Begini Reaksi Ahok dan Djarot Saat Ditanya tentang Rencana Hak Angket
Ahok menolak menjawab pernyataan terkait sikap empat fraksi di DPR RI yang sepakat menggulirkan hak angket.
BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok langsung mengangkat telapak tangannya kepada wartawan dan menolak menjawab pernyataan terkait sikap empat fraksi di DPR RI yang sepakat menggulirkan hak angket.
Empat fraksi di DPR RI itu mempertanyakan status Basuki alias Ahok yang kembali diangkat menjadi Gubernur DKI Jakarta setelah menyelesaikan cuti kampanyenya. Di sisi lain, Ahok merupakan terdakwa kasus dugaan penodaan agama.
"Kamu tanya Mendagri (Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo)," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (13/2/2017) malam, sambil tergesa-gesa meninggalkan wartawan.
Baca: Sudah 93 Anggota DPR Dukung Pansus Ahok Gate
Hal senada juga diungkapkan pasangan Ahok, Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat. Saat menjawab pertanyaan ini, Djarot memilih mempercepat langkahnya untuk meninggalkan wartawan.
"Nanti saya tanya pada mereka, bagaimana mekanismenya," kata Djarot singkat.
Baca: ACTA Gugat Jokowi karena Tak Berhentikan Ahok
Empat fraksi mengajukan hak angket terkait status Ahok yang kembali menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Empat fraksi itu adalah Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Gerindra, dan Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN).
Baca: Presiden Jokowi Tunggu Fatwa MA terkait Penonaktifan Ahok
Ahok yang kembali aktif sebagai Gubernur DKI dinilai cacat yuridis karena bertentangan dengan Pasal 83 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pasal itu berbunyi:
1. Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.
3. Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.
Sementara itu, Ahok didakwa Pasal 156 dan 156 a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penodaan agama dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun dan empat tahun. Saat ini ia berstatus sebagai terdakwa.
Menunggu Tuntutan
Mendagri Tjahjo sebelumnya mengatakan, keputusannya belum memberhentikan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Baca: Mbah Mijan Berkicau soal Pemenang Pilgub DKI, Benarkah Ini Orangnya Kita Tunggu Saja
Sesuai aturan, kepala daerah otomatis dihentikan sementara jika tuntutan jaksa penuntut umum di atas lima tahun dan dilakukan penahanan.
"Kasus Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama, Ahok, ya Kemendagri menunggu sampai tuntutan resmi jaksa penuntut nantinya di persidangan," ujar Tjahjo melalui keterangan tertulis, Sabtu (11/2/2017).
Baca: Heboh Kabar Anak Dikutuk Jadi Batu, Rombongan Pelajar Alami Ini Saat ke Lokasi
Namun, jika tuntutannya di bawah lima tahun, Ahok tetap menjabat hingga adanya keputusan berkekuatan hukum tetap. Terlebih lagi, saat ini Ahok tidak dalam posisi sebagai tahanan.
Jika nantinya ada keputusan ditahan, Ahok langsung diberhentikan sementara. Pemberhentian sementara juga langsung dilakukan terhadap kepala daerah yang tertangkap tangan melakukan korupsi.
"Kasus OTT narkoba juga, begitu ada hasil BNN positif, langsung diberhentikan," kata Tjahjo.
Jika hakim menjatuhkan vonis bebas, Ahok akan dikembalikan jabatannya.
Hanura Yakin Nasib Hak Angket Ahok Gate Tak akan Berlanjut
Fraksi Hanura menolak hak angket Ahok Gate. Sekretaris Fraksi Hanura Dadang Rusdiana menilai usulan hak tersebut tidak berguna dan menimbulkan kegaduhan.
"Hak angket tidak pada tempatnya. Ini kan bukan persoalan yang berdampak luas pada seluruh masyarakat. Ini kan hanya berhubungan dengan persoalan calon DKI. Yang di dalamnya ada perbedaan penafsiran hukum," kata Dadang melalui pesan singkat, Selasa (14/2/2017).
Baca: Istri Andika Kangen Band Ngamuk Tuduh Mahasiswi Selingkuhi Suaminya
Dadang mengatakan Mendagri Tjahjo Kumolo melihat Ahok masih dapat melanjutkan kembali jabatan Gubernur DKI karena pasal yang didakwakan ada dua yaitu pasal 156 dan 156a.
Terdapat ancaman hukuman paling lama 4 tahun dan ada yang 5 tahun.
"Mendagri menganggap sebelum ada tuntutan resmi jaksa mana pasal yang dijadikan tuntutan maka pemberhentian sementara kepada BTP (Basuki Tjahaja Purnama) sebagai terdakwa sebagaimana diatur oleh Pasal 83 ayat 1 belum terpenuhi," kata Dadang.
Baca: Mengharukan, Ternyata Ini Alasan Sang Istri Minta Caisar Menikah Lagi
Sedangkan yang lain, ujar Dadang, menganggap bahwa seharusnya Presiden Jokowi memberhentikan sementara Ahok dari jabatan gubernurnya.
"Jadi terjadi perbedaan pendapat," kata Dadang.
Menurut Dadang, persoalan Ahok yang tidak dinonaktifkan sebagai Gubernur DKI hanyalah perbedaan penafsiran karena tidak ada dugaan jelas pelanggaran UU.
"Nanti kita lihat di paripurna. Saya yakin nasib Hak Angket tidak akan berlanjut," kata Dadang.
Baca: Istri Cantik Ustaz Al Habsyi Minta Cerai Setelah 11 Tahun Membina Rumah Tangga
Sebelumnya diberitakan Tribunnews.com, Fraksi Gerindra sepakat untuk mengajukan pansus angket Ahok Gate.
Usulan tersebut dikeluarkan karena melihat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) masih boleh menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, padahal masih jadi terdakwa dalam kasus penistaan agama.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Fadli Zon mengatakan pansus angket Ahok Gate digulirkan karena pemerintah telah melanggar UU no.23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 83 ayat (1) dan ayat (3).
Dalam hal ini saat seorang kepala daerah ditetapkan sebagai terdakwa maka yang bersangkutan harus diberhentikan sementara dari jabatannya hingga kasusnya memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht). (Kompas.com/Tribunnews)