Jepang Tak Lagi Dukung Soekarno Jelang Supersemar, Istri Sang Presiden ini Sempat Dilibatkan
Cerita Saat Jepang Tak Lagi Dukung Soekarno Jelang Supersemar, Istri Sang Presiden Sempat Dilibatkan
Jepang Tak Lagi Dukung Soekarno Jelang Supersemar, Istri Sang Presiden ini Sempat Dilibatkan
BANGKAPOS.COM -- Lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) di tahun 1966, menjadi momentum peralihan kekuasaan Presiden pertama RI, Soekarno ke Soeharto.
Terkait hal itu, ada beberapa kisah yang terungkap dalam peristiwa tersebut.
Satu di antaranya adalah kisah saat Jepang mengalihkan dukungannya dari Soekarno jelang lahirnya Supersemar.

Diketahui, pemerintah Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Jepang pada Januari 1958, sekitar 8 tahun setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda.
• Gebetan Luna Maya, Duda Kaya di Malaysia, Punya 50 Lantai, Intip Mewahnya Kantor Faisal Nasimuddin
Lewat San Francisco Peace Treaty, Jepang diperintahkan untuk membayar ganti rugi perang kepada negara-negara yang telah dirusaknya selama Perang Dunia II.
Pembayaran ganti rugi perang ini bermakna penting karena memberi warna hubungan Indonesia-Jepang pada periode terakhir pemerintahan Soekarno.
Namun, hubungan Jepang dan Indonesia kembali bergejolak setelah Tanah Air dilanda pergolakan politik pada tahun 1965.
Dilansir dari Kompas.com, penulis buku Peristiwa 1965: Persepsi dan Sikap Jepang, Aiko Kurasawa, mengatakan, pada awal tahun 1965, hubungan Jepang dengan Soekarno masih sangat baik.
Jepang masih tetap mendukung Soekarno dan tidak menganggap Soekarno berpihak pada sayap kiri.
• Tak Hanya Ustaz Abdul Somad, Begini Reaksi Ustaz Adi Hidayat Saat Jamaahnya Kompak Salam 2 Jari
Namun, menjelang Oktober 1965, Jepang melihat Soekano tidak bisa mengendalikan situasi.
Situasi politik dan ekonomi Indonesia kian memburuk.
"Pada akhirnya, bulan Oktober 1965, Jepang mulai mengalihkan keberpihakannya pada Angkatan Darat," ujar Aiko dalam diskusi bulanan Penulis Buku Kompas di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah Selatan, Kamis (10/3/2016) lalu, dikutip TribunJatim.com, Senin (4/3/2019).
Menurut penuturan Aiko, Jepang saat itu menerapkan politik diam atau wait and see.
• Sederet Potret Natural Luna Maya saat Umrah yang Dipuji Cantik dari Lahir Tanpa Operasi Plastik
Pada awal bulan Januari 1966, Dewi Soekarno (Ratna Sri Dewi), istri Bung Karno yang berdarah Jepang berkunjung ke Negeri Sakura.