Harga Sawit

DMO dan DPO Dinilai Jadi Biang Kerok Anjloknya Harga TBS Sawit, Petani Desak Pemerintah Cabut

Petani sawit mendesak pemerintah untuk menghapuskan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).

Editor: fitriadi
Bangkapos.com/Akhmad Rifqi Ramadhani
Hasil panen kelapa sawit. Petani sawit mendesak pemerintah untuk menghapuskan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) karena kebijakan ini dinilai menjadi pemisu anjloknya harga TBS sawit di tingkat petani. 

BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit petani mandiri hingga saat ini masih terpuruk.

Kebijakan domestic market obligation (DMO), domestic price obligation (DPO) dan flush out (FO) dinilai menjadi penyebab lambatnya ekspor crude palm oil (CPO).

Lambannya ekspor CPO berimbas pada terhambatnya perusahaan kelapa sawit atau pabrik sawit mengeluarkan CPO.

Karena pengiriman CPO untuk ekspor tersendat, tangki penampungan CPO yang ada di sejumlah pabrik pengolahan minyak sawit penuh.

Baca juga: INILAH 3 Pemicu Rontoknya Harga Sawit Rakyat

Imbasnya, sejumlah perusahaan pengolahan minyak sawit mengurangi atau malah ada yang terpaksa menghentikan pembelian TBS sawit dari petani.

Dampak akhirnya, harga TBS sawit di tingkat petani mandiri pun jatuh.

Petani Desak Pemerintah Hapus DMO dan DPO

Di tengah terpuruknya harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit, petani sawit mendesak pemerintah untuk menghapuskan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).

Sebab, kebijakan DMO dan DPO serta flush out (FO) ini dinilai menjadi penyebab lambatnya ekspor CPO dan anjloknya harga tandan buah segar (TBS) sawit.

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengatakan, saat ini harga rata-rata TBS berada di kisaran Rp 845 per kg untuk petani nonmitra dan Rp 1.441 per kg untuk petani mitra.

Harga TBS bagi petani yang bermitra dengan produsen sawit ini pun masih berada di bawah harga yang ditetapkan Dinas Perkebunan.

"Begitu tragisnya nasib petani sawit saat ini, hari demi hari (harga TBS) terus berkurang," kata dia dalam keterangannya, Rabu (19/6).

Gulat menjelaskan selama ini mekanisme perhitungan harga TBS di Indonesia tidak pernah menggunakan komponen biaya produksi atau harga pokok produksi (HPP), melainkan dengan melihat hasil tender internasional di Rotterdam, yang kemudian ditender di dalam negeri.

"Harga tender di dalam negeri sangat mencengangkan yaitu hanya Rp 8.000, sedangkan harga tender CPO internasional itu mencapai Rp 20.400," tutur dia.

Menurut Gulat, perbedaan harga TBS di dalam negeri dan internasional ini disebabkan oleh sejumlah aturan yang ditetapkan pemerintah seperti DMO dan DPO.

Halaman
123
Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved