Kisah 'Merica, Lontong dan Nangka' dari 'Kampret' Dalam Operasi Militer di Timor Timur

Lazimnya dalam sebuah operasi militer, nama resmi Bronco yang arti sebenarnya adalah anak kuda, tidak digunakan. Dalam operasi ini Bronco

Editor: Iwan Satriawan
Sumber gambar: Kolonel (Pur) Soenyoto
OV-10F Bronco yang diterbangkan Kapten Yuni Purworiadi saat membawa Kapten Soenyoto yang bertugas mendokumentasikan operasi udara di Timor Timur. 

BANGKAPOS.COM--Kampret berarti kelelawar. Namun di kalangan TNI AU, Kampret adalah sandi bagi pesawat tempur taktis OV-10F Bronco milik TNI AU yang melaksanakan Operasi Udara Tempur Taktis di Provinsi Timor Timur (Timtim) pada awal 1980-an.

Lazimnya dalam sebuah operasi militer, nama resmi Bronco yang arti sebenarnya adalah anak kuda, tidak digunakan. Dalam operasi ini Bronco dipanggil Kampret.

Hari itu di apron Lanud Bacau, Timtim para teknisi TNI AU tengah menyiapkan sebuah OV-10F.

Kegiatan dilakukan menyusul laporan dari garis depan yang menyatakan bahwa gerilyawan Fretilin yang diberi sandi Celeng semakin meningkatkan kegiatannya di perbukitan untuk merampas logistik dan senjata ABRI.

Kapten Inf Prabowo Subianto dari unsur TNI AD terlihat berbincang dengan para perwira ABRI lainnya.

OV-10 Bronco TNI AU
OV-10 Bronco TNI AU (ANGKASA ONLINE)

Sambil berjalan menuju pesawat, Kapten Soenyoto yang bertugas di Dinas Penerangan TNI AU, mendapat penjelasan dari penerbang OV-10F Kapten Pnb Yuni Purworiadi.

Ia menjelaskan bagaimana saya menjadi “penerbang” yang akan duduk di kursi belakang.

Kampret memiliki dua kokpit tandem, di mana Soenyoto akan duduk mengikuti misi operasi. Penerbang itu menjelaskan pula bagaimana cara meninggalkan pesawat menggunakan kursi lontar (ejection procedure) bila dalam misi itu Bronco tertembak.

Sebagai personel Dispenau yang akan mendokumentasikan Operasi Tuntas di Timtim, Soenyoto membawa “senjata” berupa kamera video Panasonic berbobot empat kilogram dan sebuah kamera foto.

 “Pasukan di darat sudah melihat Kampret belum?” tanya Kapten Yuni Purworiadi melalui radio kepada kompi-kompi tempur di darat saat pesawat mulai terbang menuju sasaran.

Hutan sangat lebat sehingga pemandangan dari dalam kokpit Bronco tertutup barisan pepohonan. Baik Kapten Yuni maupun Soenyoto tidak mampu melihat gerakan pasukan darat.

“Kami belum melihat Kampret, baru dengar suaranya saja,” jawab pasukan di darat.

OV-10F kembali berputar mengulangi rute awal dan menambah sedikit ketinggian terbang.

“Oke, kami sudah melihat Kampret, maju saja terus ke arah pohon besar di depan,” timpal pasukan darat.

Kampret saat itu terbang membawa Merica (sandi untuk peluru senapan mesin kaliber 7,62mm, Lontong (sandi untuk roket FFAR), dan Nangka (sandi untuk dua bom di bawah sayap).

Halaman
123
Sumber: Angkasa
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved