Harga Sawit
INILAH 3 Pemicu Rontoknya Harga Sawit Rakyat
Setidaknya ada tiga pemicu rontoknya harga sawit rakyat, mulai dari stok CPO melimpah, proses perizinan yang lambat hingga kualitas CPO menurun.
Sementara perusahaan sawit besar tidak merasakan dampak serupa jika mereka memiliki pabrik kelapa sawit atau memiliki usaha yang terintegrasi. Yang menderita itu rakyat petani kecil," ungkapnya.
Menurut Deddy, pemicu rontoknya harga TBS kelapa sawit petani di lapangan disebabkan beberapa hal.
Pertama, stok CPO dalam negeri sudah meluap, sehingga Perusahaan Kelapa Sawit (PKS) tidak lagi mampu menampung sawit rakyat.
Tangki CPO yang ada sudah penuh dan mengalami kelebihan pasokan, akhirnya harga TBS terjun bebas.
Kedua, proses perizinan ekspor yang sangat lambat karena baru diberikan setelah kewajiban DMO 85 persen tiba di pabrik minyak goreng yang ditunjuk.
Prosedur ini sangat memakan waktu dan menyebabkan tangki penyimpanan meluap dan tidak mampu menampung.
Bahkan, karena panjangnya proses tersebut kualitas CPO juga jadi terpengaruh, sebab jika TBS yang diolah perusahaan kelapa sawit (PKS) sudah lewat matang maka kadar asam lemak bebas (ALB) menjadi tinggi. Padahal standar CPO yang baik itu harus memiliki kadas ALB di bawah 3 persen.
Ketiga, banyak pengusaha CPO dan eksportir yang tidak bersedia memanfaat kebijakan darurat ekspor (flushing out) yang dibuat pemerintah akibat tambahan pungutan sebesar 200 dollar AS per MT.
Baca juga: Petani Mengeluh, Harga TBS Kelapa Sawit Anjlok Lagi, Begini Faktanya
Kewajiban tambahan ini menjadi disinsentif sebab menjadi tidak ekonomis karena harga global sudah menurun jauh.
"Yang terjadi akhirnya sementara ini, stok CPO melimpah dan yang punya pabrik minyak goreng menahan cadangannya," ucap dia.
Oleh karena itu Deddy menyarankan agar pemerintah melalui Kemendag segera memangkas proses perizinan ekspor, sehingga ekspor CPO dapat berjalan lebih cepat.
Hal ini akan mempercepat perputaran pasokan dan meningkatkan kapasitas tangki penyimpanan CPO.
Selanjutnya, tambahan kewajiban sebesar 200 dollar AS per MT sebaiknya dicabut, karena tidak ekonomis dan menjadi disinsentif ekspor yang menyebabkan penumpukan stok dan membuat harga TBS kelapa sawit ambruk.
Pemerintah juga harus mempertimbangkan dinamika harga global untuk mengevaluasi kebijakan DMO, sebab saat ini harga CPO domestik setelah dikurangi pajak ekspor dan levi sudah menyentuh Rp. 11.026/kg.
"Selanjutnya pemerintah seharusnya mulai membuat skenario baru untuk mengamankan pasokan bahan baku di masa depan dan mulai membangun cadangan nasional minyak goreng," kata Deddy.