Alasan Yahya Cholil Ketum PBNU Didesak Mundur, Undang Narasumber yang Terkait Jaringan Zionis

Salah satu alasan kuat Gus Yahya diminta mundur karena adanya pemanggilan narasumber yang diduga memiliki keterkaitan dengan jaringan Zionisme.

Penulis: Fitri Wahyuni | Editor: Dedy Qurniawan
IG Gus Yahya/ Tribun Timur
DIMINTA MUNDUR - Ketua Penguru Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Gus Yahya Cholil Staquf diminta mundur dari jabatannya. Permintaan agar Ketua PBNU Gus Yahya mundur ini dimuat dalam risalah Rapat Harian Syuriyah PBNU di Hotel Aston City Jakarta, Kamis (20/11/2025) yang beredar di publik. 
Ringkasan Berita:
  • Alasan kuat Gus Yahya diminta mundur karena adanya pemanggilan narasumber yang diduga memiliki keterkaitan dengan jaringan Zionisme Internasional.
  • Alasan kedua, pelaksanaa AKN NU dengan narasumber yang terkait jaringan Zionisme Internasional di tengah praktik genosida dan kecaman dunia internasional terhadap Israel telah memenuhi ketentuan Pasal 8 huruf a Peraturan Perkumpulan NU Nomor 13 Tahun 2025.

 

BANGKAPOS.COM -- Yahya Cholil Staquf didesak mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Kakak kandung mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, ini diberi waktu 3 haru untuk mengundurkan diri.

Jika dalam waktu tiga hari tidak ada pernyataan pengunduran diri, maka Rapat Harian Syuriyah PBNU akan memberhentikan KH Yahya Cholil Staquf dari jabatan Ketua Umum.

Desakan ini muncul setelah Rapat Harian Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang digelar di Hotel Aston City Jakarta pada Kamis (20/11/2025).

Salah satu alasan kuat Gus Yahya diminta mundur karena adanya pemanggilan narasumber yang diduga memiliki keterkaitan dengan jaringan Zionisme Internasional.

Hal ini dianggap tidak sejalan dengan Maqashidul Qanun Asasi Nahdlatul Ulama serta arah perjuangan PBNU dalam membela kemanusiaan.

Baca juga: Levi Dosen Untag Disebut Senang dengan Polisi, Pacari AKBP Basuki : Memang Idolanya

Tokoh narasumber itu diundang dalam acara akademi kepemimpinan kaderisasi tingkat tinggi Nahdlatul Ulama (AKN NU).

Alasan kedua, pelaksanaa AKN NU dengan narasumber yang terkait jaringan Zionisme Internasional di tengah praktik genosida dan kecaman dunia internasional terhadap Israel telah memenuhi ketentuan Pasal 8 huruf a Peraturan Perkumpulan NU Nomor 13 Tahun 2025.

Yaitu tentang Pemberhentian Fungsionaris, Pergantian Antar Waktu dan Pelimpahan Fungsi Jabatan, yang mengatur bahwa pemberhentian tidak dengan hormat dilakukan terhadap fungsionaris dikarenakan yang bersangkutan melakukan tindakan yang mencemarkan nama baik Perkumpulan.

Kemudian, alasan lain adalah tata kelola keuangan organisasi.

Hasil rapat menilai sejumlah praktik perlu ditinjau ulang agar sepenuhnya selaras dengan hukum syara’, regulasi negara, dan Anggaran Rumah Tangga NU.

Dikutip dari Kompas.com, pimpinan rapat, Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar mengatakan KH Yahya Cholil Staquf diminta mengundurkan diri jabatan sebagai Ketua PBNU dalam waktu tiga hari.

Terhitung sejak diterimanya keputusan rapat harian syuriyah PBNU.

Namun jika dalam waktu tiga hari Gus Yahya tidak mengundurkan diri, maka Rapat Harian Syuriyah PBNU memutuskan memberhentikan KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum PBNU.

Baca juga: DLL Diingatkan Jangan Dekat dengan Polisi, Akui AKBP Basuki Pacar: Sudah Pisah Ranjang dengan Istri

Risalah rapat harian syuriyah tersebut ditandatangani Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar.

Namun belum ada keterangan dari Gus Yahya sendiri.

