Profil Sofyan Franyata Hariyanto, Mantan Honorer Berpeluang Jadi Gubernur Riau Gantikan Abdul Wahid

Profil Sofyan Franyata Hariyanto, Mantan Honorer Berpeluang Jadi Gubernur Riau Gantikan Abdul Wahid.

Penulis: Evan Saputra CC | Editor: Evan Saputra
Tribunnews/Jeprima
Wakil Gubernur Riau SF Hariyanto tengah menjadi sorotan karena terancam diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 
Ringkasan Berita:
  • Sofyan Franyata Hariyanto menjadi sorotan usai Gubernur Riau Abdul Wahid ditetapkan tersangka KPK.
  • Lahir di Pekanbaru, 30 April 1965, Sofyan dikenal sebagai birokrat profesional dan berpengalaman.
  • Karier dimulai dari pegawai honorer pada 1983, lalu diangkat jadi PNS tahun 1987.
  • Pernah menjabat Kepala Dinas PUPR Riau (2010–2014) dan Sekda Riau (2021–2024).
  • Menjabat Penjabat Gubernur Riau 2024, kini Wakil Gubernur Riau sejak 2025.

 

BANGKAPOS.COM - Profil Sofyan Franyata Hariyanto, Mantan Honorer Berpeluang Jadi Gubernur Riau Gantikan Abdul Wahid

Sosok Sofyan Franyata (SF) Hariyanto kini tengah menjadi sorotan publik Riau. Wakil Gubernur Riau ini disebut berpeluang besar menggantikan posisi Abdul Wahid, yang baru-baru ini ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Sofyan bukanlah wajah baru di panggung birokrasi. Ia dikenal sebagai birokrat berpengalaman yang telah meniti karier dari bawah.

Pria kelahiran Pekanbaru, 30 April 1965 ini pernah menjabat sebagai Penjabat Gubernur Riau sejak 29 Februari 2024 hingga 15 Agustus 2024, sebelum akhirnya dipercaya menjadi Wakil Gubernur Riau pada 20 Februari 2025.

Sebelumnya, ia juga sempat menduduki jabatan penting sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Riau sejak 2021 hingga 2024, posisi yang memperkuat rekam jejaknya sebagai sosok berintegritas dan disiplin.

Pendidikan Sofyan menunjukkan dedikasinya terhadap dunia akademik dan pengabdian publik.

Ia menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Teladan Pekanbaru pada 1976, melanjutkan ke SMP Negeri 5 Pekanbaru tahun 1982, dan lulus dari SMA Negeri 1 Pekanbaru pada 1983.

Semangat belajarnya tidak berhenti di sana. Ia kemudian menempuh pendidikan Diploma 3 di Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) dan lulus pada 1988.

Tak berhenti di jenjang diploma, Sofyan menambah ilmunya dengan meraih gelar Sarjana Teknik Sipil di Universitas Islam Riau pada 1992 dan melanjutkan ke Magister Teknik Sipil di Universitas Islam Indonesia pada 2006.

Latar belakang teknik dan pemerintahan ini membuatnya dikenal sebagai pemimpin yang berpikir logis, terstruktur, dan fokus pada pembangunan infrastruktur.

Karier Sofyan dimulai dari posisi yang sangat rendah. Ia sempat menjadi pegawai honorer pada 1983 hingga 1987, sebelum akhirnya diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) pada 1 November 1987.

Dari sanalah perjalanan karier panjangnya dimulai. Ia menapaki tangga birokrasi satu per satu, menunjukkan komitmen dan dedikasi yang konsisten.

Pada 2005, ia dipercaya menjadi Kepala Seksi Pembangunan Prasarana Jalan di Sub Dinas Prasarana Jalan, Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Provinsi Riau.

Kinerjanya yang baik membuatnya terus naik jabatan hingga menjadi Kepala Sub Dinas Prasarana Jalan dan Kepala Balai Laboratorium Pengujian Dinas yang sama pada 2008.

Tidak berhenti di situ, kariernya semakin menanjak ketika pada 2008–2010 ia menjabat sebagai Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau, sebelum akhirnya diangkat menjadi Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau dari tahun 2010 hingga 2014.

Di masa kepemimpinannya, Sofyan dikenal sebagai pejabat yang menekankan pentingnya kualitas pembangunan infrastruktur dan efisiensi anggaran.

Setelah itu, ia dipercaya menjadi Staf Ahli Gubernur Bidang Infrastruktur Provinsi Riau (2014–2015) dan kemudian menjabat Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Riau. Pada 2016, Sofyan melebarkan kiprahnya ke tingkat nasional dengan bergabung ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai Pelaksana Biro Perencanaan Anggaran dan Kerja Sama Luar Negeri.

Pada 2017 hingga 2018, ia menduduki posisi strategis sebagai Penelaah Kebijakan di Subbagian Penyiapan Pendanaan Infrastruktur Daerah, dan terus dipercaya mengemban amanah penting di Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR dari 2018 hingga 2021.

Dalam periode ini, Sofyan sempat menjabat Inspektur II hingga Inspektur VI, menunjukkan bahwa dirinya mampu menjaga integritas dan transparansi dalam tata kelola pemerintahan.

Kiprah panjangnya akhirnya membuahkan hasil. Pada 18 Maret 2021, Sofyan resmi dilantik menjadi Sekretaris Daerah Provinsi Riau, posisi yang mengantarkannya menjadi figur sentral dalam birokrasi pemerintahan daerah.

Berkat kepemimpinan yang stabil dan komunikatif, ia kemudian dipercaya untuk menjabat sebagai Penjabat Gubernur Riau pada 29 Februari 2024, sebelum akhirnya menjabat sebagai Wakil Gubernur Riau pada 20 Februari 2025.

Langkah politik Sofyan semakin kuat ketika ia berpasangan dengan Abdul Wahid dalam Pemilihan Gubernur Riau 2024.

Baca juga: Abdul Wahid Gubernur Riau Terima Jatah Preman, Anak Buah Sampai Gadai Sertifikat demi Setor Uang

Pasangan ini diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai NasDem.

Dalam kontestasi tersebut, mereka berhasil meraih 1.224.193 suara, sebuah kemenangan signifikan yang mengantarkan keduanya dilantik secara resmi di Istana Merdeka pada 20 Februari 2025.

Kini, ketika sang gubernur Abdul Wahid tersandung kasus hukum, publik menaruh perhatian besar pada Sofyan Franyata Hariyanto.

Banyak pihak menilai bahwa dengan pengalamannya yang panjang, kepemimpinannya yang tenang, serta reputasinya sebagai birokrat profesional, Sofyan memiliki peluang besar untuk melanjutkan estafet kepemimpinan di Riau.

Dengan latar belakang teknokrat, pengalaman lintas instansi, dan rekam jejak yang relatif bersih, nama Sofyan disebut sebagai salah satu figur paling potensial untuk menjaga stabilitas pemerintahan dan melanjutkan pembangunan daerah. 

Bakal Diperiksa KPK

Sebagai pendamping Abdul Wahid di Pemerintahan Provinsi Riau, nama SF Hariyanto berpeluang diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mendalami kasus dugaan korupsi anggaran Dinas PUPR yang menjerat beberapa orang.

KPK menduga, SF Hariyanto mengetahui konstruksi perkara ini.

"Kebutuhan pemeriksaan terhadap pihak-pihak nanti yang tentunya memang dibutuhkan ya pengetahuannya atau yang diduga mengetahui konstruksi dari perkara ini, nantinya pasti akan dilakukan pemanggilan, akan dilakukan permintaan keterangan oleh penyidik ketika nanti sudah di tahap penyidikan," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Selasa (4/11/2025).

KPK akan terus mengembangkan perkara ini sampai tuntas.

Sebab, kata Budi, kegiatan OTT KPK kerap menjadi pintu masuk untuk melacak adanya praktik dugaan korupsi di lokus-lokus lainnya.

Gubernur Riau Tersangka

Abdul Wahid, Gubernur Riau ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kasus dugaan pemerasan dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

Diketahui, Abdul Wahid terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Riau pada Senin (3/11/2025). 

KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan dan Dani M. Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau

“Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka, yakni AW (Abdul Wahid), MAS (Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan), dan DAN (Dani M. Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau),” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (5/11/2025).

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, ketiga tersangka dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak 4-23 November 2025. 

"Terhadap saudara AW (Gubernur Riau Abdul Wahid) ditahan di Rutan Gedung ACLC KPK. Sementara terhadap DAN (Dani M Nursalam) dan MAS (Muhammad Arief Setiawan) ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK,” kata Johanis di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (5/11/2025).

Abdul Wahid merupakan Gubernur Riau keempat yang terjerat dalam kasus korupsi. Sebelumnya, ada tiga Gubernur Riau dari periode yang berbeda juga terseret dalam kasus korupsi.

Johanis mengatakan, kasus ini berawal dari pertemuan Sekretaris Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau Ferry Yunanda dengan 6 Kepala UPT Wilayah I-V Dinas PUPR PKPP untuk membahas kesanggupan memberikan fee kepada Gubernur Riau Abdul Wahid.

“(Fee) Yakni sebesar 2,5 persen. Fee tersebut atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP yang semula Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar (terjadi kenaikan Rp106 miliar),” ujarnya. 

Kemudian, Ferry Yunanda menyampaikan hasil pertemuan tersebut kepada Arief Setiawan. Namun, Arief meminta fee menjadi 5 persen atau setara Rp7 miliar untuk Abdul Wahid. 

"Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah ‘jatah preman’,” ujarnya.

Johanis mengatakan, dari kesepakatan tersebut, terjadi tiga kali setoran fee untuk Gubernur Riau Abdul Wahid yaitu Juni, Agustus, dan November 2025. 

Kemudian, pada pertemuan ketiga pada Senin (3/11/2025), KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dengan menangkap Ferry Yunanda, M.

Sementara itu, Abdul Wahid bersama orang kepercayaannya, Tata Maulana, ditangkap di salah satu kafe di Riau.

Akibat perbuatannya, para tersangka disangkakan telah melanggar ketentuan dalam Pasal 12e dan/atau Pasal 12f dan/atau Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

(Tribunsumsel/Tribunnewsmaker/bangkapos.com)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved