Tragis Randika Alzatria, Pemuda Sumsel Tewas Kelaparan di Cilacap, Bawa Surat Wasiat Pilu

Randika Alzatria, pemuda asal Sumsel, ditemukan tewas kelaparan di Cilacap. Bawa kertas identitas dan surat wasiat, kisahnya bikin publik menangis

Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
Kolase Instagram
TEWAS KELAPARAN-- Kolase foto Randika. Seorang pemuda asal Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, bernama Randika Alzatria Syahputra (28) ditemukan meninggal dunia di teras rumah warga di Sampang, Cilacap, Jawa Tengah, pada, Jumat (17/10/2025). Randika diduga meninggal akibat kelaparan dan tidak memiliki ongkos untuk pulang ke kampung halamannya 
Ringkasan Berita:
  • Pemuda asal Sumatera Selatan, Randika Alzatria Syahputra, ditemukan tewas kelaparan di Cilacap.
  • Bawa kertas identitas diri dan surat wasiat terakhir.
  • Anak Broken Home yang Hidup dalam Sunyi
  • Pernah Serahkan Diri karena Mengaku Curi Motor

 

BANGKAPOS.COM--Sebuah kisah memilukan mengguncang hati publik Indonesia.

Seorang pemuda asal Sumatera Selatan bernama Randika Alzatria Syahputra, atau akrab disapa Randi, ditemukan tewas diduga karena kelaparan di teras rumah warga di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (17/10/2025).

Kabar kematian Randi menyebar cepat di media sosial dan menimbulkan gelombang simpati dari ribuan warganet.

Mereka tak menyangka bahwa di tengah negeri yang dikenal subur makmur, masih ada anak muda yang meninggal karena lapar dan kesendirian.

Ketika ditemukan, di tubuh Randi hanya terdapat secarik kertas berisi identitas dirinya dan nama keluarganya. Dalam kertas itu tertulis dengan tulisan tangan:

“Nama: Randika Alzatria Syahputra.

Tempat/Tanggal Lahir: Lubuk Linggau, 21 Desember 1997.

Ayah: (Alm.) Edy Alhakim.

Ibu: Rina Susanti.

Adik: Nadya Suci Maretta.

Adik Tiri: Citra Maharani Putri.”

Di bawah tulisan itu, ada catatan kecil:

“Anak broken home. Tolong antarkan jasad saya ke rumah ayah dan nenek di Palembang.”

Kertas itu kini menjadi bukti bisu tentang perjuangan seorang perantau muda yang kehilangan arah, kehilangan keluarga, dan akhirnya kehilangan nyawa karena lapar.

Perantau yang Tak Sempat Pulang

Menurut laporan kepolisian setempat, Randi ditemukan oleh warga di sebuah teras rumah di wilayah Sampang, Kabupaten Cilacap.

Tubuhnya terbujur lemah, tanpa luka kekerasan. Diduga ia meninggal karena kelaparan dan kelelahan setelah beberapa hari tak makan.

“Dari hasil pemeriksaan awal, tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan. Dugaan kuat korban meninggal akibat kelaparan,” ujar salah satu petugas Polsek setempat, Sabtu (18/10/2025).

Kisah tragis ini terungkap setelah akun Instagram @Folkkohona membagikan foto dan identitas korban.

Dalam unggahan itu, disertakan pula tangkapan layar secarik kertas yang dibawa Randi yang ternyata ditulis sendiri olehnya untuk berjaga-jaga jika ia tak selamat di perantauan.

Warganet pun dibuat haru sekaligus marah. Haru karena nasib pilu sang perantau muda, dan marah karena di tengah berlimpahnya sumber daya negeri ini, masih ada rakyat yang mati karena lapar.

Kita Semua Gagal Melihat Derita di Sekitar Kita

Sejak kabar itu beredar, kolom komentar media sosial dipenuhi dengan doa, penyesalan, dan refleksi sosial.

Seorang warganet menulis:

“Bayangin, dia lebih memilih mati kelaparan daripada ngemis. Salut sama perjuangannya, semoga Allah hapus dosa-dosanya.”

Komentar lain yang viral berbunyi:

“Ini bukan semata salah negara. Kita semua gagal sebagai manusia. Kita tahu ada yang lapar, tapi kita diam. Kita menyesal baru setelah mereka mati.”

Ungkapan-ungkapan duka itu menyebar cepat di berbagai platform media sosial dari Instagram, TikTok, hingga X (Twitter). Banyak yang mengunggah ulang foto Randi semasa muda, dengan caption “Ingat nama ini, Randika Alzatria Syahputra. 1997–2025.”

Anak Broken Home yang Hidup dalam Sunyi

Dari data yang ditemukan di lokasi, Randi adalah warga Lubuk Linggau, Sumatera Selatan.

Ia lahir pada 21 Desember 1997 dan dikenal sebagai pribadi pendiam sejak kecil.

Ayahnya, Edy Alhakim, telah meninggal dunia, sementara ibunya, Rina Susanti, disebut sudah lama berpisah dari keluarga.

Sejak remaja, Randi hidup berpindah-pindah. Ia sempat tinggal di rumah neneknya di Palembang, lalu bekerja serabutan di berbagai tempat.

Namun nasib tak berpihak padanya. Ia kehilangan pekerjaan, kehilangan tempat tinggal, dan akhirnya memutuskan merantau ke Jawa untuk mencari penghidupan baru.

Sayangnya, keberuntungan tak kunjung datang. Di Cilacap, Randi diduga hidup tanpa pekerjaan tetap dan mulai jatuh sakit.

Warga sekitar sempat melihatnya beberapa kali duduk di depan warung dalam keadaan lemas.

“Dia tidak minta uang, hanya minta air minum,” kata seorang warga yang sempat melihatnya. “Waktu itu saya kasih roti, dia bilang terima kasih pelan-pelan, lalu pergi.”

Pernah Serahkan Diri karena Mengaku Curi Motor

Sebelum tragedi kematiannya, Randi ternyata pernah viral pada 2023 karena datang ke Polres Lubuklinggau untuk menyerahkan diri dan mengaku telah mencuri sepeda motor pada tahun 2019.

Dalam video yang beredar saat itu, Randi dengan wajah lelah dan pakaian lusuh berkata bahwa ia sudah tidak tenang dan ingin “hidup bersih”.

Namun, setelah diperiksa, pengakuannya dianggap tidak jelas dan membingungkan.

Ia tidak tahu pasti lokasi kejadian, korban, atau detail peristiwa yang diakuinya.

Polisi pun menduga ia mengalami tekanan psikologis dan depresi berat.

“Secara psikologis, orangnya tampak linglung. Sepertinya depresi dan butuh bantuan, bukan hukuman,” ujar Ipda Fakhrudin, Kanit Reskrim Polsek Lubuklinggau Barat, saat itu.

Setelah interogasi, Randi dibawa ke Dinas Sosial Lubuklinggau agar bisa mendapat perawatan dan dikembalikan ke daerah asalnya.

Namun, tak ada yang tahu pasti apa yang terjadi setelah itu. Hingga akhirnya, dua tahun kemudian, kabar kematiannya di Cilacap mengagetkan publik.

Surat Wasiat yang Menyayat Hati

Selain membawa kertas identitas diri, Randi juga meninggalkan sepucuk surat wasiat sederhana yang ditulis di kertas bekas. Isinya begitu singkat namun menyayat hati:

“Pak/Ibu tolong antarkan ke sini…”

Di bawah kalimat itu, Randi menulis alamat rumah ayah dan neneknya di Palembang.

Namun dari keterangan warga, ayah dan neneknya sudah meninggal dunia.

Beberapa pihak menduga surat itu ditulis karena Randi sudah pasrah dengan hidupnya.

Ia tahu dirinya sedang sakit, lapar, dan tak memiliki siapa-siapa.

“Dia mungkin sadar tidak akan bertahan lama,” ujar seorang relawan sosial yang sempat ikut membantu evakuasi.

 “Kertas itu bukan sekadar identitas, tapi jeritan hati yang tidak sempat ia ucapkan.”

Ironi Sosial, Di Negeri yang Subur, Masih Ada yang Mati Karena Lapar

Kematian Randi menjadi simbol kegagalan kolektif bukan hanya negara, tapi juga masyarakat.

Banyak warganet mengingatkan bahwa kasus seperti ini hanyalah puncak gunung es dari krisis sosial dan ekonomi yang kian menekan kelompok rentan.

“Berton-ton bahan makanan dikirim ke luar negeri, donasi dikumpulkan untuk bangsa lain. Tapi di negeri sendiri masih ada yang mati kelaparan. Ini bukan lucu, ini tragis,” tulis seorang pengguna X (Twitter).

Beberapa aktivis sosial juga menyoroti lemahnya sistem pendataan warga miskin dan pekerja rentan di daerah-daerah.

Menurut mereka, jika ada mekanisme yang lebih responsif, mungkin Randi tidak perlu mati sendirian di perantauan.

Nama yang Tak Boleh Dilupakan

Kisah Randi bukan sekadar berita duka ia adalah tamparan moral bagi bangsa.

Seorang anak muda yang memilih mati dalam diam daripada meminta-minta, yang menulis namanya di secarik kertas agar dunia tahu bahwa ia pernah ada.

Randika Alzatria Syahputra mungkin telah pergi, tapi kisahnya akan terus diingat sebagai simbol kemanusiaan yang hilang di tengah hiruk pikuk kehidupan modern.

Triunnews.com/TribunSumsel.co.id/Sripoku.com

Sebagian Artikel ini telah tayang di Sripoku.com dengan judul Identitas Keluarga Pemuda Asal Sumsel Ditemukan Tewas Kelaparan di Perantauan, Anak Broke Home

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved