Harga Sawit

DMO dan DPO Dinilai Jadi Biang Kerok Anjloknya Harga TBS Sawit, Petani Desak Pemerintah Cabut

Petani sawit mendesak pemerintah untuk menghapuskan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).

Editor: fitriadi
Bangkapos.com/Akhmad Rifqi Ramadhani
Hasil panen kelapa sawit. Petani sawit mendesak pemerintah untuk menghapuskan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) karena kebijakan ini dinilai menjadi pemisu anjloknya harga TBS sawit di tingkat petani. 

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan meminta produsen minyak goreng agar membeli sawit dari petani rakyat seharga minimal Rp 1.600 per kg.

Permintaan Mendag ini merespon keluhan petani sawit mandiri karena anjloknya harga TBS sawit.

DPR Tuntut Tanggung Jawab Pemerintah

Anggota DPR RI Achmad mempertanyakan keseriusan pemerintah membantu petani sawit yang saat ini menjerit dan menderita akibat jatuhnya harga TBS sawit di harga paling rendah.

Kondisi ini menurutnya diperburuk harga pupuk yang melambung tinggi.

Baca juga: Harga Sawit Murah, Dijual Pun Susah, Stok TBS Sawit Sampai Membusuk

Achmad menuntut pemerintah bertanggungjawab dan hadir menyelesaikan masalah ini agar nasib petani sawit tidak makin terpuruk pasca pandemi Covid-19.

"Pemerintah harus bertanggungjawab atas kondisi yang dialami para petani khususnya petani sawit di Indonesia. Pemerintah harus segera mengatasinya secara tuntas dan tidak hanya memberikan solusi yang akan menimbulkan masalah baru lagi," kata Achmad kepada wartawan, Senin (27/6/2022).

Politisi Demokrat itu menudin tidak ada upaya konkrit Pemerintah yang memperlihatkan keberpihakan kepada petani dengan membiarkan persoalan harga pupuk yang tidak sebanding lagi dengan hasil kebun petani.

"Harga TBS sangat rendah. Per hari ini harga TBS Rp 600/kg. Dan harga pupuk sawit yang sangat mahal. SAat kondisi petani sawit seperti ini negara tidak hadir. Ya seperti itulah kondisinya. Dimana saat ini negara?" ujarnya, Senin (27/6/2022).

Achmad menegaskan, jika kondisi ini terus dibiarkan dan pemerintah tidak mengambil kebijakan yang betul-betul memihak kepada petani, maka pemerintah sama saja mengabaikan nasib 17 juta petani sawit dan pekerjanya.

"Ini berakibat fatal nantinya terhadap petani sawit mandiri dan kebun masyarakat. Mereka akan terancam kehidupannya," kata Achmad.

Legislator asal Dapil Riau II ini mengingatkan, ketika harga TBS stabil dan cenderung naik, harga pupuk di tingkat petani juga terus merangkak naik. Namun hal itu tidak sebanding ketika harga TBS itu turun drastis, sementara harga pupuk terus naik.

"Waktu harga sawit naik, pupuk naik. Tatkala harga TBS turun, harga pupuk tetap tinggi. Ini kan hantaman bagi petani karena sudah tidak sebanding lagi antara hasil produksi sawit dengan biaya operasionalnya. Masyarakat akan meninggalkan kebun mereka karena tidak sesuai hasilnya lagi," bebernya.

(Bangkapos.com/Kontan.co.id/Tendi Mahadi/Tribunnews.com/Dennis Destryawan/Choirul Arifin)

 

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved