Tsunami Banten dan Lampung
Ahli Vulkanologi: Erupsi Anak Krakatau Tak Cukup Besar Untuk Hasilkan Longsoran yang Memicu Tsunami
Ahli tsunami Abdul Muhari mengatakan Anak Krakatau bisa memicu tsunami tetapi mekanismenya mungkin tak seperti yang dikira.
Berdasarkan pendataannya, gelombang tsunami sampai di Kota Agung yang berjarak 111,5 km dari gunung hampir bersamaan dengan waktu sampai Pantai Marina yang berjarak 55 km, masing-masing pada pukul 21.27 WIB dan 21.35 WIB.
Menurutnya, fakta itu menjadi masuk akal jika tsunami disebabkan oleh faktor cuaca. Fenomena itu disebut dengan meteo-tsunami.
Perubahan tekanan atmosfer secara tiba-tiba dapat memicu gelombang besar yang menyerupai tsunami.
"BMKG perlu melihat data cuaca dalam rentang waktu yang lebih panjang, mungkin seminggu ke belakang, untuk melihat apakah ada perubahan signifikan faktor cuaca itu," katanya.
Namun, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin mengatakan, sangat kecil kemungkinan tsunami disebabkan oleh faktor meteorologi.
"Tidak ada dasar yang menjelaskan perubahan tekanan tiba-tiba. Perubahan tekanan karena pemanasan. Tsunami terjadi pada malam hari jadi tidak mungkin," katanya.
Baca: Seminggu Dinikahi Pria Muntilan, Polly Mahasiswi Cantik Asal Inggris Posting Kalimat Perpisahan
Dia meyakini, Anak Krakatau bukan satu-satunya pemicu tsunami Selat Sunda.
Faktor lain yang menyebabkan adalah gelombang tinggi akibat faktor purnama dan angin.
Gelombang tinggi karena angin jika digabung dengan pasang maksimum karena purnama bisa menyebabkan banjir rob yang melimpas ke daratan lebih jauh.
"Bila ada gelombang tambahan dari tsunami akibat longsoran, walau sesungguhnya tidak besar, banjir rob bertambah kekuatannya sehingga bisa merusak," ungkapnya.
Terlepas dari perdebatan yang ada, Surono mengungkapkan bahwa setiap bencana pasti memiliki gejala yang bisa dibaca.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menyoal Dakwaan pada Anak Krakatau tentang Kasus Tsunami Selat Sunda"