Terhasut Hoaks, 2 Pria Dibakar Hidup-hidup di Depan Kantor Polisi, Aparat Tak Berdaya

Terhasut hoaks ini, segerombolan orang membakar mati dua pria sebelum seorangpun memeriksa kebenarannya.

Editor: M Zulkodri
ENFOQUE
Penduduk mengacungkan telepon genggam untuk merekam saat Ricardo dan Alberto dibakar. 

Pintu sempit pos polisi dibuka dengan paksa dan Ricardo dan Alberto Flores diseret keluar.

Sementara orang mengangkat tinggi-tingi telepon mereka untuk merekam, kedua pria itu didorong ke lantai di bawah dan dipukuli.

Minyak tanah yang dibawa sebelumnya kemudian disiramkan ke tubuh mereka.

Jazmin Sanchez, janda Alberto, memberikan bunga marigold kepada anaknya di kebun keluarga di Acatlán.
Maria dan Ricardo di rumah keluarga di Acatlán/BRETT GUNDLOCK.

Saksi mata meyakini Ricardo sudah meninggal karena dipukuli tetapi pamannya Alberto masih hidup ketika mereka membakar keduanya. Rekaman video memperlihatkan anggota tubuhnya bergerak perlahan saat api melalap mereka.

Jenazah gosong dibiarkan di tanah selama dua jam setelah dibakar, sementara jaksa dari Puebla City dalam perjalanan ke Acatlán.

Petra Elia Garcia, nenek Ricardo dipanggil ke tempat kejadian untuk mengidentifikasi dan dia mengatakan air mata masih terlihat di pipi Alberto saat dia tiba. "Lihat apa yang Anda lakukan kepada mereka!" teriaknya kepada sisa kerumunan orang yang sudah mulai membubarkan diri.

Ayah Ricardo Flores, Jose Guadalupe, mengamati lahan keluarga di Acatlán.
Ayah Ricardo Flores, Jose Guadalupe, mengamati lahan keluarga di Acatlán/BRETT GUNDLOCK.

Menurut pemerintah, lima orang itu sekarang didakwa memicu terjadinya kejahatan dan empat orang lain didakwa melakukan pembunuhan.

Martinez, yang menyiarkan secara langsung adegan kekerasan tersebut, Castelan, yang meminta minyak tanah dan seorang pria yang disebut sebagai Manuel yang membunyikan lonceng. Mereka adalah tiga dari lima orang itu.

Dua orang yang diduga penghasut dan empat terduga pembunuh masih buron, kata polisi.

Kematian Ricardo dan Alberto Flores di kota kecil Meksiko bukanlah peristiwa sejenis satu-satunya. Rumor dan

berita palsu di Facebook dan WhatsApp juga menyebabkan kekerasan mematikan di India, Myanmar dan Sri Lanka, selain negara-negara lain.

Di India, sama seperti Meksiko, teknologi membesarkan desas-desus tentang penculik anak di abad ke-21, membuat informasi lebih cepat dan lebih jauh penyebarannya dengan tingkat ketepatan yang lebih rendah.

WhatsApp yang dibeli Facebook senilai US$19 miliar atau Rp281 triliun pada tahun 2014, dikaitkan dengan serangkaian pembunuhan oleh kerumunan orang di India, yang sering kali dipicu berita palsu penculik anak.

Halaman
1234
Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved