Siswa SMP yang Tewas Ternyata Tak Hanya Dihukum Lari 20 Putaran, Kakaknya juga Pernah Kena Sanksi

Fanly, siswa SMP Kristen 46 Mapanget Barat, Manado, Sulawesi Utara meninggal dunia saat mendapatkan hukuman lari oleh gurunya.

Editor: fitriadi
Kompas.com/ Skivo Marcelino Mandey
Jenazah Fanli disemayamkan di rumah duka di kompleks Perumahan Tamara, Kecamatan Mapanget Barat, Manado, Rabu (2/10/2019) pukul 13.22 Wita 

BANGKAPOS.COM, MANADO - Fanly, siswa SMP Kristen 46 Mapanget Barat, Manado, Sulawesi Utara meninggal dunia saat mendapatkan hukuman lari oleh gurunya.

Hukuman itu didapatkan karena ia terlambat masuk sekolah, Selasa (1/10/2019) pagi.

Seorang oknum guru memberikannya sanksi berlari memutari lapangan sekolah.

Namun belum selesai hukumannya ia dijalani, Fanly Lahingide ambruk dan tak sadarkan diri.

Ia langsung dibawa ke rumah sakit dan mendapatkan pertolongan, namun takdir berkata lain, ia meninggal di hari pertama bulan oktober ini.

Sang ibu, Julian Mandiangan sangat terpukul dengan kabar kematian anaknya.

Heboh Siswa SMP Meninggal Setelah Dihukum Guru Lari 20 Kali Kelilingi Lapangan Sekolah

Julian bercerita saat pagi berangkat sekolah, keadaan anaknya baik-baik saja tanpa adanya sakit.

"Anak saya pergi ke sekolah dengan keadaan sehat-sehat dan kembali sudah terbujur kaku," kata Julian saat diwawancara Kompas.com di rumah duka kompleks Perumahan Tamara, Kecamatan Mapanget Barat, Manado, Rabu (2/10/2019) pukul 13.22 Wita.

Julian mengatakan, menurutnya hukuman yang diberikan kepada sang anak sudah kelewatan.

Pihak keluarga tak menerima kejadian tersebut dan sudah melaporkan ke pihak berwajib.

Menurut pengakuan Julian, kakak Fanly pernah mendapatkan perlakuan serupa dari guru tersebut.

"Kami tidak menerima ini. Apalagi guru yang menghukum anak saya Fanly, pernah juga menghukum anak saya yang tua (Yulita) dengan mencubit sampai biru," ujarnya.

Sang ibu mengenang sosok Fanly, sang anak yang pendiam dan rajin ke sekolah.

Setiap pagi, suaminya yang mengantar sang anak pergi menuntut ilmu.

"Anak saya itu pendiam dan rajin ke sekolah. Ke sekolah ayahnya yang selalu antar. Dia juga tidak ada sakit," cerita Julian dengan mata berkaca-kaca.

Fanly adalah lulusan SD GMIM Kima Atas, Kecamatan Mapanget, Kota Manado.

Foto-foto Wanita yang Viral Karena Tinggalkan Pelaminan Saat Ibu Mertua Datang ke Pesta Pernikahan

Bocah 14 tahun ini lahir dan dibesarkan dari keluarga yang sederhana.

Sang ayah berprofesi sebagai petani, sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga.

Julian menceritakan saat dirinya mendengar kabar sang anak masuk rumah sakit.

Ia mengaku syok dan meminta pihak RS AURI memberikan pertolongan yang semaksimal mungkin kepada Fanly.

Namun kondisi Fanly yang sudah sangat kritis membuatnya harus dirujuk ke RS Kadou.

Tiba di rumah sakit, nyawa anak laki-laki Julian itu tak bisa diselamatkan.

Julian berharap kejadian ini tak terjadi lagi di sekolah lain dan meminta Dinas Pendidikan untuk lebih memberikan perhatian.

"Cukup anak saya yang mengalami kejadian seperti ini. Kepolisian agar mengusut tuntas kasus ini, agar pelaku bisa dihukum sesuai aturan," katanya.

Kata Kepala Sekolah SMP Kristen 46 Mapanget Barat 

Mengetahui muridnya ada yang meninggal dunia karena kejadian tersebut, kepala sekolah SMP Kristen 46 Mapanget Barat, Selmi Ramber memberikan pernyataannya.

Kepada TribunManado.co.id, ia mengatakan memang ada sanksi bagi setiap siswa yang terlambat masuk sekolah.

"Setiap siswa ketika terlambat ada sanksi. Jadi pada pagi tadi Fanly terlambat ke sekolah, dan diberi sanksi oleh oknum guru," ujar Kepala Sekolah, Selasa (1/10/2019) saat ditemui di RSUP Kandou Manado.

Fotografer Asal Toboali Tersandung Kasus Foto Pornografi, 5 Model Masih ABG Jadi Korban

Menurutnya, tak hanya Fanly yang berlari dan mendapat hukuman dari oknum guru, namun ada beberapa temannya yang lain.

"Bukan hanya Fanly sendiri yang diberi sanksi, ada beberapa siswa lain juga yang diberi sanksi oleh oknum guru karena terlambat datang ke sekolah," jelas Ramber.

Fakta baru terungkap, korban tak hanya diberi sanksi hukuman lari

Kapolresta Manado Kombes Benny Bawensel, mengungkapkan fakta lain dibalik kematian remaja itu.

TONTON JUGA

Benny Bawensel mengatakan Fanly Lahingide tak cuma dihukum lari 20 putaran oleh sang guru.

Hal tersebut dipaparkan oleh Benny Bawensel saat menjadi narasumber di Sapa Indonesia, Kompas TV, pada Rabu (2/10/2019).

Mulanya Benny Bawensel membeberkan terkait perkembangan kasus tersebut.

Ia mengaku pihal kepolisian sudah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).

Dari olah TKP terungkap Fanly Lahingide dan tujuh siswa yang turut dihukum guru hanya menempuh jarak sekitar 68 meter saja.

"Dan kami melihat jarak yang ditempuh para siswa itu cuma 68 meter," ucap Benny Bawensel.

TONTON JUGA

Benny Bawensel menjelaskan saat ini pihaknya telah memeriksa tujuh orang siswa yang ikut dihukum bersama Fanly Lahingide sebagai saksi.

Sementara jenazah Fanly Lahingide, kini tengah divisum di Rumah Sakit Bhayangkara.

"Kemudian ada tujuh orang saksi yang sedang kita lakukan pemeriksaan," kata Benny Bawensel.

"Dan untuk korban telah kita lakukan visum di Rumah Sakit Bayangkara,"

"Namun untuk hasil autopsi kita masih menunggu dalam beberapa hari ke depan," tambahnya.

Kisah Asmara Lora Fadil, Biasa Tidur Sekamar dengan 3 Istri Cantiknya

Benny Bawensel kemudian membeberkan kronologi tewasnya Fanly Lahingide.

Ia mengatakan sebelum disuruh berlari 20 putaran, Fanly Lahingide dan ketujuh siswa lainnya dihukum untuk berdiri di bawah terik matahari selama 15 menit.

"Jadi keterangan para saksi, bahwa ada tujuh orang siswa yang pada saat itu masuk terlambat," ujar Benny Bawensel.

"Kemudian oleh guru piket diberikan hukuman dijemur di bawa terik matahari kurang lebih 15 menit,"

"Kemudian dilanjutkan lari keliling lapangan sebanyak 20 keliling," tambahnya.

Kapolresta Manado itu menjelaskan pihak sekolah sudah dimintai keterangan.

Namun guru piket yang mengukum Fanly Lahingide saat ini tengah dirawat di rumah sakit, sehingga belum dapat diperiksa.

"Untuk pihak sekolah sudah dimintai keterangan," ujar Benny Bawensel.

"Tapi kalau guru piket saat ini belum bisa, karena masih dirawat," tambahnya.

Saat ditanya apakah Fanly Lahingide meninggal karena kelelahan, Benny Bawensel enggan menjawab.

Rencana Membunuh Suami Gagal, Wanita Ini Ditipu Pria Selingkuhannya Hingga Gadai Mobil dan Emas

Ia menjelaskan dari 20 putaran yang diperintahkan sang guru, Fanly Lahingide baru berlari sebanyak empat putaran.

"Kita belum melihat itu, karena dari 20 putaran baru memasuki putaran ke empat," ucap Benny Bawensel.

"Kemudian siswa tersebut jatuh tersungkur," tambahnya.

Pantauan TribunJakarta.com, saat jenazah Fanly Lahingide tiba di rumah duka, keluarga remaja itu menangis histeris.

Keluarga meraung-raung disamping peti jenazah Fanly Lahingide tak dapat menerima kenyataan.

Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Dihukum Lari & Dijemur 15 Menit Siswa SMP Tewas, Sang Ibu Terpukul: Anak Saya Pendiam, Rajin Sekolah

 

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved