambat, dengan prioritas perlindungan korban dari tekanan eksternal.

6. Mendesak dekanat FISIP UNSRI dan pihak Universitas Sriwijaya untuk menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada korban, mahasiswa, dan publik atas tidak adanya transparansi dan kejelasan segala rangkaian penanganan kasus tersebut dalam menangani kasus ini.

7. Menegaskan kembali bahwa kampus adalah ruang tumbuh yang nyaman dan aman, bukan ruang pelecehan bagi siapapun. Seluruh sivitas akademika wajib menjaga lingkungan yang aman, adil, dan bebas dari kekerasan berbasis gender.

8. Melakukan audit etika terhadap seluruh dosen FISIP UNSRI untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan relasi kuasa antara dosen dan mahasiswa.

Jika desakan ini tidak ditanggapi secara konkret oleh terduga pelaku dan dekanat FISIP UNSRI dalam waktu 14 hari kalender sejak kajian ini disampaikan, BEM KM FISIP UNSRI akan mengeskalasi aksi melalui koalisi dengan BEM nasional, media massa, dan lembaga hak asasi manusia seperti Komnas Perempuan. 

Kami tidak akan ragu membawa kasus ini keranah hukum dan publikasi nasional demi menuntut konsekuensi setimpal bagi terduga pelaku dan akuntabilitas dekanat.

Dosen Dinonaktifkan

Terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan civitas akademika terhadap mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sriwijaya (Unsri), sudah di tangani tim Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (PPKPT) Unsri. 

"Sebagaimana prosedur di Unsri, semua sudah ditangani oleh Tim PPKPT Unsri," kata Dekan FISIP Unsri Dr. Ardiyan Saptawan, M.Si saat dikonfirmasi, Rabu (22/10/2025). 

Menurutnya, untuk kelanjutannya atau tindaklanjuti seperti apa bisa ke tim PPKPT Unsri. 

Sementara itu Kepala Kantor Humas dan Protokol Universitas Sriwijaya Nurly Meilinda menambahkan, Unsri melalui Kantor Humas dan Protokol sudah berkoordinasi dengan pimpinan FISIP. 

"Saat ini, dosen yang dilaporkan telah dinonaktifkan dari seluruh aktivitas pembelajaran, termasuk ujian skripsi sejak kasus ini dilaporkan," kata Nurly Meilinda. 

Menurutnya, pihak jurusan juga sudah memproses dan mengeluarkan surat penggantian pembimbing untuk mahasiswa yang menjadi korban dan semua mahasiswa bimbingan yang bersangkutan lainnya. 

"Kasus ini juga sudah ditangani oleh Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi, yang nanti akan diproses di Senat Akademik Universitas," katanya. 

Menurutnya, keputusan institusional akan diambil berdasarkan hasil kajian dan rekomendasi dari proses tersebut. Unsri berkomitmen untuk melindungi korban dan menjamin kenyamanan akademik seluruh mahasiswa. 

"Kami mengajak semua pihak untuk menghormati proses ini dan terus mendorong terciptanya ruang akademik yang aman dan berkeadilan," katanya. 

Artikel ini telah tayang di TribunSumsel.com dengan judul Kronologi Dosen FISIP Unsri Lakukan Pelecehan, Disuruh Bawa Baju Renang ke Hotel, Bantu Skripsi

(TribunSumsel.com/Linda Trisnawati, Bangkapos.com)

 

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved