Pegawai Suruh Teman Aniaya HRD di Bandung, Dendam karena Tak Terima Dipecat

Kasus pegawai suruh teman aniaya HRD di Bandung gegerkan publik. Dendam karena dipecat berujung penjara. Ini kronologi, motif, dan pelajarannya

Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
Dokumen Polsek Rancaekek via KOMPAS.com
HRD DIANIAYA- Salah satu pelaku penganiayaan seorang Human Resource Development (HRD) bernama Revi Elvis di Kampung Cikijing, Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Pelaku nekat karena tak terima akan dipecat, Rabu (29/10/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Kasus penganiayaan terhadap HRD di Kabupaten Bandung menjadi sorotan.
  • Seorang pegawai harian lepas menyuruh rekannya menyerang HRD karena tak terima dipecat.
  • Aksi brutal itu membuat korban luka dan pelaku kini terancam lima tahun penjara.
  • Peristiwa ini jadi peringatan bagi dunia kerja Indonesia.

BANGKAPOS.COM-Sebuah kasus penganiayaan yang melibatkan karyawan terhadap atasan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, mengguncang publik dan dunia kerja nasional.

Seorang buruh harian lepas berinisial ANLI (24) nekat menyuruh rekannya, AY (31), untuk melakukan kekerasan terhadap Revi Elvis, seorang kepala HRD (Human Resource Development) perusahaan manufaktur di Kecamatan Rancaekek.

Motif di balik peristiwa tersebut terungkap cukup mengejutkan ANLI diduga tidak terima karena akan dipecat dari pekerjaannya, dan melampiaskan amarahnya dengan menyuruh rekannya menganiaya korban.

Peristiwa itu terjadi di depan gerbang perusahaan tempat keduanya bekerja, tepatnya di Kampung Cikijing, Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung.

Akibat serangan tersebut, korban mengalami luka di bagian wajah dan lengan.

Kasus ini bukan sekadar tindak kriminal biasa. Banyak pihak menilai kejadian ini mencerminkan rapuhnya hubungan industrial dan ketidakseimbangan komunikasi antara pekerja dan manajemen di sejumlah perusahaan di Indonesia.

Diserang Saat Pulang Kerja

Kapolsek Rancaekek Kompol Deni Sunjaya menjelaskan bahwa kejadian tersebut berlangsung pada pukul 06.15 WIB di depan pintu gerbang perusahaan.

Saat itu, korban Revi Elvis baru saja menyelesaikan pekerjaannya dan hendak pulang menggunakan sepeda motor.

“Tiba-tiba korban dihampiri dua pria yang datang menggunakan motor. Salah satu pelaku, AY, turun dari kendaraan dan langsung memukul korban menggunakan double stick,” ungkap Kompol Deni dalam keterangannya kepada wartawan.

Pukulan pertama mengenai kening sebelah kiri korban, disusul pukulan kedua ke arah kepala dan bahu kanan.

Beruntung, korban mengenakan helm sehingga luka parah dapat dihindari.

Meski demikian, korban tetap mengalami luka lebam dan lecet di wajah, serta luka pada jari dan lengan akibat menangkis pukulan pelaku.

Menurut keterangan saksi di lokasi, korban sempat berteriak “begal! begal!” yang menarik perhatian warga sekitar dan petugas keamanan perusahaan.

Satpam segera datang ke lokasi dan berhasil mengamankan AY di pos jaga, sedangkan rekan pelaku berhasil melarikan diri.

Namun pelarian itu tak berlangsung lama. Setelah dilakukan pengejaran, ANLI ditangkap di rumahnya di kawasan Bojongloa oleh tim gabungan Polsek Rancaekek dan Polresta Bandung.

Baca juga: Terungkap Oknum TNI Pelaku Penganiayaan Karyawan, Zaskia Mecca Kecewa: Bikin Aku Patah Hati

Dendam karena Tak Terima Dipecat

Ilustrasi penganiayaan.
Ilustrasi penganiayaan. (IST Tribun Wow)

Dari hasil penyelidikan, polisi menemukan fakta bahwa penganiayaan ini telah direncanakan sebelumnya. Pelaku AY mengaku kepada penyidik bahwa ia diminta oleh ANLI untuk “memberi pelajaran” kepada HRD perusahaan tersebut.

“Motifnya karena pelaku utama, ANLI, tidak terima dengan keputusan perusahaan yang akan memecatnya. Ia menyimpan dendam dan menyuruh rekannya melakukan penganiayaan terhadap korban,” kata Kompol Deni.

Menurut informasi yang diperoleh dari pihak perusahaan, ANLI sebelumnya telah beberapa kali mendapat peringatan karena masalah kedisiplinan.

Setelah peringatan ketiga, manajemen berencana memberhentikannya. Keputusan itu rupanya membuat ANLI marah dan merasa diperlakukan tidak adil.

Dalam penyelidikan, ANLI juga mengaku merasa “dizalimi” oleh HRD yang dianggapnya penyebab utama pemecatan tersebut.

Ia kemudian menghubungi AY, temannya di luar perusahaan, untuk melakukan aksi balas dendam.

Barang bukti yang disita dari lokasi kejadian antara lain double stick logam, besi stainless sepanjang 30 sentimeter, dan rantai besi sepanjang 20 sentimeter yang digunakan dalam serangan tersebut.

Atas perbuatannya, kedua pelaku dijerat dengan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.

Kasus Serupa di Daerah Lain

Kasus pegawai yang tidak terima dipecat lalu melakukan tindakan ekstrem bukan hal baru di Indonesia.

Pada tahun 2023, seorang guru honorer bernama Jupriadi di Sulawesi Selatan viral karena menolak pemecatannya secara sepihak dari SMA Negeri 10 Makassar.

Jupriadi telah mengajar selama 16 tahun sebagai pengajar mata pelajaran Teknik Informatika dan penanggung jawab laboratorium komputer. 

Ia diberhentikan pada Maret 2023 setelah mempermasalahkan adanya pesan politik di grup WhatsApp sekolah.

Menurut Jupriadi, grup sekolah seharusnya difokuskan untuk membahas kegiatan pendidikan, bukan kampanye politik. 

Namun, keberaniannya itu justru berujung pada surat pemecatan tanpa peringatan atau teguran sebelumnya.

“Saya tidak pernah dipanggil atau diberi SP1 hingga SP3. Tiba-tiba saja dipecat,” ujarnya.

Ia mencoba memperjuangkan nasibnya dengan mendaftar PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) pada 2024 dan 2025, tetapi gagal karena data dirinya sudah dihapus dari sistem Dapodik.

Kasus seperti ini menunjukkan betapa rapuhnya hubungan industrial di Indonesia, terutama antara pekerja kontrak, honorer, dan perusahaan atau instansi. 

Tak jarang, ketidakjelasan status kerja berujung pada konflik emosional hingga tindakan kriminal, seperti yang dialami oleh ANLI di Bandung.

Meski tidak sampai melakukan kekerasan, kasus tersebut menyoroti persoalan yang sama, minimnya mekanisme komunikasi dan keadilan dalam sistem kerja nonpermanen di Indonesia.

Data BPS menunjukkan bahwa pada Februari 2023, 60,12 persen penduduk bekerja di Indonesia berstatus informal (meliputi pekerja kontrak dan harian lepas, buruh, dan pekerja bebas), sedangkan 39,88?kerja di sektor formal. 

Proporsi ini bersifat nasional dan tidak spesifik untuk sektor industri saja.

Pelajaran bagi Dunia Kerja

Kasus ini menjadi peringatan keras bagi pekerja dan perusahaan.

  • Bagi pekerja, emosi tidak pernah menjadi solusi dalam menghadapi konflik kerja.
  • Bagi perusahaan, penting untuk membangun komunikasi yang empatik dan terbuka saat mengambil keputusan berat seperti pemutusan kerja.

Langkah seperti konseling karyawan, jalur pengaduan internal, dan pelatihan manajemen emosi dapat membantu mencegah konflik berujung kriminal.

Kompol Deni menegaskan, “Kami mengimbau masyarakat agar menahan emosi dan tidak menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah pekerjaan.”

Pelajaran untuk Dunia Kerja

Kasus penganiayaan terhadap HRD di Bandung menjadi peringatan penting bagi pekerja maupun perusahaan.

Bagi pekerja, emosi dan kekerasan tidak pernah menjadi solusi. Sementara bagi perusahaan, transparansi, empati, dan komunikasi terbuka adalah kunci untuk mencegah konflik.

Menurut Asosiasi Manajemen SDM Indonesia (AMSDM), perusahaan seharusnya memiliki program pemutusan hubungan kerja (PHK) yang manusiawi, termasuk sesi konseling, pemberian surat resmi yang jelas, serta opsi kompensasi yang adil.

Selain itu, pemerintah juga diminta memperkuat pengawasan terhadap sistem rekrutmen dan pemecatan pekerja kontrak agar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Penegakan Hukum dan Tanggung Jawab Sosial

Kapolsek Rancaekek menegaskan bahwa kasus ini ditangani secara serius.

“Kami sudah menahan kedua pelaku dan memastikan proses hukum berjalan sesuai aturan. Ini jadi pelajaran penting bagi masyarakat agar tidak menyelesaikan masalah dengan kekerasan,” ujar Kompol Deni.

Ia juga mengimbau perusahaan untuk memperkuat keamanan di area kerja, khususnya di pintu gerbang dan area parkir, guna mencegah potensi insiden serupa.

Kekerasan Bukan Solusi

Kasus pegawai suruh teman aniaya HRD di Bandung menjadi refleksi keras bagi dunia kerja Indonesia.

Dalam hitungan menit, amarah dan dendam telah menghancurkan masa depan dua orang pekerja muda bukan hanya kehilangan pekerjaan, tetapi juga terjerat kasus pidana dan stigma sosial.

Bagi korban, kejadian ini menjadi trauma tersendiri. Sementara bagi perusahaan dan publik, peristiwa ini menegaskan bahwa manajemen konflik dan komunikasi kerja adalah kebutuhan mendesak di setiap institusi.

Kekerasan, dalam bentuk apapun, tidak akan pernah menjadi jalan keluar. Dialog, empati, dan keadilan adalah fondasi utama menciptakan hubungan kerja yang sehat, manusiawi, dan beradab.

"Emosi sesaat bisa menghancurkan masa depan," ujar Kompol Deni mengakhiri konferensi persnya sore itu.

Sebagian Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Pegawai Suruh Teman Aniaya HRD karena Kesal Mau Dipecat, Tak Bisa Kerja Malah Terancam Penjara

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved