Berita Sungailiat
Ekspedisi Bangka Pos Mantung - Tanjung Ru, Kisah Guru Rela Seberangi Lautan Demi Mengajar Muridnya
Pompong bukanlah sesuatu yang asing lagi bagi Yuli yang berprofesi guru, sebab ia kerap bolak balik Belinyu-Bakit sejak beberapa tahun silam.
BANGKAPOS.COM, BANGKA - Sejumlah kapal milik PT Timah Tbk tampak bersandar di tepi Dermaga Mantung, Belinyu, Kabupaten Bangka, Jumat (29/7/2022).
Sementara perahu kecil yang kerap disebut pompong menyelip di antaranya.
Perahu kecil itu bersandar menunggu penumpang tiba dari rute Tanjung Ru-Mantung.
Saat pompong mulai menepi ke sisi dermaga, Yuli (38), perlahan turun dari pompong yang mengantarkannya tiba di Mantung.
Turut membawa serta satu anaknya, warga asal Belinyu ini kemudian berteduh di bawah pohon menunggu jemputan.
Di bawah rindang pepohonan disertai sepoi-sepoi angin itulah, Yuli menceritakan pengalamannya menaiki pompong.
Baca juga: Kepala Bappeda Babel Sebut Konektivitas yang Memadai untuk Penyeberangan Mantung-Tanjung Ru Penting
Pompong bukanlah sesuatu yang asing lagi bagi Yuli, sebab ia kerap bolak balik Belinyu-Bakit sejak beberapa tahun silam.
Yuli merupakan seorang guru yang mengajar di salah satu Sekolah Dasar (SD) di Parit Tiga Jebus.
Sementara itu kediamannya berada di kawasan Belinyu.
Profesinya sebagai seorang guru yang jaraknya dipisahkan oleh lautan lepas, mengharuskan dirinya untuk menaiki pompong.
"Kalau lewat jalur darat bisa 1 jam lebih, makanya biar lebih hemat waktu lebih baik lewat pompong," tuturnya kepada Bangkapos.com.
Bahkan, saat berangkat mengajar, dia harus bangun pagi-pagi untuk menyeberangi lautan dengan jarak tempuh sekitar 10-15 menit.
Baca juga: Ekspedisi Bangka Pos Mantung-Tanjung Ru, Ekonomi Warga Sekitar Menggeliat Sejak Pompong Beroperasi
"Suka duka itu saya rasakan selama mejadi seorang guru sampai sekarang, terombang-ambing di tengah laut menjadi hal biasa dirasakan," imbuhnya.
Hal tersebut semata-mata hanya untuk bisa sampai ke tempat mengajar.
Dirinya harus melewati perjalanan yang tak biasa itu.
"Kami tidak masalah dengan kondisi ini. Demi tugas mulia, kami hanya bisa menjalankan tanggung jawab," ucap Yuli.
Saat pulang mengajar, dirinya kembali berjuang menyeberangi lautan dengan perasaan was-was.
Saat cuaca buruk, keselamatan menghantui pikirannya apalagi melihat keluarga di rumah menunggu kedatangannya.
"Cuaca buruk itu biasanya terjadi saat Bulan Desember ke atas karena musim barat, jadi ombak besar.
Kadang kita pasti takut karena kita sering naik kan. Tapi Alhamdulillah semua aman aman saja," kata dia.
Di lain kesempatan, saat berangkat dan pulang mengajar, dirinya pernah basah kuyup.
Namun, hal itu tak menyurutkan semangatnya untuk peduli pada pendidikan.
Dengan semangat juang yang besar itu, dirinya tetap berangkat untuk mengajar.
"Hal itu tetap kami lakukan sebagai tanggungjawab menjalankan amanah mencerdaskan kehidupan bangsa. Kami tak akan pernah putus asa," imbuhnya.
Pahlawan tanpa tanda jasa ini rela mengabdi. Menurutnya, seorang guru sampai tempat ini bukan karena materi, namun karena pengabdian untuk mendidik anak bangsa.
"Itulah tantangannya mengajar di tempat yang jauh. Saya menuju ke sini itu bukan karena menilai materi, tetapi pengabdian.
Harapannya, harus bisa lebih bekerja keras untuk mendidik anak, karena orang yang bisa mengajar belum tentu bisa mendidik," tuturnya.
Baca juga: Ekspedisi Bangka Pos Mantung-Tanjung Ru, Warga Merasa Beruntung Pompong Melayari Teluk Kelabat
Pasalnya, mereka harus berjuang setiap hari menyeberang naik kapal untuk bisa menuju lokasi tempatnya mengajar dan itu dilakukan berpuluh-puluh tahun.
"Kita tidak mengenal jarak atau sekatan untuk berjuang mencerdaskan anak anak, khususnya di tempat pelosok," kata Yuli.
Kendati demikian, Yuli tidak serta merta setiap hari bolak balik menggunakan pompong.
Terkadang dua hari sekali menggunakan perahu kecil itu, sebab dirinya memiliki kediaman juga dekat dari sekolah.
Yuli berharap anak didiknya dapat sukses dan bisa meraih cita-cita sesuai yang diinginkannya.
(Bangkapos.com/Akhmad Rifqi Ramadhani)