Profil Yahya Cholil

Yahya Cholil Staquf, atau yang akrab disapa Gus Yahya, lahir pada 16 Februari 1966 di Rembang. 

Ia dikenal sebagai salah satu ulama terkemuka Indonesia dan saat ini memimpin Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk masa khidmat 2022–2027.

Sebelum menjabat sebagai ketua umum, ia mengemban amanah sebagai Katib ‘Aam PBNU pada periode 2015–2021.

Gus Yahya lahir dari keluarga pesantren yang kuat dalam tradisi keilmuan.

Ia merupakan putra ulama kharismatik KH M. Cholil Bisri, keponakan KH A. Mustofa Bisri (Gus Mus), dan kakak kandung mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas.

Selain memimpin organisasi, ia juga mengasuh Pondok Pesantren Roudlotut Tholibin, Leteh, Rembang.

Gus Yahya menempuh pendidikan pesantren di bawah bimbingan KH Ali Maksum di Madrasah Al-Munawwir Krapyak, Bantul.

Ia kemudian lulus dari SMA Negeri 1 Yogyakarta.

Pada jenjang perguruan tinggi, ia memilih Jurusan Sosiologi FISIPOL Universitas Gadjah Mada, sembari aktif berorganisasi.

Pada 1986–1987, ia menjabat sebagai Ketua Umum Komisariat FISIPOL UGM HMI Cabang Yogyakarta.

Kiprah di Nahdlatul Ulama

Kontribusi Gus Yahya di NU berlangsung panjang.

Ia menjadi Katib ‘Aam PBNU pada 2015–2020, sebelum memperoleh mandat memimpin PBNU melalui Muktamar ke-34 di Lampung. 

Ia menggantikan Prof KH Said Aqil Siroj yang menjabat selama dua periode.

Di bawah kepemimpinannya, NU diarahkan memperkuat diplomasi agama, rekonsiliasi sosial, serta agenda peradaban.

Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya saat konferensi pers si kantor PBNU, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (15/9/2023).
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya saat konferensi pers si kantor PBNU, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (15/9/2023). ((KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO))

Peran di Politik dan Pemerintahan

Gus Yahya berpengalaman dalam pemerintahan sejak muda. Ia pernah menjadi juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). 

Pada 31 Mei 2018, Presiden Joko Widodo melantiknya sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).

Peran internasional Gus Yahya mencolok dalam isu perdamaian dan dialog antaragama. Pada 2014, ia turut mendirikan lembaga keagamaan Bait ar-Rahmah di California, Amerika Serikat, yang fokus pada studi Islam rahmatan lil alamin.

Ia juga terlibat sebagai tenaga ahli dalam Dewan Eksekutif Agama-Agama Amerika Serikat–Indonesia, sebuah kerja sama bilateral yang ditandatangani Presiden Barack Obama dan Presiden Jokowi pada 2015. Gus Yahya kerap mewakili GP Ansor dan PKB dalam jejaring politik internasional seperti Centrist Democrat International (CDI) dan European People’s Party (EPP).

Gus Yahya beberapa kali tampil sebagai pembicara utama di forum global. Pada Juni 2018, ia berbicara dalam forum American Jewish Committee (AJC) di Israel.

Ia menawarkan konsep rahmah sebagai solusi atas konflik keagamaan dunia dan mendorong pemahaman agama yang damai.

Pada Juli 2021, ia kembali mendapat apresiasi dunia melalui penampilan kuncinya di International Religious Freedom (IRF) Summit di Washington, DC.

Dalam pidatonya bertajuk “The Rising Tide of Religious Nationalism”, ia menjelaskan dinamika bangsa-bangsa yang menghadapi ancaman budaya dan memunculkan gelombang nasionalisme religius.

Ia mengingatkan, situasi tersebut berpotensi memicu konflik global bila tidak dikelola dengan bijak.

Dalam berbagai forum, Gus Yahya konsisten menyuarakan diplomasi moral dan dialog lintasagama.

Ia menegaskan, dunia membutuhkan mekanisme baru untuk meredam persaingan nilai dan mencegah munculnya kekerasan atas nama identitas.

(Bangkapos.com/TribunJateng.com/Tribun-Timur.com)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved