Berita Pangkalpinang

Dua Bulan Terakhir ada 18 Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Pangkalpinang

Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak selama dua bulan terakhir memang dapat dikatakan cukup tinggi.

Penulis: Cepi Marlianto |
Bangkapos.com/Cepi Marlianto
Sekumpulan anak-anak di Kelurahan Parit Lalang, Kecamatan Rangkui, Kota Pangkalpinang saat melakukan pawai obor menyambut bulan suci Ramadan, Kamis (31/3/2022) malam. Gurat keceriaan tergambar jelas dari raut wajah mereka tatkala menapakkan langkah kecilnya di sepanjang kawasan tersebut. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA - Sebanyak 18 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi selama Januari dan Februari 2022 di Kota Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung.

Hal ini sebagaimana sesuai data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga berencana Kota Pangkalpinang.

Sekretaris Daerah Kota Pangkalpinang, Radmida Dawam mengatakan, kekerasan tersebut tidak hanya dilakukan secara fisik saja, namun juga psikis.

"Februari sudah banyak sekali kekerasan terhadap perempuan dan anak. 11 kasus kekerasan terhadap perempuan dan tujuh kekerasan terhadap anak," kata dia kepada Bangkapos.com, Sabtu (2/4/2022).

Radmida menyebutkan, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak selama dua bulan terakhir memang dapat dikatakan cukup tinggi, mengingat sepanjang tahun 2021 lalu kasus kekerasan 40 kasus. Dimana 19 kasus terjadi terhadap perempuan dan 21 kasus terjadi kepada anak.

Sekda perempuan satu-satunya di Bangka Belitung ini menilai, betapa pentingnya memberikan pemahaman terkait perlindungan kepada masyarakat guna mencegah kekerasan anak dan perempuan, serta tindak pidana perdagangan orang.

"Kalau bisa kita mencegah daripada nantinya terjadi tindak pidana. Bersama-sama menyatukan persepsi menolak segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak serta tindak pidana perdagangan orang," tegas Radmida.

Menurutnya tindak kekerasan itu tidak hanya terjadi pada fisik saja, tetapi bisa dalam bentuk pelecehan lisan, isyarat, dan psikologi.

Dia mencontohkan apabila suami berkata kasar kepada istrinya, memberikan kata-kata yang tidak menyenangkan begitu juga sebaliknya, tentunya hal itu bisa lari ke tindak pidana.

Berikut juga kekerasan yang terjadi terhadap anak, anak-anak yang diasuh, dididik dan didisiplinkan dengan kekerasan akan mendatangkan berbagai dampak negatif bagi perkembangan anak secara psikologis maupun fisik.

Dimana perkembangan emosi anak usia dini dan tahap perkembangan afektif anak usia dini pun akan sangat terpengaruh.

Dampaknya bisa mendatangkan trauma yang berkepanjangan sehingga anak tidak menikmati masa kecilnya walaupun telah mendapatkan pertolongan yang tepat

Trauma tersebut akan terbawa hingga dewasa. Pasalnya, dampak kekerasan seperti ini biasanya akan menunjukkan dirinya dalam waktu yang lama, dan tidak segera terlihat seketika itu juga.

"Kekerasan sangat mengancam dan memberikan dampak yang besar terhadap psikis anak dan perempuan. Maka dari itu penguatan pendidikan agama menjadi dasar paling penting di dalam keluarga," ucapnya.

Oleh karenanya Radmida berharap ke depannya Pangkalpinang akan bersih dari masalah-masalah sosial, satu di antaranya kekerasan terhadap anak dan perempuan, hingga tindak pidana perdagangan orang.

Alangkah baiknya semua permasalahan keluarga maupun yang lainnya dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat bukan dengan kekerasan. Dimana akibat dari kekerasan sendiri dapat berujung pidana.

"Saya minta kepada masyarakat Pangkalpinang khususnya untuk tidak melakukan kekerasan baik secara fisik maupun psikis. Lebih baik musyawarahkan dengan keluarga RT, RW dan lainnya," tukas Radmida.

Optimis Turunkan Kekerasan Perempuan dan Anak

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (P3AKB), Eti Fahriaty berujar, pemerintah kini tengah optimis mengupayakan menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Pemerintah sampai kini telah melakukan pendekatan kemitraan dengan kementerian atau lembaga serta stakeholder terkait.

Dengan melakukan penanganan melalui regulasi peraturan perundang-undangan, penyediaan layanan korban, koordinasi, monitoring dan evaluasi.

Kemudian melakukan pencegahan, penguatan kelembagaan, sinkronisasi kebijakan kementerian dan lembaga.

Berikutnya penegakan hukum, sistem pencatatan dan pelaporan, pemberdayaan serta pengembangan model

"Dengan begitu seluruh stakeholder mampu memegang komitmen menggerakkan dan memberdayakan masyarakat sekitar dalam melakukan pencegahan," ucap Eti.

Di samping itu sambung dia, pihaknya telah menyediakan pelayanan terpadu satu atap untuk mempermudah akses perempuan dan anak korban kekerasan mendapatkan pendampingan.

Mulai bulan Februari tahun 2021 lalu pihaknya telah membentuk Unit Pelaksana Teknis Dasar Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).

Prinsipnya merealisasikan upaya perlindungan perempuan dan anak dengan memaksimalkan pelayanan bagi korban kekerasan.

UPTD PPA memberikan enam fungsi layanan, yaitu pengaduan, jangkauan korban, pengelolaan kasus, penampungan sementara, mediasi dan pendampingan korban.

"Ini upaya kita supaya masyarakat sadar memang perlu campur tangan pemerintah untuk melakukan sosialisasi bahwa kekerasan anak perempuan jangan sampai terjadi," bebernya.

Selain menekan angka kekerasan terhadap perempuan melalui pencegahan, pemulihan trauma pada penyintas kekerasan seksual juga tidak kalah penting.

Dampak yang begitu besar dari kekerasan seksual tidak hanya pada korban namun juga keluarga dan lingkungan sekitarnya

Maka dari itu Eti mengajak seluruh lapisan masyarakat berperan serta menciptakan suasana aman dan nyaman terhadap anak-anak di Pangkalpinang.

"Diawali dengan kita sendiri mulai saat ini. Kalau masyarakat kota cuek, ini akan susah. Memang kalau tidak kita yang peduli siapa lagi, kalau tidak sekarang kapan lagi," pungkas Eti.

(Bangkapos.com/Cepi Marlianto)

Sumber: bangkapos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved