Breaking News

Berita Sungaiiat

Harga Pupuk Naik 185%, Pemerintah Dituding Tak Dengarkan Teriakan Petani

Pemerintah mengeluarkan kebijakan kewajiban untuk memasok ke dalam negeri atau Domestic Market Obligation

Penulis: edwardi | Editor: nurhayati
Bangkapos.com/Edwardi
Petani memanen kelapa sawit menggunakan jasa buruh pemetik TBS sawit. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Dalam rangka mengatasi permasalahan harga minyak goreng di dalam negeri, pemerintah mengeluarkan kebijakan kewajiban untuk memasok ke dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO). 

Menanggapi kebijakan pemerintah tersebut, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) meminta pemerintah untuk tidak mengeluarkan kebijakan yang membebani petani.

Ketua Umum Apkasindo,Gulat Manurung mengatakan kebijakan ini berpotensi menekan harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani.

Dengan kebijakan ini pabrik kelapa sawit (PKS) akan menekan harga pembelian TBS ke petani.

"Kalau ingin mengobati satu penyakit, jangan dong membuat penyakit baru. Ini kan hanya menyelamatkan konsumen minyak goreng saja, tapi sisi lain kami sebagai petani kelapa sawit dikorbankan," kata Gulat Manurung dihubungi Bangkapos.com via pesan Whatsapp, Selasa (01/02/2022).

Baca juga: Momentum Imlek, Kasus Covid-19 di Kabupaten Bangka Beranjak Naik, Mayoritas Berasal dari Luar Kota

Baca juga: Modus Pacaran, Anak di Bawah Umur di Bangka Tengah Jadi Korban Rayuan Maut Remaja 17 Tahun

Dilanjutkannya, melambungnya harga CPO memang mengatrol harga TBS. Namun kenaikan harga TBS ini tidak serta merta menaikkan keuntungan petani secara signifikan. 

"Sebab di saat yang sama, harga pupuk, herbisida dan lainnya juga mengalami kenaikan yang luar biasa tinggi," ujar Gulat.

Menurutnya, sejak Januari 2021 hingga Januari 2022 harga pupuk mengalami kenaikan sekitar 185%. 

"Kami petani kelapa sawit jelas terbebani dengan biaya pembelian pupuk ini. Dan ini pemerintah tidak mendengar teriakan kami. Tapi begitu harga minyak goreng melonjak, pemerintah begitu responsif menanggapinya," keluh Gulat.

Gulat meminta pemerintah agar membuat kebijakan yang menyatakan bahwa pembelian TBS harus mengacu kepada harga internasional (Cif Rotterdam). Hal itu perlu dilakukan untuk melindungi petani.

"Iya kan bisa saja pabrik membeli TBS dengan harga yang rendah atau di bawah harga internasional, karena beralasan untuk memasok industri minyak goreng. Padahal TBS tersebut setelah diproses, CPO-nya diekspor," ungkap Gulat.

Petani saat panen kelapa sawit dikebunnya
Petani saat panen kelapa sawit dikebunnya (Bangkapos.com/Edwardi)

Petani Sawit Resah

Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kabupaten Bangka, Jamaludin meminta pemerintah agar tetap memperhatikan nasib petani kelapa sawit rakyat yang saat ini resah akibat harga TBS kelapa sawit yang turun drastis beberapa hari lalu.

"Pada tanggal 25 Januari 2022 lalu harga TBS kelapa sawit di tingkat pabrik CPO sempat mencapai Rp3.410 per kg TBS, namun pada tanggal 29 Januari 2022 turun drastis menjadi Rp3.010 per kg atau turun Rp400 per kg. Penurunan langsung sebesar Rp400 ini sangat besar, sebab untuk kenaikan harga sedikit demi sedikit naiknya," kata Jamaludin alias Tipek kepada Bangkapos.com, Selasa (01/02/2022).

Baca juga: Ini Makna Lilin Merah saat Imlek, Akan Terus Dinyalakan Sepanjang Perayaan Imlek

Baca juga: Awal Februari 2022, BMKG Prediksi Wilayah Bangka Belitung Berpotensi Hujan Ringan dan Sedang

Diakuinya rata-rata para petani sawit rakyat di Kabupaten Bangka sangat panik dengan penurunan harga TBS yang terjun bebas ini.

Sumber: bangkapos.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved