Parasut Kolaps, Atlet Paralayang Tewas Terjatuh dari Ketinggian 100 Meter
Cherly Aurelia (18), atlet paralayang meninggal dunia saat berlatih di Gunung Banyak, Kota Batu, Jawa Timur.
"Sebagai seorang penerbang mandiri, dia bisa memasang peralatannya sendiri meskipun di bawah pengawasan senior," ujar Arif.
Ketika semua peralatan terpasang, senior bertanya tentang kesiapan sang penerbang. Cherly melapor kalau dia siap terbang.
"Adik Cherly berkata semua sudah terpasang dan siap terbang," tegas Arif.
Pernyataan itu menandakan kesiapan remaja itu untuk terbang seperti hari sebelumnya. Sebelum Cherly terbang, para penerbang di Gunung Banyak memantau kondisi angin dan cuaca.
Pagi itu, cuaca cerah dan angin juga berkecepatan 3 - 4 kilometer per jam. Cuaca dan angin mendukung penerbangan pagi itu.
Baca: Kala Ria Ramadhani Dapat Kiriman Bingkisan Lebaran dari Mama-mama Muda Geng Sosialita Kaya
Setelah semua siap, Cherly pun terbang. Parasut mengembang sempurna. Namun sekitar 2 - 3 menit, setelah Cherly take off, sayap parasut sebelah kiri 'kolaps' atau menutup. Hal ini membuat parasut beserta penerbangnya jatuh.
"Sayap parasut sebelah kiri 'kolaps', sehingga parasut mengalami full stall atau jatuh," beber Arif.
Saat salah satu sayap parasut menutup, senior yang ada di lokasi landing, langsung menginstruksikan melalui handy talky supaya Cherly membuka parasut cadangan.
Namun Cherly tidak bisa menjangkau parasut cadangan itu, sehingga tidak sampai terbuka.
Pihak kepolisian bersama tim Paralayang FASI Jatim langsung melakukan analisa. Analisa itu dari penuturan senior, kesaksian yang melihat, juga video yang mengabadikan terbangnya Cherly.
Dari analisa itu, jatuhnya parasut diduga karena tidak adanya daya angkat. Hal ini dikarenakan adanya beban yang menarik. Beban itu diketahui dari tubuh Cherly yang terlihat melorot. Melorotnya tubuh Cherly akibat dari tidak terpasangnya tali pengikat (strap) di dada dan kaki remaja itu.
Baca: Bentrok Massa Timses Paslon Bupati Empat Lawang Berujung Satu Tewas, Begini Kronologinya
Di paralayang, tali pengikat ini harus terikat di tiga tempat yakni dada, kaki dan tangan. Ketika itu, hanya di bagian tangan saja yang terpasang.
"Strap di bagian dada dan kaki tidak terpasang. Ini yang sedang kami investigasi lebih jauh. Apakah strap ini tidak terpasang saat sebelum take off, atau terlepas saat sudah terbang," tegas Arif.
Arif menegaskan, petugas gabungan sedang menginvestigasi terlepasnya tali pengikat ini.
Jika tali pengikat tidak terpasang sebelum take off, maka disebut sebagai kesalahan manusia atau human error.