Di Swedia, Paus Fransiskus Ajak Kaum Minoritas Katolik untuk Selalu Rendah Hati
Pemimpin umat Katolik sedunia Paus Fransiskus menemui umat Katolik yang hidup sebagai kaum minoritas di negara sekuler dengan penduduk mayoritas...
BANGKAPOS.COM, MALMÖ -- Pemimpin umat Katolik sedunia Paus Fransiskus menemui umat Katolik yang hidup sebagai kaum minoritas di negara sekuler dengan penduduk mayoritas Kristen Protestan, Swedia.
Baca: Mama Ella Ramal Kesetiaan Raffi Ahmad, Hasilnya Pun Sungguh Tak Disangka
Pertemuan Paus dengan umatnya digelar, Selasa (1/11/2016), di Kota Malmo.
Di hari kedua kunjungannya di Swedia ini, Paus menyampaikan pesannya kepada ribuan orang yang memadati sebuah stadion di kota yang terletak di selatan Swedia itu.
Baca: Terkait Ucapan Ahok, Wakil Ketua DPR RI Ini Kirimkan Surat untuk Jokowi
Wilayah tersebut selama ini dikenal sebagai "rumah" bagi para imigran pemeluk agama Katolik.
Diperkirakan ada 15.000 penganut Katolik Roma yang hadir dalam acara ini. Selain para imigran, sebagian dari mereka adalah penganut Katolik baru.
Baca: Merasa Dikeroyok, Nikita Mirzani Sindir Ayu Ting Ting Dapat Salam dari Hotel Darmawangsa
"Kerendahan hati adalah cara hidup dan bertindak yang membuat kita berada dekat dengan Yesus," kata Paus.
Selain itu, lanjut Paus, dengan kerendahan hati manusia pun bisa semakin dekat dengan manusia lainnya.
"Hal ini memungkinkan kita untuk menghilangkan segala sesuatu yang menjadi pemisah di antara kita," sambung Paus, seperti dikutip AFP.
Kerendahan-hati, kata Paus, juga membuka jalan bagi umat manusia untuk menciptakan jalan menuju persatuan.
"Salah satu contoh paling dekat adalah kehidupan anda di negara ini, yang penuh dengan perbedaan," ungkap Paus.
"Namun, kita bisa berada di sini, di tengah peringatan 500 tahun terjadinya reformasi gereja," ungkap Paus.
Oikumene
Seperti diberitakan sebelumnya, Paus kemarin, menghadiri ibadah oikumene yang digelar untuk merayakan 500 tahun gerakan reformasi, di kota yang sama.
Oikumene dikenal sebagai suatu usaha untuk menyatukan seluruh gereja. Hal ini berarti seluruh gereja, dengan berbagai latar belakang, berlainan suku, bahasa, kebudayaan dan tradisi melebur menjadi satu.
Acara itu juga menandai 50 tahun terwujudnya dialog rekonsiliasi antara gereja Katolik dan ajaran Lutheran (Protestan), -sebuah tradisi yang dulunya sungguh bermusuhan dengan kewenangan dan ajaran Vatikan.
Hanya dengan bersedia hadir dalam acara itu, Paus pun telah membuat sebuah langkah yang tak pernah dibayangkan sebelumnya.
Di abad XVI, Paus yang menjabat kala itu, menghabiskan sebagian besar waktu dan energinya untuk memutarbalikkan gerakan reformasi yang digagas Martin Luther.
Pertemuan pada hari ini terjadi setelah delapan bulan lalu, Paus menjadi Pemimpin Umat Katolik sedunia pertama, selama 1.000 tahun terakhir, yang bertemu dengan pemuka gereja Orthodox Patriarch.
Pemimpin 1,2 miliar pemeluk agama Katolik ini pun sudah bertemu dengan pemuka Gereja aliran Anglikan.
Pertemuan dengan umat Protestan di Swedia ini, kembali mengingatkan akan pentingnya persatuan umat Kristen, dari berbagai latar belakang.
Menurut Paus, persatuan tersebut penting, terlebih di saat pemeluk agama Kristen mendapat tekanan di berbagai tempat di belahan dunia.
"Ketika umat Kristen dianiaya atau bahkan dibunuh, mereka mengalami itu karena mereka Kristen, bukan karena mereka Lutheran, Calvinis, Anglikan, Katolik, atau Ortodok," kata Paus dalam sebuah wawancara.
Hasil wawancara itu diterbitkan dua media Jesuit, belum lama ini.
Dia juga menggarisbawahi bahwa Gereja Katolik saat ini sudah tak lagi memandang Martin Luther yang dulu dikucilkan, sebagai tokoh sesat.
"Luther sudah mengambil langkah yang luar biasa, dengan mengantarkan Firman Tuhan ke tangan banyak orang," kata Paus.
Ditafsirkan, ucapan Paus ini merujuk pada perjuangan Martin Luther untuk mendapatkan Alkitab dalam bahasa Jerman dan kemudian menyalurkannya, pada masa itu.