Inilah Pertolongan Terakhir Tim Dokter Jelang Detik-detik Buya Syafii Maarif Meninggal Dunia
Upaya terakhir dari tim medis tak mampu mengembalikan detak jantung Buya Syafii Maarif yang beberapa kali mengalami henti jantung.
Setelah dilakukan perawatan yang optimal, lanjut Evita, kondisi Buya Syafii Maarif sudah menunjukkan perkembangan yang baik. Bahkan, direncanakan Buya Syafii Maarif sudah diperbolehkan pulang.
"Dalam perawatannya, beliau sebetulnya sudah mulai ada perkembangan yang cukup baik. Oksigen mulai dilepas pelan, kemudian sudah mulai mobilisasi ,sudah mulai fisioterapi, bahkan kami sudah merencanakan beliau untuk dipulangkan sebetulnya," urainya.
Evita mengungkapkan, pada Kamis (26/5/2022) sore, Buya Syafii Maarif mengeluhkan nyeri dada dan sesak napas kembali. Setelah dilakukan evaluasi ternyata Buya Syafii Maarif mengalami serangan jantung kembali. Tim medis lalu melakukan tindakan sesuai SOP.
"Semalaman memang sudah mengeluhkan merasa tidak nyaman. Ternyata tadi pagi beliau mengalami henti jantung. Kami lakukan resusitasi, pengobatan, serta resusitasi jantung dan paru selama lebih kurang satu jam karena henti jantung," urainya.
"Kemudian, satu jam setelah kami melakukan yang semaksimal mungkin. Alhamdulillah kembali lagi denyut jantungnya," imbuhnya.
Namun, menurut Evita, kondisi sumbatan sudah berat sehingga Buya Syafii Maarif kembali mengalami henti jantung. Hal itu terjadi 40 menit setelahnya di ruang ICCU.
"Pertolongan kembali resusitasi kami lakukan. Namun, pertolongan yang terakhir ini tidak dapat mengembalikan seperti yang awal sehingga kami nyatakan meninggal dunia," pungkasnya.
Sosok Buya Syafii Maarif
Melansir laman Muhammadiyah.or.id, Buya Syafii Maarif wafat pada usia 86 tahun.
Syafii Maarif lahir pada 31 Mei 1935 di Nagari Calau, Sumpur Kudus, Minangkabau.
Ayahnya adalah kepala suku dan saudagar bernama Ma’rifah Rauf Datuk Rajo Malayu. Sementara ibunya, Fathiyah wafat ketika Syafii baru berusia 18 bulan.
Saat masih kecil, Syafii Maarif bersekolah di Sekolah Rakyat (SR). Sedangkan untuk belajar agama, dia mengambil dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muhammadiyah sepulang sekolah di SR.
Syafii tamat dari SR pada 1947 tanpa ijazah karena saat itu masih terjadi perang revolusi kemerdekaan.
Setelah usai menamatkan pealajran di Madrasah Muallimin Muhammadiyah Balai Tangah, Lintau, Syafii yang saat itu berusia 19 tahun pada 1953 merantau ke Yogyakarta.
Dirinya melanjutkan pendidikan ke Madrasah Muallimin Yogyakarta sampai tahun 1956. Di Muallimin, dia aktif dalam organiasi kepanduan Hizbul Wathan dan pernah menjadi pemimpin redaksi majalah Sinar.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bangka/foto/bank/originals/buya-syafii-maarif_20170412_175725.jpg)