Tribunners
Menilai Kepatutan Penyelenggaraan Pelayanan Publik Menggunakan AUPB
Dengan memahami AUPB, penyelenggara pelayanan publik dituntut untuk bertindak atau memutuskan berdasarkan fungsi pelayanan
Oleh: Agung Nugraha - Asisten Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Bangka Belitung
PADA tulisan ini, penulis ingin mendeskripsikan mengenai peranan Asas-asas Umum Pemerintah yang Baik (AUPB) untuk menguji kepatutan pelayanan publik. Dalam pelaksanaan pengawasan Ombudsman RI terhadap penyelenggara pelayanan publik, acapkali dalam proses pemeriksaan menjumpai penyelenggara pemerintah kurang mempertimbangkan dan memperhatikan AUPB dalam pengambilan keputusan atau tindakannya. Oleh karena itu, penting sekali untuk memahami peranan AUPB bagi penyelenggara pelayanan publik.
Secara etimologis dalam bahasa Indonesia, kata "asas" dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai "principles" diartikan dasar, landasan. Oleh karena itu, asas ini bagi alat administrasi negara seharusnya dipakai sebagai dasar atau landasan dalam bertindak dan berperilaku. Kata "umum", diartikan sebagai kata sifat yang berarti "mengenai seluruhnya atau semuanya" yang berarti bahwa semua alat administrasi negara atau alat pemerintahan atau orang-orang yang menjalankan roda pemerintahan dikenai atau harus melaksanakan asas atau prinsip tersebut (Kusdarini, 2019:8).
Hadirnya Asas Umum Pemerintahan yang Baik dipengaruhi gagasan negara kesejahteraan (welfare state), maksudnya penyelenggara pelayanan publik memiliki orientasi mewujudkan kesejahteraan warga negara berdasarkan tugas, fungsi, dan wewenang yang dimilikinya. Dalam konteks demokrasi Indonesia, AUPB merupakan pedoman atau penuntun bagi penyelenggara dan pelaksana pelayanan publik agar mencapai tata kelola pemerintahan yang bersih dan baik (good governance).
Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, terdapat delapan Asas Umum Pemerintahan yang Baik. Dapat diuraikan peranan AUPB dalam penyelenggaraan pelayanan publik untuk menilai tindakan/keputusan pejabat/pelaksana layanan publik berdasarkan maksud dan penjelasan dari masing-masing asas yang terkandung di dalamnya.
Pertama, asas kepastian hukum yang menjelaskan pemerintah mesti mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahannya. Asas ini untuk menguji kepatutan pada pelayanan publik terkait kebijakan dan tata kelola pelaksana layanan untuk mengutamakan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam menjamin terwujudnya hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan, baik masyarakat dan pemerintah.
Kedua, asas kepentingan umum dapat dipahami untuk menilai dalam pemberian pelayanan tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan/atau golongan yang ada kaitannya dengan keluarga/suku, kelas jenis layanan jaminan sosial, kelompok kepentingan, klientisme, patronase dan sebagainya.
Ketiga, asas keterbukaan. Dalam aduan masyarakat ke Ombudsman, sebagian besar masyarakat mengeluh sulitnya memperoleh, mengakses, dan meminta informasi mengenai pelayanan atau pemenuhan harapan yang mereka inginkan akan layanan publik, serta tidak memberikan informasi salah atau menyesatkan kepada pengguna layanan. Hal ini yang menjadi objek pengujian kepatutan pelayanan publik.
Keempat, asas kemanfaatan. Dalam konteks pelayanan publik untuk menilai semua pihak yang berkepentingan dalam pelayanan yang diberikan dapat merasakan secara adil, sejajar, seimbang, dan tidak timpang. Misalnya dalam pemberian bantuan sosial, seorang penyelenggara mesti menetapkan penerima manfaat berdasarkan kriteria yang ditentukan.
Kelima, asas ketidakberpihakan. Dalam penyelenggaraan pelayanan publik bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan yang adil, bagi pejabat dan pelaksana layanan untuk tidak terlibat dalam konflik kepentingan dalam menghasilkan suatu keputusan. Tujuannya untuk menghindari perbuatan menyimpang/malaadministrasi.
Keenam, asas kecermatan. Asas ini digunakan untuk menilai kepatutan penyelenggara pemerintahan dalam membuat keputusan/tindakan tidak menimbulkan kerugian bagi individu atau kelompok atau berat sebelah dengan tujuan tertentu.
Ketujuh, asas tidak menyalahgunakan kewenangan. Asas ini untuk menilai pada penggunaan wewenang yang tidak sesuai atau melampaui wewenang yang dimilikinya berdasarkan peraturan perundang-undangan demi tujuan tertentu dengan prosedur yang salah.
Kedelapan, asas pelayanan yang baik. Didasarkan pada pemenuhan komponen standar pelayanan publik dan perilaku pelaksana pelayanan publik sebagaimana diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Dari penjelasan di atas, AUPB merupakan asas yang terbuka untuk menilai suatu keputusan/tindakan dari penyelenggara pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan publik. Sebagaimana Pasal 10 Ayat 2 UU Administrasi Pemerintahan 2014 mengisyaratkan bahwa asas-asas lain di luar delapan asas tersebut dapat diakui sebagai AUPB, termasuk asas-asas pelayanan publik Pasal 4 UU Pelayanan Publik 2009.
Dengan memahami AUPB, penyelenggara pelayanan publik dituntut untuk bertindak atau memutuskan berdasarkan fungsi pelayanan, yaitu kalau tidak dilaksanakan maka akan sulit untuk menyejahterakan masyarakat. Oleh karena itu, keberadaan Ombudsman sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik untuk menilai kepatutan penyelenggara pelayanan publik dalam menjalankan tugas dan fungsi pelayanan kepada masyarakat. (*)
