Kisah 'Merica, Lontong dan Nangka' dari 'Kampret' Dalam Operasi Militer di Timor Timur
Lazimnya dalam sebuah operasi militer, nama resmi Bronco yang arti sebenarnya adalah anak kuda, tidak digunakan. Dalam operasi ini Bronco
Di lintasan ketujuh yang menjadi lintasan terakhir sebelum kembali ke Lanud Baucau, Kampret mengirim dua Nangka ke sasaran.
Bom seberat 250 kg itu sebagai salam perpisahan kepada para Celeng. “Saya kirimkan dua Nangka. Awas jangan dekat-dekat pohon besar itu,” ujar Kapten Yuni kepada pasukan di darat.
Kampret menukik lagi dan melepaskan dua bom 250 kg dari sayap kiri dan kanan. Setelah itu Kampret melakukan pull-up dan terdengar suara gemuruh ledakan bom.
“OK, Kampret pulang. Tolong laporkan hasilnya,” pinta Yuni kepada pasukan darat.
Tak lama berselang kami pun mendarat di Lanud Baucau. Saat kanopi pesawat dibuka, pertanyaan pertama para teknisi kepada Soenyoto adalah soal muntah.
“Muntah tidak?” tanya mereka tak sabar. “Oh, tidak. Biasa saja,” jawab Soenyoto dengan sedikit menyombongkan diri.
Namun, ketika para teknisi meminta Soenyoto untuk turun dari pesawat, ternyata Soenyoto tak bisa mengangkat kedua kaki untuk berdiri akibat dengkul terasa lemas sekali.
“Aduh, tunggu sebentar ya. Kaki masih lemas nih tidak bisa diangkat karena tujuh kali pull-up,” ujarnya.(*)