Bangka Pos Hari Ini

Patung Thai Se Ja Senilai Rp30 Juta Dibakar, Sembahyang Rebut di Kelenteng Ho Hap Miaw

Patung Dewa Thai Se Ja sengaja dibakar sebagai penanda bahwa tugas patung tersebut telah selesai dan para arwah telah diantar kembali ke alam baka

Bangka Pos
Bangka Pos Senin 8 September 2025 

BANGKAPOS.COM, BANGKA - Api berkobar dini hari, Minggu (7/9) sekira pukul 00.15 WIB di halaman Kelentemg Ho Hap Miaw, Desa Merawang, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka.

Sebuah patung dengan tinggi sekitar 13 meter dibakar hingga habis dalam tradisi Sembahyang Rebut atau Chit Ngiat Pan oleh masyarakat Tionghoa. Patung yang dibakar tersebut adalah patung Dewa Thai Se Ja, dewa akhirat yang dipercaya masyarakat Tionghoa sebagai dewa yang mengatur kehidupan akhirat dan membawa arwah kembali ke dunia sana.

Thai Se Ja sendiri adalah dewa yang diyakini berbadan besar tinggi. Ia sambil duduk serta memegang pena dan buku. Fungsi pena dan buku ini akan mencatat amal perbuatan arwah gentayangan. 

Dalam tradisi Sembahyang Rebut atau disebut juga Sembahyang Arwah, patung Dewa Thai Se Ja sengaja dibakar sebagai penanda bahwa tugas patung tersebut telah selesai dan para arwah telah diantar kembali ke alam baka. Sebelum pembakaran patung dilakukan, masyarakat Tionghoa biasanya melakukan ritual sembahyang terlebih dahulu di kelenteng.

Selanjutnya, rangkaian kegiatan dilakukan dengan tradisi berebut bahan makanan yang sebelumnya telah disediakan di sekitar patung Thai Se Ja yang ludes diserbu masyarakat dalam waktu kurang dari satu menit.

Kemudian, pada pukul 00.00 WIB, barulah dipersiapan pembakaran patung dewa dan patung perahu sepanjang 12 meter yang sebelumnya juga telah dipersiapkan.

Menurut Darwin selaku panitia penyelenggara, tradisi Sembahyang Rebut ini rutin dilaksanakan setiap tahun pada bulan 7 tanggal 15 penanggalan China. Kata dia, makna dan tujuan Sembahyang Rebut ini adalah dimana sesajen-sesajen yang tersaji tersebut diperuntukkan bagi arwah-arwah yang gentayangan.

“Jadi tugasnya patung itu untuk membagikan sesajen sesajen itu kepada arwah-arwah yang gentayangan. Jadi perebutan sesajen ini filosofinya setelah dimakan oleh arwah-arwah, baru direbut,” kata Darwin saat diwawancarai Bangkapos.com, Sabtu (6/9) malam.

Lebih lanjut, Darwin menyebut bahwa pembuatan patung Dewa Thai Se Ja tersebut dilakukan selama kurang lebih 3 bulan. Kata dia, pembuatan dilakukan secara bergotong royong dan hanya dikerjakan pada hari minggu atau hari libur kerja.

“Kita kerjakan secara gotong-royong tanpa ada biaya upah kerja,” ujarnya.

Patung itu dibuat dari berbagai material berupa kayu dan kawat untuk bagian kerangka. Kemudian lapisan luar menggunakan berbagai jenis kertas yang ditempel dan dilapisi berulang kali.

Terakhir, barulah patung tersebut dibentuk dan dicat sedemikian rupa menjadi perwujudan Dewa Thai Se Ja.

“Kalau untuk pembuatan patung, secara khusus kita tidak menghitung biayanya. Tapi perkiraan untuk biaya patung itu sekitar Rp25-30 juta dan itu tanpa upah kerja, karena kita kerjakan secara gotong-royong,” imbuhnya.

Gambaran Harmonisasi

Selain sebagai wujud religiusitas dan pelestarian adat budaya, Sembahyang Rebut yang diselenggarakan setiap tanggal 15 bulan 7 kalender China dianggap mampu membangkitkan perekonomian lokal.

Hal ini diungkapkan oleh Bambang Patijaya, anggota DPR RI Dapil Provinsi Bangka Belitung saat ditemui Bangkapos.com, Sabtu (6/9) malam di Kelenteng Ho Hap Miaw, Merawang, Bangka.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved