Soal Anjloknya TBS Kelapa Sawit, Inilah Hasil Diskusi Bupati Bateng dengan Kementrian Perdagangan
Diharapkan nantinya ketemu standarnya (harga, red), paling tidak Rp2.000, Rp2.500 atau bahkan bisa mencapai Rp3.000 per kilogram
Penulis: Iwan Satriawan CC | Editor: Iwan Satriawan
BANGKAPOS.COM-Masih anjloknya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit meenjadi perhatian khusus Bupati Bangka Tengah, Algafry Rahman.
Menyikapi hal tersebut, sang bupati bersama Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM (Disperindagkop UMKM) Bateng, Ali Imron dan jajaran lainnya mendatangi Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI, Selasa (5/7/2022).
Orang nomor satu di Bangka Tengah itu bertanya secara langsung kepada Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Jerry Sambuaga terkait penyebab merosotnya harga sawit dan diketahuilah sejumlah persoalan.
"Kami sudah sampaikan kondisi harga TBS sawit di Bangka Tengah dan Bangka Belitung secara umum saat ini. Ternyata merosotnya harga TBS sawit ini terjadi secara nasional," Algafry saat dihubungi Bangkapos.com.
Lanjut dia, turunnya harga TBS sawit tersebut setidaknya disebabkan oleh dua hal, yakni persoalan logistik dan persoalan transportasi.
"Di tingkat nasional, pengiriman TBS sawit terkendala karena kurangnya armada atau transportasi untuk pengiriman atau ekspor ke luar negeri," ujarnya.
Sementara itu, merosotnya harga TBS sawit ditingkat petani juga disebabkan karena pada awalnya ada kegiatan pembatasan ekspor yang dilakukan oleh pemerintah pusat.
"Ketika terjadi pembatasan ekspor, maka persoalannya kembali pada angkutan (transportasi-red) untuk ekspornya yang kurang," lajutnya.
Hal itulah yang kemudian membuat tempat penyimpanan produk olahan TBS sawit di pabrik-pabrik menjadi penuh, termasuk di Provinsi Bangka Belitung.
Lanjut dia, adapun beberapa upaya untuk menangani permasalah ini adalah dengan dibentuknya satgas di tingkat pusat yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan.
"Kami juga sudah koordinasikan dan meminta tolong kepada Kemendag agar segera dilakukan upaya dan langkah-langkah cepat untuk menangani persoalan ini sehingga ada kenaikan harga secara bertahap," terangnya.
Selain itu, untuk sementara dirinya meminta para petani sawit agar bersabar terlebih dahulu sembari pihaknya terus berupaya menyampaikan permasalahan tersebut ke pihak-pihak terkait lainnya.
Hasil Diskusi
Dari hasil diskusi yang ia lakukan, Algafry mengemukakan, bahwa anjloknya harga TBS sawit tidak terlepas dari persolan kebijakan pelarangan ekspor CPO beberapa waktu lalu.
Hal itulah yang kemudian membuat stok minyak sawit mentah di dalam negeri menjadi melimpah, hingga harga TBS sawit pun menjadi anjlok.
"Maka dari itu, ekspor CPO harus ditingkatkan agar perusahaan dapat mengoptimalkan penyerapan sawit petani," jelas Algafry kepada Bangkapos.com, Rabu (6/7/2022).
Dari hasil diskusi yang dilakukan dengan Wakil Menteri Perdagangan RI, Jerry Sambuaga, Selasa (5/7/2022), diketahui bahwa apabila ekspor CPO lancar, maka pabrik-pabrik bisa segera mengosongkan tankinya.
"Dengan begitu, maka banyak perusahaan yang akan berebut untuk membeli TBS sawit milik petani," lanjutnya.
Merujuk data Kementerian Perdagangan per 4 Juli 2022, imbuhnya, diketahui ekspor CPO, RDB palm oil, RDB palm olein dan UCO program percepatan melalui skema DMO Simirah, tercatat mencapai 1,31 juta ton dengan angka realisasi sebesar 65,91 persen atau 885.500 ton, sehingga volume yang belum terealisasi sebanyak 434.067 ton.
Sementara itu, persetujuan ekspor CPO, RBD palm oil, RBD palm olein dan UCO program percepatan melalui skema flush out, ada sebanyak 1.09 ton, dengan persentase realisasi sebanyak 645.327 ton atau setara 49,51 persen sehingga volume yang belum terealisasi sebayak 447.563 ton.
"Jadi dari diskusi saya kemarin, Pak Menteri juga sudah meminta agar pabrik-pabrik pengelolaan minyak sawit membeli TBS petani minimal di harga Rp1.600 per kilogram," ucapnya.
Oleh karena itu, apabila stok CPO cepat diekspor, pabrik akan membeli TBS sawit lebih banyak.
"Diharapkan nantinya ketemu standarnya (harga, red), paling tidak Rp2.000, Rp2.500 atau bahkan bisa mencapai Rp3.000 per kilogram," kata Algafry.
Penyebab Anjloknya TBS Sawit
Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani hingga kini masih anjlok.
Saat ini harga TBS sawit berkisar Rp 1.000 per kilogram, bahkan ada yang lebih murah.
Merosotnya harga TBS sawit terjadi di 22 provinsi penghasil sawit Indonesia.
Sebelumnya, pemerintah yakin harga TBS sawit akan segera normal kembali.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dalam pernyataan terbarunya mengatakan, penyebab anjloknya harga TBS sawit di tingkat petani adalah karena pasokan atau stok TBS di pabrik kelapa sawit sudah terlalu banyak.
Hal ini, kata dia, membuat pengusaha sawit tidak bisa membeli TBS sawit petani.
"Nah sekarang masih terjadi problem tangki masih penuh sehingga pabriknya enggak bisa beli tangki penuh. Akhirnya jadi lambat kan, pabriknya belum operasi, tangkinya penuh, korban yah petani sawit, TBS murah," kata Zulhas saat ditemui Kompas.com di Kementerian Perdagangan, Senin (4/7/2022).
Zulhas, sapaanya, mengaku dirinya sudah mengimbau agar pelaku industri pabrik-pabrik minyak kelapa sawit mau membeli TBS dengan sekurang-kurangnya Rp 1.600 per kilogram.
"Iya (sudah) imbauan," kata Zulhas.
Oleh sebab itu, Zulhas mengatakan, pihaknya tengah mempercepat ekspor untuk pengusaha sawit. Percepatan itu dengan cara menaikkan jatah ekspor pengusaha yang tadinya 1:5 menjadi 1:7.
Artinya jika perusahaan sawit bisa memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri maka diperbolehkan untuk ekspor CPO. Sementara untuk jatah ekspor itu akan bertambah.
"Kita lakukan percepatan agar lancar lagi. Mudah-mudahan ini beberapa waktu ini lancar untuk mempercepat itu DMO 1:7. Jadi saya kira sudah semua kebijakan-kebijakan itu," kata Zulhas.
Sementara itu, mengutip data dari Apkasindo harga TBS di tingkat petani Provinsi Kalimantan Barat per tanggal 2 Juli 2022 Rp 1.050 per kilogram. Kemudian di Provinsi Riau dibanderol Rp 1.000 dan di Sumatera Utara turun menjadi Rp 950.
Anjloknya harga TBS sawit juga masih terjadi di Bangka Belitung, saat ini berkisar Rp 1.000 per kilogram.(*/Bangkapos.com/Arya Bima Mahendra)
